"Kamu sengaja melakukannya?"
Satu nada dengan tinggi dinaikkan dua oktaf dari sebelumnya, menginterupsi langkah kaki Sohyun yang semula hendak berjalan masuk ke dalam kamarnya. Ia langsung terdiam begitu menyadari sosok yang saat ini tengah berdiri menatapnya.
"Kenapa tidak menjawab ibu? Sohyun apa kamu pikir mudah membesarkan anak keras kepala seperimu ini huh?"
Dengan lirikan tajam meskipun terselip sorot mata sendu didalamnya-- Sohyun serasa muak saja dengan semua yang telah dirinya jalani sejauh ini. "Bukankah sudah aku bilang jalani peran ibu seperti biasanya? Tidak usah pedulikan bagaimana aku diluaran sana, bukankah akan terdengar baik-baik saja kalau ibu pura-pura tidak peduli."
"Ji So Hyun," ucap Nara dengan suara yang dipelankan.
"Kalau aku keras kepala lantas kenapa ibu terus menggangguku, huh! Tidakkah ibu tau semakin ibu memperhatikan aku maka aku juga semakin membenci ibu," tandas Sohyun sembari berlalu berjalan beberapa langkah dari posisi awalnya.
"Anak itu kenapa semakin hari semakin membuatku cemas saja," gumam Nara sembari mengusap wajahnya tidak karuan. Pikirannya sedang kalut saat ini, bahkan dirinya juga sengaja tidak memilih berkencan malam ini bersama prianya diluar sana.
Dari arah lain mulai terdengar suara pintu terbuka, seakan mengundang perhatian Nara setelah menyadari kedatangan putra semata wayangnya datang dan menatapnya dengan datar- lagi.
"Oh, kamu sudah datang?"
"Apa yang ibu lakukan disana?" tanya Woojun sedikit bingung.
"Ah itu, tidak ada. Tadi ibu sedang mencari sesuatu saja, ah dimana ya ibu meletakkannya." Nara bergerak berusaha menghindari tatapan Woojun sesekali mencari-cari sesuatu yang sama sekali tidak diperlukan olehnya. "Ibu lupa, pergilah temui adikmu itu. Dia pulang dengan wajahnya yang memerah," lanjutnya.
Meski begitu Woojun masih nampak aneh dengan sikap sang ibu saat ini. Apakah mungkin ini efek dari percakapan waktu itu? Entahlah tapi dia hanya merasakan sang ibu sedikit lebih memperhatikan Sohyun, adik tirinya itu.
"Apa sebenarnya yang terjadi," gumamnya bertanya-tanya. Woojun juga sempat mengetuk pintu kamar Sohyun beberapa ssat tanpa ada respon dari dalam. Bukan penampakan yang aneh lagi baginya yang sudah terbiasa bersikap asing diantara mereka.
"Sohyun, ini aku. Apa kamu sudah tidur? Tadi ibu bilang kamu pulang dengan wajah yang memar, apa kamu terluka? Kakak membawakan kamu air kompresan." Woojun terus berceloteh di depan pintu kamar sang adik dan tetap saja tidak mendapat respon apapun.
"Pastikan kamu mengompresnya," lanjutnya sembari meletakkan nampan berisikan air dingin dan kain kecil tepat dihadapan pintu kamar Sohyun.
Dari arah yang tidak jauh disana, kakek Ji menyaksikan semuanya. Dia menatap cermat pada Woojun yang saat ini sudah kembali berdiri saat sebelumnya sempat berjongkok diatas lantai dingin rumah, dia bahkan telah menyadari bahwa sejak tadi dirinya tengah diperhatikan oleh sang kakek.
"Melihatmu begini sepertinya kamu sudah benar-benar beralih menuju dewasa Woojun. Apa itu?" tanya kakek Ji sembari melihat isi nampai yang tergeletak begitu saja diatas lantai.
Meskipun merasa gugup namun Woojun berusaha untuk tetap tenang disana, "Benda yang mungkin tengah dibutuhkan oleh Sohyun nanti, Kek."
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR DREAM ♣ End To Start [Taesso Ver.]
Teen FictionKenapa di Dunia ini ada nomor dua? Kenapa angka ini memaknai titik jatuh setelah hadir angka satu? Apa yang salah menjadi nomor dua? Sekadar mimpi dan juga harapan yang ia taruh selama ini pada keluarganya. Sekadar harapan akan mimpi-mimpi yang sem...