Woojun duduk termenung dalam ruang sunyi. Hari ini sudah genap usianya menginjak dua puluh satu tahun, masih dengan beberapa tumpuk lembar kertas yang tersusun rapi diatas Meja kuasanya.
Sesekali ia menghembuskan napas dengan pelan. Memegang kembali lembar-lembar buku itu sembari membenarkan posisi kacamatanya, pena itu menari-nari diatas kertas. Tiada hari baginya tanpa berteman sunyi dengan ruangan ini. Woojun tumbuh menjadi anak yang penurut hingga mengontrol hidupnya saja ia tidak bisa. Jangankan sekadar membantu kesulitan adiknya, Sohyun. Hidupnya saja ia tidak tau akan seperti apa.
Mungkin lagi-lagi karena sang Ibu- Nara. Wanita itu sudah seperti pengatur dalam keluarga Ji, bahkan tanpa adanya lagi campur tangan seorang Ayah. Anehnya Woojun tidak pernah bisa membantah Wanita itu, walau seberapa banyak dia membenci sikap buruknya namun lagi-lagi dia hanya menunduk dan bersikap seolah pengecut.
Woojun kembali termenung memikirkan ucapan Sohyun tadi malam. Sebuah kalimat yang cukup membuat otaknya bekerja keras menyerap kata yang terselip didalamnya. Ia memalingkan kepala menatap daun-daun yang berjoget diterpa angin kencang. Hembusannya mampu menggugurkan puluhan daun kering disana.
Sohyun benar, harusnya semalam dia sedikit berani dan menahan sang Ibu untuk tidak bertingkah lagi dan membuat segalanya semakin runyam.
Klek!
Suara pintu terbuka."Kamu sibuk anakku?"
Nara- Wanita yang selama ini digadang-gadang sebagai Perempuan sempurna dalam dunia politik, ditambah double perannya dalam mengasuh dua anak sekaligus membuat orang luar terkagum-kagum.
Namun siapa sangka jika semua itu hanyalah ilusinya. Karena pada kenyataannya Wanita itu masih memiliki topeng lain disana, sisi gelap nan terjal yang tidak diketahui siapapun kecuali keluarganya.
"Sebentar lagi aku ada rapat," jawab Woojun. Ia menatap cermat wajah sang Ibu, "Bisa Ibu hentikan?"
Wanita itu- Nara balas menatap rupa sang anak masih dengan senyum rupawan yang terukir indah diwajahnya. Perlahan melangkah kecil mendekati kursi empuk tidak jauh dari posisinya berdiri.
"Apa maksudmu?" ujarnya sembari duduk santai.
Woojun berdengus kecil menanggapi kepura-puraan tidak pasti dari sang Ibu. Tangannya menggenggam erat pena hingga terlihat urat tangannya.
"Pikirkan lagi Sohyun," ucap Woojun.
"Sohyun kenapa?"
"Ibu masih tidak paham?"
Nara menatap bingung ke arah Woojun, anak pertama yang sangat ia suka dan di manja.
"Apa aku saja tidak cukup?" Woojun mengulangi kalimat ini lagi. Entah, beberapa hari lalu dia pernah mengutarakan kalimat demikian pada sang Kakek. Ia hanya tidak tahan setiap kali melihat bagaimana cara Sohyun menyikapi situasi, sang adik masih belia. Masih terus dalam tahap menemukan jati dirinya, lahir tanpa kasih sayang sudah cukup membuatnya terluka.
"Woojun, apa yang kamu bicarakan?" tanya Nara melembut sembari mengelus surai hitam milik sang anak. Wanita ini terlihat penuh kasih didepan putra pertamanya itu.
Woojun menangkis pelan tangan sang Ibu dan kembali menatap Wanita paruh baya itu dengan wajah serius. Serius sekali sampai senyum yang terukir indah dibibir Wanita itu memudar, lenyap di makan detik.
"Jangan terus kurung Sohyun, kalian sama-sama Perempuan-"
"Ibu sedang tidak ingin membahasnya," dingin Nara.
Woojun berdesis, ia sudah menduganya. "Apalagi? Karena Sohyun terlahir dari kesalahan?"
"Woojun!!" bentak Nara.
Woojun menggrebak mejanya, "Kalau begitu kenapa? Kenapa memilih berhubungan gelap dengan laki-laki lain dan melahirkan dia!"
"Cukup Ji Woojun!" ucap Nara penuh penekanan disetiap katanya.
