Pagi ini Sohyun sedang bersiap pergi ke sekolah. Dengan suasana yang sama dan tidak pernah berubah sedikitpun saat dirinya mulai melangkah menuju ruang makan. Hari ini dia sedikit melawan egonya demi sesuap roti agar maag-nya tidak kambuh.
"Ibu dapat telepon dari sekolah, kemarin bolos?"
"Tidak berselera," tukas Sohyun sembari meletakkan garpu dan pisau disana.
"Sohyun jawab Ibu!"
Woojun menatap ke arah Sohyun, tidak biasanya gadis itu melewatkan jam kelasnya.
"Ibu sudah, jangan paksa Sohyun."
Barulah Nara terdiam dan kembali mengontrol emosinya. Woojun menyadari pergerakan Sohyun langsung saja ia cegat lengan sang adik.
"Aku akan mengantarmu," ucap Woojun.
"Aku tidak mau."
Namun tenaga Sohyun kalah jauh dengan tenaga sang kakak. Ia hanya pasrah dan menurut saja untuk kali ini.
"Bagaimana sekolahmu?" tanya Woojun namun tidak ada tanggapan sekalipun dari bibir Sohyun.
"Ji Sohyun, mau sampai kapan kamu begini?"
Barulah Sohyun menoleh menatap Woojun.
"Apa akhir-akhir ini kamu lelah? Karena hidup tidak berjalan sesuai dengan mimpimu," tutur Woojun.
"Sangat lelah," ucap Sohyun nyaris tidak terdengar.
Woojun paham betul, karena mereka hanyalah korban dari hancurnya rumah tangga sang Ibu. Tangan Woojun terangkat hendar mengusap pelan rambut hitam Sohyun walau sang adik masih sibuk menatap keluar jendela mobil yang kini tengah melaju.
"Maafkan aku," seru Woojun.
Baru kali ini Sohyun diam saja menerima segala perlakuan Woojun padanya. Mungkin dari beberapa sisi, kakaknya itu tidak salah padanya. Hanya saja Sohyun yang selalu memberi batas setiap kali terbayang melihat perlakuan ibunya yang pilih kasih.
"Aku tidak butuh kata maaf darimu," ucap Sohyun dengan pedas.
Woojun tersenyum kecil setelah menghentikan laju mobilnya. Sebelum Sohyun turun dari mobil, ia sengaja mengambil syal rajut tebal miliknya.
"Pakailah. Jaga kesehatanmu kalau tidak mau minum obat," sindir Woojun.
Belum sempat menjawab, Sohyun sudah disuruh keluar dari mobil. Hingga mobil itu melesat pergi, semakin memudar dari penglihatan Sohyun.
"Lihat siapa?"
Sohyun berbalik menatap orang itu, "Bukan siapa-siapa."
"Kemarin pergi kemana?"
"Stop, aku tidak mau dengar pertanyaan ini lagi Jo Jihyun."
Jihyun menghela napas pelan, sampai seseorang berteriak melambaikan tangan padanya.
"Ayah," seru Jihyun dengan tersenyum senang.
Sohyun mengikuti arah pandang Jihyun, disana seorang laki-laki paruh baya tengah berjalan mendekat ke arah mereka.
"Kenapa Ayah kembali kemari?" tanya Jihyun.
Laki-laki paruh baya itu tersenyum seraya menyerahkan tas kecil pada Jihyun, "Ayah lupa memberimu bekal ini."
Jihyun tersenyum. Namun keberadaan Sohyun cukup menuai tanda tanya disana.
"Dia temanmu?" tanya Ayah Jihyun.
"Tidak," jawab Sohyun.
"Iya," jawab Jihyun.
Sohyun tersadar sejenak dan memberi salam hormat pada Ayah Jihyun disana, "Halo paman, nama saya Ji Sohyun."
Ayah Jihyun tersenyum lebar, "Lucunya kamu. Oh iya Jihyun sepertinya Ayah sudah harus pergi."
Jihyun mengangguk dengan melambai pelan pada sang Ayah yang kini mulai berjalan pergi. Sohyun melihat semuanya sejak tadi, menjadi saksi antara percakapan manis penuh kasih sayang tadi dalam diam. Dalam benaknya berandai-andai, bagaimana rasanya memiliki seorang Ayah?
"Sohyun," panggil Jihyun membuat lamunan Sohyun tersadar, ia kembali menatap ke arah Jihyun tanpa ingin berucap kata.
"Aku suka syalmu, beli dimana?" tanya Jihyun sembari menyentuh syal merah yang dikenakan oleh Sohyun.
Bukannya ditanggapi balik, Sohyun malah menangkis kasar tangan Jihyun hingga gadis itu hilang keseimbangan dan jatuh ke tanah.
"Jihyun kamu baik-baik saja?"
Sebenarnya Sohyun tidak berniat sampai membuat Jihyun jatuh begini. Dia hanya tidak suka sembarang orang menyentuh dirinya, termasuk syal pemberian Woojun selaku kakaknya ini.
Jihyun mengangguk pelan sesekali meringis kecil setelah menyadari sikunya yang terluka.
"Ayo kita ke UKS."
"Tidak usah aku baik-baik saja," tolak Jihyun.
"Lukamu nanti bisa infeksi Jihyun," tegasnya.
"Taehyung, aku bisa mengobatinya sendiri tanpa pergi ke UKS."
Sohyun masih disana menyaksikan semuanya. Saat netra Taehyung beralih menatap ke arahnya setelah kepergian Jihyun beberapa menit yang lalu.
"Aku tidak bermaksud," ucap Sohyun.
"Jihyun lebih butuh kalimat ini, bukan aku."
"Gong Taehyung," panggil Sohyun kembali menghentikan langkah pemuda itu disana.
"Aku hanya tidak mau kamu salah paham padaku. Terimakasih sudah membetulkan CCTV rumahku, tapi maaf aku tidak menerima lagi jasa kerjamu ini," ucap Sohyun.
TBC!!!
Vote komen jangan lupa ya guys. Bulan ini aku kejar target buat ending jikalau sempat ya. Mungkin bisa lebih karena aku narget cerita ini berakhir 35ribuan kata bisa lebih tergantung keinginan😂
Tinggalkan jejak yang banyak,
Makasih buat kalian semua yang masih setia mengikuti lanjutan jalan cerita ini♡
See you babay..
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR DREAM ♣ End To Start [Taesso Ver.]
Teen FictionKenapa di Dunia ini ada nomor dua? Kenapa angka ini memaknai titik jatuh setelah hadir angka satu? Apa yang salah menjadi nomor dua? Sekadar mimpi dan juga harapan yang ia taruh selama ini pada keluarganya. Sekadar harapan akan mimpi-mimpi yang sem...