Di tempat nan luas ini dia berjalan sendirian tanpa seorangpun disisinya. Gadis bersurai panjang dengan sorot mata kosong seperti tak ada satupun tanda kehidupan disana. Kini berdiri diam tanpa ada pergerakan sedikitpun dari tubuhnya.
Gadis itu hanya menatap lurus ke depan, menatap samar ke arah halaman luas yang ditumbuhi beberapa pohon cantik namun terawat baik tanpa memperdulikan arah lainnya. Surai panjangnya sejak tadi tidak berhenti bergerak, bergoyang mengikuti hembusan angin yang terus menerpa wajahnya tanpa henti.
Jauh dalam naluri yang kerap kali membuatnya sempat berpikir ingin mengakhiri. Gadis ini menyimpan begitu banyak rasa sepi dalam hidupnya. Semua yang dilaluinya seakan berjalan hambar tanpa adanya bumbu perasa yang hadir melengkapi.
Siapa yang tidak ingin memainkan peran sebagai karakter utama dalam hidupnya? Bahkan akhir seperti apa nanti adalah hal yang paling banyak dinanti. Namun bagi Gadis itu, dia hanya sosok pengganti. Dia tidak bisa melakukan segalanya dengan bebas hanya karena julukan yang sudah mendarah daging dalam dirinya ini. Jika Kehadirannya saja tidak pernah dianggap, bahkan jejak langkah kakinya pun seperti tak berbekas.
Saat kaki jenjang dengan setelan serba hitam datang dengan langkah kaki lebar sembari mendekati Gadis itu, tidak lupa dengan membungkuk sopan padanya terlebih dahulu. Gadis itu tersenyum getir, dia memang disegani banyak orang, namun hidupnya tidak disegani oleh keluarganya sendiri.
"Nona kedua,"
Begitulah dirinya disebut, di dalam sebuah Istana bagaikan neraka ini. Bagaimana bisa ia dilahirkan di Keluarga seperti ini? Batinnya. Berapa lama lagi Gadis itu terus menanggung semua ini hanya karena dia yang tidak bisa menjadi nomor satu dalam Keluarganya. Seakan mengetahui maksud dari orang itu, "Sebentar saja, aku ingin menghirup udara segar disini," ucapnya dengan enggan.
"Nona Sohyun, Ini perintah!" tegas penjaga tadi kini sudah berdiri tegap dihadapan Sohyun, Nona Kedua.
Dari arah lain terdengar bunyi derap langkah kaki, seorang Wanita berumur namun tidak meninggalkan kesan anggun disana kini datang memekakan kesunyian yang tadinya menyelimuti suasana tempat itu. Sohyun tetap sama dalam posisinya bahkan setelah Pria penjaga tadi sudah pergi menjauh meninggalkan mereka berdua, dia tetap tidak bergeming sedikitpun pada Wanita yang kini sudah berdiri dihadapannya.
Bukannya sombong atau malah bersikap ingin menantang lebih, namun lebih dari itu dia hanya lelah. Sorot mata Sohyun berubah sedikit melunak begitu menyadari sosok yang datang mendekatinya saat ini. Jauh dalam sorot matanya, sebenarnya dia sedang merasa kecewa dalam beberapa hal pada sosok Wanita paruh baya dihadapannya itu.
"Ji Sohyun. Apa yang kamu lakukan disini?" Tanya Wanita itu memandang dengan sorot mata tajam khas miliknya, beliau memandang tidak suka setelah menyadari keberadaan Sohyun disana.
"Aku hanya ingin sedikit pengertianmu," tutur Sohyun seraya menoleh menatap sosok Wanita disampingnya itu dengan cermat. Cermat sekali sampai-sampai dia merasa lelah untuk tetap bersikap patuh.
"Apa yang kamu mau? Harta? Fhasion? Rumah?" tanya Wanita itu dengan lantang.
Sohyun tersenyum getir, "Apa hanya kata itu yang Anda punya?"
Wanita itu menutup rapat bibirnya sembari menatap ke arah Gadis itu dengan tatapan yang sangat tidak disukai oleh Sohyun, "Apa karena Tuan muda pertama?" tanya beliau pada akhirnya.
Sohyun tidak menjawab, dia tetap diam dan masih enggan walau sekedar berucap disana. Hatinya seperti dibakar ditengah bongkahan Es yang terasa begitu dingin. Lagi-lagi Gadis itu kembali dibuat enggan dengan beberapa kata yang terselip dalam kalimat yang sangat dia benci. Hatinya yang mulai hancur berkeping,
"Ibu." Sohyun memandang sejenak ke arah Wanita cantik didepannya itu sejenak, "Bahkan kamu tidak pantas aku panggil dengan sebutan itu."