"Pergilah, aku tidak ingin melihat wajah Ibu." untuk kali ini Woojun bersikap diluar kendali dan sedikit membangkang. Ia hanya berpikir kalau kehadiran Sohyun sejak memang tidak di inginkan, lalu kenapa hanya ada satu cara dan membuat mental Gadis itu terus terluka. Seorang adik yang sudah ia terima dengan berlapang dada meski mencoba menepis beberapa hal hingga dia sendiri ikut terseret dalam kebencian Gadis kecil itu.
Nara salah, dia titik masalah dalam lingkaran ini. Bahkan sampai detik ini pun Woojun masih membenci kebiasaan Wanita itu, dia benci saat melihat setiap malam Nara pergi berkencan diluar bersama laki-laki lain. Hanya karena dosanya sendiri, membuat gadis kecil seperti Sohyun harus menanggung pilunya hidup. Diasingi, dibenci, Woojun hanya tidak sanggup saja setiap kali menatap ke dalam sorot mata hitam milik Sohyun.
Keluarganya terlalu rumit. Woojun berjalan cepat sembari melonggarkan ikatan dasinya, hatinya sedikit lega setelah mengucapkan isi kepalanya tadi. Ia hanya ingin semua ini cepat berakhir, tapi kenapa malah tiada akhir.
Gelar Tuan muda pertama nyatanya tidak cukup membuatnya bangga. Dia tetap tidak bisa bebas, hidupnya terus dalam kekangangan sang Ibu. Setiap kali mengingatnya, ia merasa muak.
Mobil merah melesat pergi ikut menyela kendaraan bermotor lain dijalan raya. Woojun nampak masih kesal, tangannya menekan sesuatu yang sudah terpasang ditelinganya.
"Batalkan rapat hari ini, atur ulang lagi pertemuannya."
Meski suara diseberang tidak terdengar jelas, Woojun langsung mematikan sambungannya. Hari ini dia merasa benar-benar bersikap dewasa, hari ini juga untuk pertama kalinya dia berani berargumen dan membantah sang Ibu.
Woojun tidak bisa terus menjadi kelinci percobaan sang Ibu, ia tidak mau hidupnya terus berada dibawah genggaman Wanita itu.
Sohyun melihat dengan bingung kedatangan Woojun dihalaman Rumah. Di jam segini tidak biasa laki-laki itu berada diarea Rumah. Sejak tadi ia hanya duduk diam dibawah kursi ayunan. Meski ada banyak sekali pertanyaan yang ingin dia ucapkan pada Kakak-nya itu namun tidak bisa dan kembali ia tahan sebisa mungkin.
Bersikap acuh seperti semula seakan tidak menyadari keberadaan laki-laki itu disana.
"Aku pulang awal," ucap Woojun memecah keheningan disana.
Sohyun menolehkan kepalanya menatap Woojun dalam diam, "Kenapa aku harus tau? Hidupmu tidak ada urusannya denganku."
"Aku melakukannya, hari ini aku melawan Ibu."
Sohyun menatap kaget pada Woojun. Tentu, ia hanya merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
TBC!!!
Halo guys ketemu lagi ya, like komennya jangan lupa.
Kalimat bercetak tebal diatas merupakan majas, demi keperluan challenge ya.
Oh iya, untuk buku yang bakal terbit itu aku mutusin make nama "Arvee" ya dipanggil Vee juga. Judulnya Dreaming Of You terinspirasi dari lagu. Naskahnya udah sampai di penerbit tinggal nunggu aja xixi..
Mungkin setelah work ini tamat nanti. Jikalau memang kalian baca cerita ini hanya karena nama cast-nya, berberat hati bakal stop dari dunia fanfiction. Kenapa? Karena Aku pengen nulis cerita tanpa bayang² copyright, berat guys kalau timingnya selalu ngga pas tiap kali berpikir mau terbit cerita banyak yang nolak😭
Mungkin harus mulai lagi dari 0 huhu, keluar dari zona nyaman itu jujur ngga enak.
Thanks teruntuk kalian semua ya, terimakasih sudah mengikuti cerita ini dari awal♡
Cukup sekian, see you next.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR DREAM ♣ End To Start [Taesso Ver.]
Novela JuvenilKenapa di Dunia ini ada nomor dua? Kenapa angka ini memaknai titik jatuh setelah hadir angka satu? Apa yang salah menjadi nomor dua? Sekadar mimpi dan juga harapan yang ia taruh selama ini pada keluarganya. Sekadar harapan akan mimpi-mimpi yang sem...