Saat melihat kembali pada dunia luar, ketika sorot mata ini sudah tidak mampu menatap lebih jauh lagi. Kemana arah akan menuntunnya? jalan mana saja yang pantas dia lewati tanpa harus terbayang semua pemikiran yang ada dalam otaknya.
"Apa yang Ibu lakukan?" sarkas Pemuda itu disana.
"Maksudmu?"
"Kenapa Sohyun terlihat kesal," tuturnya lagi.
Wanita itu berdengus pelan, "Ji Woojun sudah berapa kali Ibu katakan padamu."
Woojun terdiam sembari menatap cermat sang Ibu. Meski ingin sekali keluar dari jalur yang kini Ia lewati. Walau seberapa jauh Ia menginginkan akhir dari semua ini. Woojun tetap tidak bisa, bukan karena dia merasa tidak sanggup. Namun dia tidak berani mengambil langkah hanya karena sosok Wanita dihadapannya itu.
"Pelajari bisnis ini," ucap Wanita itu sekali lagi.
"Bisakah Ibu tidak semakin memperkeruh hubungan aku dengan Sohyun." Pinta Woojun dengan lugas. Dia benci setiap kali melihat sorot mata ambisius dari Wanita paruh baya itu.
Wanita itu tersenyum samar kemudian melangkah kecil mendekati Woojun. Wanita berparas cantik dengan balutan gaun mewah melekat ditubuh rampingnya. Tangannya terangkat mencoba mengelus lembut surai milik Woojun.
"Simpan rasa pedulimu ini, bukankah dalam aturan keluarga yang ada hanya cara tetap bertahan," ungkap Wanita itu.
"Bertahan maksud Ibu? Tanya Woojun.
Woojun tidak habis pikir. Kenapa semua ini tiba-tiba saja mengacaukan tali persaudaraan mereka. Ia hanya berlaku sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh Keluarga Ji, namun kenapa malah membawa Sohyun didalamnya. Kenapa Gadis itu harus ada dalam garis Keluarga mereka.
____
"Kebebasan maksud Kakek!" seru Sohyun. Ia menatap kembali selembar kertas dalam genggaman Kakek Ji sebentar kemudian berdengus.
Gadis itu tersenyum tipis, "Dengan mengirimku keluar Kakek sebut kebebasan?"
"Pewaris keluarga Ji sudah ditentukan sebelum kamu lahir," jelas Kakek Ji sembari melangkah kecil dibantu dengan tongkat kayu miliknya.
Sohyun memalingkan kepalanya, sebenarnya bukan hal ini yang dia inginkan. Rasa benci, rasa kecewa serta rasa enggan yang dirasakan olehnya seakan bercampur satu hingga menjadi benalu dalam hidupnya.
"Kamu mau kemana?" tanya Kakek Ji setelah mengamati cucunya yang sedang berkemas.
"Pergi keluar," jawab Sohyun dengan singkat.
"Panti asuhan lagi?"
Sohyun menghentikan pergerakannya seraya menatap ke arah Kakek Ji. Satu hal yang harus kalian ketahui kalau Gadis ini sudah lama ikut bergabung dalam tim relawan. Gadis muda sepertinya hanya bisa bernapas lega setelah keluar dari Kediaman Keluarga Ji.
"Jangan menungguku," kata Sohyun.
Ia bergegas pergi meninggalkan Kakek Ji seorang diri. Mengetahui semua keinginan dia apanya? Nyatanya Gadis itu tidak bisa sepenuhnya percaya pada Lelaki lansia yang sudah dimakan umur ini.
Dengan bunyi derap kaki mengalun nyaring menggema di penjuru ruangan. Sohyun melangkah dengan pasti sesekali membenarkan posisi ransel yang sudah terpasang dibalik punggungnya.
"Mau kemana?"
Suara itu cukup membuat langkah kaki Sohyun terhenti, suara berat dengan nada tegas kini malah terdengar asing baginya.
"Bukan urusanmu," jawab Sohyun.
"Ji Sohyun bisa tidak berurusan dengannya?" Woojun menahan lengan Sohyun. Sepertinya ada beberapa hal yang diketahui oleh Pria ini.
Sohyun menangkis pelan pegangan Woojun. Menatap tajam pada netra milik pemuda itu dengan seksama, "Aku menderita sekalipun kamu tidak pernah peduli."