Gadis itu langsung beranjak pergi meninggalkan Wanita yang tadinya sempat dia panggil dengan sebutan Ibu tanpa berkata lebih. Pantaskah Beliau memperlakukannya seperti ini setelah apa yang sempat dirasa oleh Sohyun?
Saat akan memasuki Rumah, Sohyun menghentikan langkah kakinya begitu berpapasan dengan seorang yang begitu dia benci. Pria dengan segelas susu yang kini sudah tergenggam ditangannya saat ini, membuatnya merasa begitu enggan untuk sekedar bertukar pandang dengan orang itu. Sohyun membalas balik tatapan dia disana, sorot mata mereka terlihat berbeda seperti baru saja terjadi kesalahpahaman diantara mereka.
"Kamu mendengarnya?" tanya Sohyun dengan nada mengintimidasi.
Bahkan darah yang mengalir dalam tubuh mereka saja tidak cukup untuk menjelaskan seberapa jauh keakraban yang mereka punya selama ini. Sohyun tersenyum sinis seraya menatap sosok Pria bertubuh tinggi di hadapannya itu.
"Aku lupa kamu kan Ji Woojun, Tuan muda pertama yang berkuasa disini," sarkas Sohyun. Gadis itu kembali melanjutkan langkah kakinya yang sempat tertunda.
"Ji Sohyun, sampai kapan kamu akan terus begini?" Suara berat itu mulai terdengar dan lagi-lagi menghentikan Pergerakan Sohyun. Gadis ini semakin benci setelah mendengarnya.
"Kenapa kamu begitu peduli?" tukas Sohyun tanpa menoleh sedikitpun.
Woojun memandangi kepergian sang adik dengan sorot mata yang begitu dalam. Melihat bagaimana sikap dari adik tersayangnya itu cukup membuatnya ikut teriris disaat dia sendiri tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk bersikap. Pria itu agaknya sudah tidak berselera dengan segelas susu yang kini masih berada dalam genggamannya.
Sohyun duduk disebuah kursi mewah disana, kedua maniknya mulai berkaca-kaca. Disana, di tempat yang hanya ada dirinya seorang. Air matanya mengalir begitu saja, jatuh membasahi wajahnya. Lelaki tua dengan surai yang sepenuhnya sudah memutih datang mendekati Gadis itu seraya mengusap pelan air mata yang sempat menetes diwajah sang cucu.
"Ada apa hmm?" tanya beliau penuh kehati-hatian.
Gadis itu langsung menghentikan tangisannya. Kakek Ji mengetahui dengan jelas apa keinginan dari cucu keduanya itu. Tangannya yang lain terlihat sedang merogoh sesuatu dibalik saku Jas mewah yang tengah dikenakannya.
"Ambillah, kebebasanmu ada disini." Kata Kakek Ji sekali lagi.
Sohyun menatap secarik benda yang kini sudah berada dalam genggaman sang Kakek tanpa berniat untuk mengambil alih dari uluran tangan beliau. Lika-liku Keluarga Ji memang rumit. Mungkin hanya Kakek Ji yang paham betul bagaimana keinginannya selama ini. Hanya beliau yang memperlakukannya dengan tulus dan penuh kasih sayang. Namun saat Kakek Ji mulai menawarkan sebuah kebebasan padanya, tanpa sadar malah membawa Sohyun jatuh lebih jauh kedalam kubangan neraka.
Kata orang-orang, di Dunia ini jangan pernah mempercayai siapapun meskipun orang itu adalah keluargamu sendiri.
TBC!!!
Hai gais, ketemu lagi sama work ini ya. Aku publish lagi setelah melewati beberapa pertimbangan.
Satu kalimat buat bagian ini??
Aku harap kalian suka, dan tetap setia menemani work ini sampai end. Hanya segini aja ya,
Vote-komennya banyakin lagi..
See you next♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR DREAM ♣ End To Start [Taesso Ver.]
Teen FictionKenapa di Dunia ini ada nomor dua? Kenapa angka ini memaknai titik jatuh setelah hadir angka satu? Apa yang salah menjadi nomor dua? Sekadar mimpi dan juga harapan yang ia taruh selama ini pada keluarganya. Sekadar harapan akan mimpi-mimpi yang sem...