Dear Dream | Page 22

81 15 7
                                    

Untuk kali ini saja, Taehyung merasa dirinya begitu egois tanpa mengindahkan permohonan Jihyun untuk tetap berada disana menemaninya dalam keterpurukannya. Bukannya tak mau untuk tetap tinggal, namun fokusnya sejak tadi justru tak pernah teralihkan dari sosok yang sejak tadi cukup menyita perhatiannya.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Jinwoo selaku saudara laki-laki Taehyung yang sejak tadi tengah meresapi adegan yang disuguhkan tepat didepan matanya.

"Sejak kapan Taehyung seperti itu? Dia bahkan sama sekali tidak melirik ke arahku," ucap Jihyun tersendat.

"Apa kamu ada masalah?" tanya Jinwoo lagi, dia seperti tak biasanya melihat keadaan Jihyun yang seperti sekarang ini. Menampik semua ocehan yang sejak tadi diucapkan oleh perempuan bersurai panjang tersebut, dia pada akhirnya memutuskan memilih untuk kembali ke  kasir dan membiarkan perempuan itu terus berperang dengan pikirannya sendiri.

"Kalau kamu tidak ingin jauh-jauh dari adikku, kejar dia. Tapi kau juga harus ingat, Taehyung bukan laki-laki yang luluh dengan sikap manis dengan bumbu romantis."

Jihyun tak merespon ucapan Jinwoo barusan dan memilih untuk pergi dari Toko Roti itu.

____

"Apa ada yang mengganggu pikiranmu saat ini?"

Suara itu menghentikan langkah kaki Sohyun yang sedari tadi melangkah dalam lamunannya. Sudah setengah hari berlalu saat dirinya pergi dari rumahnya, ia tak menyangka jikalau sosok Taehyung akan ikut mengejarnya saat ini bahkan dengan mudahnya membuat dirinya berdiam diri ditempat.

Sohyun hanya menatap sorot mata Taehyung tanpa berniat untuk mengeluarkan suaranya sama sekali.

"Aku rasa memang benar," ucap Taehyung setelahnya. Ia mulai melangkah mendekati posisi Sohyun berada, "Kemarin kamu bilang kita tidak saling mengenal jauh karena kata-kataku. Sekarang, justru aku tidak merasa demikian."

"Apa pedulimu?" Dua kata dengan intonasi yang cukup menekan, singkat dan tak enak untuk didengar baru saja keluar dari bibir Sohyun.

"Sohyun--" ucap Taehyung terhenti.

"Bisa biarkan aku sendirian hari ini?" potong Sohyun dengan cepat. Namun belum sempat ia melanjutkan kalimatnya, dari kejauhan dirinya samar-samar melihat sosok perawakan wanita yang begitu familiar dimatanya. "Pergilah," lanjutnya.

"Kemana saja kamu, apa kamu memang berniat ingin pergi dari rumah huh!"

Suara yang cukup melengking itu cukup menghentikan langkah kaki Taehyung yang tadinya udah berada lima meter menjauhi posisi Sohyun.

Dengan kilatan merah yang tercipta seiring meningkatnya emosi yang tersalurkan dalam diri Sohyun, perempuan itu kini justru semakin kesal dibuatnya.

"Tundukkan kedua matamu, ibumu sedang berbicara padamu Sohyun."

"Ibu? Apa ibu tau apa yang sudah terjadi akhir-akhir ini? Kenapa ibu tidak menyelesaikannya sedari awal! Kenapa?" teriak Sohyun jelas melawan wanita paruh baya dihadapannya itu.

Nara mulai terdiam, anaknya-- kembali bersikap diluar kendali. Marah, dan tidak seperti biasanya yang hanya diam dan irit berbicara padanya.

"Laki-laki itu," ucap Sohyun menjeda. "Kenapa harus suami dari wanita lain? Kenapa harus dia yang merendahkanku! Kenapa aku yang harus disalahkan!"

"Apa?" Nara seperti dibuat tak berkutik ditempatnya setelah berhasil meresapi maksud dari topik yang baru saja diajukan oleh sang putri.

"Aku benci padamu," ucap Sohyun seraya melenggang pergi darisana.

Meninggalkan sosok Nara yang tetap terdiam menatap kepergian sang anak tanpa mengingat alasannya mencari Sohyun sampai ke tempat itu. Dadanya tiba-tiba terasa begitu sesak, sampai tak dapat lagi untuk menopang beban tubuhnya.

"Anda baik-baik saja?" Dengan sigap, atau bahkan entah darimana datangnya seorang pemuda datang membantunya.