Woojun menghela napas pelan menatap kepergian Sohyun. Bukan dia tidak peduli bagaimana Sohyun selama ini, bukan karena dia tidak ingin sedetik saja mengacuhkan Sohyun. Namun sekali dia bergerak maka semua rasa benci yang ada dalam diri Sohyun akan semakin besar.
Pria itu memutar arah kemudian melangkah menuju ruang kediaman Kakek Ji. Pria tua yang kini digadang-gadang sebagai petua Keluarga Ji ini nampaknya tengah disibukkan oleh beberapa lembar kertas dengan secangkir kopi disamping mejanya.
"Apa yang Kakek tawarkan pada Sohyun?" tanya Woojun.
Kakek Ji meletakkan sejenak koran yang ada pada tangannya. Menatap cermat pada pemuda tampan yang kini sudah berdiri tegap disana dengan tersenyum tipis.
"Kamu mendengarnya?" tanya Kakek Ji.
Woojun menggertakkan giginya, ada rasa tidak suka setiap kali melihat bagaimana cara Kakek tua ini memperlakukan Sohyun.
"Apa aku saja tidak cukup?" tanya Woojun disana.
"Kalau begitu kamu mampu mengantikan posisinya?" tanya balik Kakek Ji.
Woojun mengepalkan kedua tangannya. Pertanyaan ini cukup membuatnya kembali terdiam tanpa jawab. Mau seberapa jauh lagi hingga dia menjadi alasan mengapa Sohyun begitu benci padanya.
____
Sohyun berjalan menelusuri jalanan setapak dihadapannya. Melangkah tanpa suara sesekali menendang bebatuan kecil disana, dengan hembusan napas pelan tanpa memperhatikan keadaan sekitar.
Sebuah kaki menghadang langkahnya. Sohyun hampir saja terjatuh karena tidak bisa menahan keseimbangan tubuhnya.
"Jangan melamun saat berjalan," tutur orang itu.
Sohyun mengadahkan kepalanya sedikit keatas, mencoba menatap paras Lelaki yang kini tengah menahan tangannya agar tidak jatuh ke tanah. Lelaki berparas tampan hanya dengan menatapnya saja sudah seperti menghipnotis dirinya.
"Terimakasih." Sohyun segera menjauh memberi jarak dengan Pria itu sesekali membenarkan anak rambutnya yang bergerak akibat hembusan angin.
Pria itu menatap sejenak ke arah Sohyun, seorang pemuda yang ada diantara beberapa orang disana, "Kamu relawan disini?"
"Bisa dibilang begitu." Sohyun mejawab singkat. Bukan karena dia sombong atau pelit mengucapkan kalimat dari bibirnya, ia hanya tidak ingin dengan kalimat sederhana tidak cukup dan malah merambat pada pertanyaan lain yang tidak diinginkannya.
Sohyun menatap kembali ke arah Pria itu. Pertemuan mereka terlihat sederhana memang, "Kamu tinggal disini?"
Pria itu tidak menjawab. Sohyun kembali memikirkan pertanyaan yang keluar dari bibirnya, apakah ada yang salah dengan pertanyaan yang diajukan oleh dirinya? Batinnya.
Sohyun juga tidak mengerti mengapa dalam jarak radius dekat seperti ini cukup membuat atensinya cukup tersita pada sosok Pria asing itu.
"Apa terlihat begitu?" tanya balik Pria itu dan membuat Sohyun menatap bingung. Pertanyaan tadi seakan memberi dua jawaban sekaligus dalam benaknya.
Pria itu kemudian tersenyum tipis seraya menjulurkan tangan kanannya ke arah Sohyun, "Gong Tae Hyung, senang bertemu denganmu."
TBC!!!
Budayakan vote setelah membaca ya..
Maap kalo gaje, maafkan segala typo juga.
Komen-komennya juga ditunggu, semoga kalian suka ya.
Cukup sekian, see you next♡
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR DREAM ♣ End To Start [Taesso Ver.]
Teen FictionKenapa di Dunia ini ada nomor dua? Kenapa angka ini memaknai titik jatuh setelah hadir angka satu? Apa yang salah menjadi nomor dua? Sekadar mimpi dan juga harapan yang ia taruh selama ini pada keluarganya. Sekadar harapan akan mimpi-mimpi yang sem...