Meski tak bisa terlelap dalam tidurnya, meski pikirannya masih berkelana memutar tanpa henti akan kejadian-kejadian yang telah dilaluinya hari ini sungguh yang paling membuatnya terasa berat untuk dipikirkan adalah bagaimana caranya dia kembali menghadapi hari esok.
Netranya sesekali menatap kearah luar jendela, mengingat akan saat dimana Taehyung yang telah membantunya dari cacian ibu Jihyun atau melihat sikap dewasa dari Woojun yang lebih dulu mengalah untuknya. Sohyun tak mampu lagi untuk sekadar berucap,
"Kenapa dia dari sekian banyaknya laki-laki di dunia ini? Kenapa aku harus menanggung semua masalah yang sebenarnya tidak aku mengerti bagaimana alurnya?" Bersamaan dengan tetesan air mata yang jatuh membasahi wajah So Hyun, nampak gadis itu tengah kalut pikirannya.
Wajah pucat masih setia menemani pilu akan kesakitan yang jelas tercetak dalam mimik wajahnya. Dibalik hatinya yang begitu dingin dan acuh namun hatinya jauh lebih merasa hancur.
Tok! Tok!
Sohyun menghapus cepat air matanya begitu sadar akan sosok yang mulai muncul dibalik pintu kamarnya. Dia masih duduk membelakangi sang ibu tanpa berniat untuk bertatap muka dengannya.
"Ibu lihat Woojun tiba-tiba keluar, akhir-akhir ini sikapnya juga berbeda dan aneh. Apa kamu yang menyuruhnya seperti itu?" tuduh Nara tanpa berbasa-basi.
"Apa ibu sedang menudingku atas perubahan sikap Woojun?" tanya balik Sohyun.
Nara mulai menghela napas kasar, bukan ini yang sebenarnya dia dapatkan dari Sohyun. Ia hanya beralasan agar bisa melihat kembali keadaan gadis yang sangat membuatnya cemas setengah mati walau tak mampu menyalurkan kehangatannya.
Melihat wajah Sohyun yang berpaling menatap tajam padanya, Nara hanya mampu terdiam.
"Sebab semua perubahan orang disekitar ibu itu adalah ulahku? Apa ibu tidak lelah terus membebani putrimu setiap saat bahkan tiada henti untuk berpikiran pendek setiap harinya," cercar Sohyun.
"Ji Sohyun!" Nara mulai menaikkan volume suaranya.
"Siapa paman itu?" tanya Sohyun dengan cepat mengubah topik pembicaraan mereka.
Sempat merasa bingung meski dalam hati Nara sudah mulai menebak-nebak akan orang yang selama ini ditakuti olehnya. "Paman siapa maksud kamu?"
Jadi ibunya tidak tahu? Meski begitu Sohyun masih menampik akan ekspresi yang kini tercetak diwajah wanita paruh baya itu.
"Sepertinya aku salah berbicara," elak Sohyun hendak berdiri melangkah pergi namun sepertinya Nara sudah menyadari gelagat aneh dari sang anak hingga menahan langkahnya untuk tetap tinggal. Hal tersebut tak terelakkan dari pandangan Sohyun pada lengannya yang kini tengah ditahan oleh ibunya.
"Sudah malam kamu mau kemana?" tanya Nara kian melunak.
Sohyun seakan menangkap isyarat aneh dalam sorot mata Nara- ibunya. Dia bahkan sempat terbuai akan tatapan sendu yang tengah dilayangkan oleh wanita itu walau pada akhirnya dia berpaling menatap arah lain.
"Aku tidak bisa tidur karena tidak nyaman akan semua tingkah aneh ibu," sarkas Sohyun.
Melihat kepergian Sohyun cukup membuat Nara kembali dibuat bungkam. Malam ini dia memang kembali menunda jadwal kerjanya dan tidak kembali pada para lelaki yang memikatnya malam ini.
"Seharian ini ibu sengaja tidak melakukan apapun hanya demi kamu Sohyun, bagaimana kalau orang yang kamy maksud itu ayah kamu? Dia tidak boleh mengambil kamu dari ibu, bagaimanapun itu kamu tidak akan pernah bertemu dengannya."
***
"Ibu bagaimana bisa ibu mengeluarkan kata kasar seperti itu pada temanku?" tegur Jihyun dengan menggebu karena sudah tak habis pikir dengan jalan pikiran sang ibu tercintanya itu. Dia sebelumnya memang sempat kesal akan sikap acuh dan dingin yang selalu di nampakkan oleh Sohyun, namun tidak dengan semua perlakuan ibunya yang menurutnya sudah diluar batas itu.
"Dia memang pantas mendapatkannya, anak muda zaman sekarang semuanya memang tidak ada yang benar."
Jihyun terdiam sembari menatap lekat wajah marah sang ibu tanpa berpaling sekalipun, "kalau begitu anakmu ini juga tidak ada bedanya bukan?"
Pertanyaan singkat Jihyun sukses membuat wanita paruh baya itu berpaling menatapnya, merasa tidak terima kalimat tadi terucap dan keluar langsung dari bibir putri tercintanya itu.
"Jihyun apa yang kamu katakan," tuturnya.
"Aku paling tidak suka melihat perilaku gegabah ibu dalam menyikapi sesuatu," ujar Jihyun dengan lugas.
"Apa sekarang kamu tengah membelanya? Anak itu dari auranya saja sudah jelas bukan anak baik-baik Jihyun! Kamu berani melawan ibumu hanya karena dia adalah teman kamu, begitu?" marah ibu Jihyun.
"Kalau begitu apa ibu melihatnya secara jelas kalau Sohyun memang sedang menggoda ayah? Apa ibu bisa memegang teguh ucapan ibu atas semua yang tak sepenuhnya dilihat secara pasti oleh pandangan ibu sendiri?"
"Jo Jihyun! Ibu tidak membesarkanmu untuk melawan orangtuamu sendiri! Sekarang kamu sudah pandai menggurui ibumu sendiri ya," kesal Ibu Jihyun.
"Ayah yang salah," timpal ayah Jihyun yang kebetulan lewat dan tidak sengaja mendengar semua permbicaraan mereka. Membuat dua perempuan yang tadinya tengah bercekcok kini berpaling menatapnya dengan penuh tanya.
"Apa maksud ayah?" tanya Jihyun.
Ayah Jihyun menatap sendu istrinya sejenak sebelum akhirnya menepuk dua pundak Jihyun dengan pelan, "Anak gadis itu sama sekali tidak menggoda ayah. Maaf saat kejadian lidah ayah terasa begitu kaku mana yang harus ayah benarkan disana," sesalnya.
"Apa maksud kamu?" bingung Ibu Jihyun ketika tak menangkap sirat makna dari ucapan sang suami tadi.
"Anak itu adalah anak kandung aku," ungkap Ayah Jihyun.
"Apa?" kaget Jihyun merasa tidak percaya akan kalimat yang baru saja disampaikan oleh sang ayah disana.
Kedua mata ibu Jihyun pun mulai memanas, dia pun melangkah mendekati sang suami dan mulai kesal dengan penuh amarah dia sontak memukul dadanya.
"Bagaimana bisa kamu berkata seperti itu dihadapan putrimu sendiri huh? Apa kamu tidak mau menjaga perasaannya dan membuatnya semakin bertanya-tanya? Jihyun, dia hampir sempurna diantara anak seusianya dan sebentar lagi dia akan lulus sekolah, apa kamu tega merusak konsentrasinya hanya karena omong kosongmu ini huh!"
"Aku kacau ibu, aku tidak tau harus bagaimana menghadapi semua ini, sudah lima tahun aku memutuskan untuk menetap di Kanada tapi tetap saja aku tidak--"
"Cukup!! Hentikan semua omong kosongmu itu, ada baiknya kalau kamu kembali menetap di Kanada lagi."
"Ayah, Ibu, apa semua ini benar? Kenapa kalian tiba-tiba bertengkar seperti ini?"
"Jihyun," ucap Sang ayah.
"Jangan sesekali mengganggu konsentrasi Jihyun, dia sebentar lagi akan menghadapi ujian sekolah. Kalau kamu tidak bisa menahan dirimu barang sedikit saja lebih baik kembali dan fokus pada bisnismu di Kanada."
TBC!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR DREAM ♣ End To Start [Taesso Ver.]
Ficção AdolescenteKenapa di Dunia ini ada nomor dua? Kenapa angka ini memaknai titik jatuh setelah hadir angka satu? Apa yang salah menjadi nomor dua? Sekadar mimpi dan juga harapan yang ia taruh selama ini pada keluarganya. Sekadar harapan akan mimpi-mimpi yang sem...