"Tidak apa-apa," jawab Nara.

"Bukankah sudah aku katakan pada ibu untuk tetap berada di rumah," omel Woojun datang mendekati Nara dan menatap kembali pada pemuda yang saat ini masih berada disana bersama mereka.

"Anak itu begitu keras kepala, ibu tidak tahan lagi padanya."

Bukannya menjawab perkataan sang ibu, Woojun masih menatap pemuda tadi dengan seksama. Aura positif yang terpancar dari wajah pemuda itu cukup membuatnya terkesiap.

"Ah, tadi saya tidak sengaja melihat Ibu Anda."

"Maaf, dan saya ucapkan banyak terimakasih atas perhatiannya." Woojun mulai merangkul tubuh sang Ibu dan membawanya kembali menuju mobil sesaat setelah menyampaikan sepatah duakatanya pada pemuda tadi.

Dengan helaan napas panjang sembari menatap wajah lusuh sang ibu, padahal sudah jelas-jelas hari ini wanita itu sedang tak baik-baik saja kondisinya namun tetap memilih keluar rumah.

_____

Taehyung melangkah dengan tatapan kosongnya, nampaknya dia saat ini tengah terngiang-ngiang oleh kejadian tadi. Namun lamunannya tak berlangsung lama setelah ia mulai sadar sosok Jihyun berdiri tepat dihadapannya dan berdiri tegap menghadapnya.

"Apa kamu menolak tinggal bersamaku hanya untuk pergi menemuinya?" tanya Jihyun dengan nada yang menggebu bagai semprotan pedas untuk Taehyung yang baru saja berpijak disana.

"Gong Taehyung, tolong jawab aku. Ada apa dengan dirimu? Kamu pikir waktu yang sudah kita habiskan selama ini hanya untuk bermain-main?"

"Kau sedang tidak baik-baik saja, pulanglah dulu setelah itu kita bertemu kembali." Taehyung berucap demikian hanya sebagai dalih tak ingin membahas apapun untuk sekarang.

"Dia-- anak dari hubungan gelap ayahku, apa kamu tidak tau atau sedang berpura-pura tidak mengetahuinya?"

"Jihyun, saat ini pikiranmu sedang kalut. Aku tidak mau kondisimu semakin buruk dari ini," ucap Taehyung masih dengan intonasi lembutnya.

"Kalau kamu tau itu, kenapa harus dia yang kamu temui pertama. Saat ini, aku sedang tidak baik-baik saja dan tak mau bertatap muka dengan kedua orangtuaku. Kamu tau kan siapa penyebab semua ini?"

"Aku rasa sudah menjadi hak pribadi kedua orangtuamu, Jihyun. Aku sama sekali tidak berhak--"

"Bahkan mendengar kisahnya dariku, begitu maksudmu?" potong Jihyun.

"Kalau begitu tolong sampaikan pada ayah kamu untuk tidak lagi menemui diriku," sambung Sohyun yang entah sejak kapan berdiri tepat diambang pintu Toko Roti milik Jinwoo. Ia sekaligus menyaksikan permbicaraan dua insan yang ia rasa menyeret dirinya disana.

Jihyun berbalik menatap kesal pada Sohyun tanpa bergerak sedikitpun disana. Jinwoo yang mulai merasakan hawa dingin tidak mengenakkan langsung saja mendorong kursi rodanya dan mendekati Sohyun.

"Dompetmu tertinggal tadi," ucap Jinwoo sembari menyodorkan dompet kecil berwarna abu-abu pada Sohyun.

"Terimakasih sudah menyimpannya untukku, dan-- asal kamu tau aku tidak pernah meminta sedikitpun untuk dilahirkan ke dunia ini. Jika bisa memilih, maka aku tidak akan mengambil opsi kedua." Kalimat Sohyun masih membungkam tiga insan disana,

"Aku hanya ingin kamu tau saja, hidupku sejak dahulu sudah menyedihkan. Jadi kamu tidak perlu mengajari aku untuk terlihat lebih sedih dari ini."

TBC!!!

Baru bisa up ditengah work baru yang masih on going juga,, hampir aja kelupaan mau lanjut ini lapak😭

Boleh dibaca dua/tiga bab sebelumnya biar nyambung lagi ya.. Sorry banget kelamaan lanjutnya,

Happy read🤍 up-nya belum menentu dulu ya nanti usahain rajin up sampe tamat

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian, and..

See you next❤‍🔥

DEAR DREAM ♣ End To Start [Taesso Ver.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang