6

42.8K 3.5K 31
                                    

Terimakasih sudah mampir di cerita 'Secret Imam'
Tolong tandai typo
*
*

Langga mengerutkan keningnya kala tak mendengar sahutan Sahna dari balik pintu.

Langga kembali mengetuk pintu. Namun, hasilnya tetap sama. Ia semakin khawatir kala tidak mendapat respon dari Sahna.

Langga membuang napas perlahan, lalu memutuskam untuk membuka pintu kamar Sahna secara perlahan.

Matanya membulat kala menatap Sahna yang tergeletak di lantai tak sadarkan diri, dengan langkah cepat ia membopong tubuh Sahna menuju lantai dasar.

"Umi!? Abi!?" panggil Langga sedikit mengeraskan suara sesampainya di lantai dasar.

"Astagfirullah! Sahna?" khawatir Umi Lea berjalan cepat menghampiri Langga yang menggendong Sahna ala bridal style.

"Abi!?" panggil Umi Lea.

Abi Abram yang baru selesai makan malam dan hendak pergi ke Masjid untuk solat Isya tertunda kala melihat sang putri yang tak sadarkan diri di gendongan Langga.

"Cepat bawa ke rumah sakit sekarang! Biar Abi siapin mobil. Umi? Tolong telpon Ibran, bilang kita mau kesana." tegas Abi Abram berlalu menyiapkan mobil. Umi Lea yang mendengar penuturan sang suami lalu menelpon Ibran, memberi tahu bahwa Sahna tak sadar dan mereka hendak pergi ke rumah sakit.

"Ayo, Nak! Kita bawa ke mobil!" ucap Umi Lea setelah Abi Abram menghentikan mobilnya di pelataran Ndalem.

"Assalamualaikum, Bu Nyai? Ada apa ini?" tanya Ustadz Usman.

"Waalaikumsalam! Titip pesantren ya Ustadz Usman? Kami mau ke rumah sakit dulu. Assalamualaikum!" pamit Umi Lea lalu masuk ke dalam mobil.

Kejadian barusan, membuat para santri terkejut. Mereka berpikir, bagaimana Ning mereka di gendong oleh seorang pria yang bukan mahramnya? Karena, sebelumnya para santri tidak tahu bahwa Ning mereka sudah di khitbah oleh pria yang sedang menggendong Ning mereka tadi.

Berbeda dengan para Ustadz, Ustadzah dan para abdi ndalem yang sudah mengetahui perihal Langga yang sudah menjadi mahram Sahna.

Mobil yang di kendarai Abi Abram sampai tepat di depan rumah sakit. Terlihat, Ibran dan Dokter berhijab berada di sampingnya yang bernama Rasya sedang membantu para perawat membawa brankar menuju mobil Abi Abram.

Dengan segera Langga membaringkan tubuh Sahna di atas brankar itu. Kemudian, Sahna di bawa ke ruang UGD.

"Umi tenang, sekarang Ibran periksa Adek dulu." ucap Ibran sebelum masuk ke ruang UGD.

"Bi ... ?" lirih Umi Lea menatap sang suami yang terlihat gusar, dan lihat lah peci yang di gunakannya sudah miring.

Abi Abram yang mendengar lirihan sang istei lalu mendekap Umi Lea, "Umi tenang aja, Sahna nggak papa kok."

Sedangkan Langga? Pemuda itu bersender tembok dengan tatapan khawatir, tak henti-hentinya ia terus saja merapalkan doa untuk keselamatan sang istri, Sahna.

Umi Lea mendongak, menatap sang suami yang juga tengah menatapnya. "Sahna tadi kehujanan, Bi."

Abi Abram memejamkan matanya rapat, ia benar-benar kecewa pada dirinya yang masi belum mampu menjaga sang putri hingga terkenahujan.

Ia tahu benar, bahwa fisik sang putri sangat lemah. Sehingga, terkena hujan saja sang putri sudah demam. Abi Abram membuka matanya kala mendengar isakan sang istri, lalu mengecup lembut kening sang istri.

"Udah ... mending kita solat Isya dan berdoa untuk Sahna." celetuk Abi Abram setelah mendengar adzan Isya selesai berkumandang.

Umi Lea mengangguk lalu menatap Langga yang memejamkan matanya dengan bibir komat-kamit yang sepertinya sedang merapalkan doa. "Langga? Sebaiknya kita solat Isya dulu dan berdoa untuk Sahna." ucap Umi Lea.

"Iya, Umi." jawab Langga. Kemudian, ketiganya berjalan menuju Mushola rumah sakit.

***

Setelah Abi Abram, Umi Lea dan Langga selesai solat, mereka kembali ke ruang tunggu UGD.

Ceklek

Pintu ruang UGD terbuka, terlihat Ibran berjalan mendekati orang tuanya dan juga Langga yang berada di samping Abi Abram. 

"Gimana keadaan Adik kamu, Bran? Tadi Umi sentuh keningnya panas banget." tanya Umi Lea dengan raut khawatir.

Ibran tersenyum tipis, "Sahna nggak papa kok, Mi. Sekarang suhu badannya udah mulai turun, udah di bolehin pulang juga."

Ketiganya menghembuskan napas lega. "Alhamdulillah ... " lirih mereka.

"Langga? Apakah kau sudah memberi tahu Abah dan Umma mu tentang Sahna?" tanya Abi Abram menatap Langga.

Langga mengangguk, "Udah, Bi. Mungkin sebentar lagi mereka akan sampai disini.

Abi Abram mengangguk kemudian ketiganya memasuki ruang Sahna. Sedangkan Ibran? Ia sudah kembali pada pekerjaannya untuk mengecek pasien lain.

Langga menatap sayu Sahna yang sedang terbaring tak sadarkan diri di atas brankar. Ia benar-benar sedih melihat Sahna yang biasanya ceria terbaring lemah seperti sekarang ini.

"Assalamualaikum ... " salam Abah Inayat dan Umma Nara memasuki ruangan.

"Waalaikumsalam ... " ucap ketiganya.

"Gimana keadaan Sahna, Mbak Lea?" tanya Umma Nara lalu mendekat pada brankar Sahna.

"Alhamdulillah ... cuma demam biasa, tinggal nunggu sadar aja, Mbak Nara."

Umma Nara tersenyum lalu menatap sendu sang menantu yang tengah terbaring.

Ponsel Langga berdering tanda ada yang menelpon, ia menatap kedua orang tuanya dan dua mertuanya, "Maaf, Langga angkat telpon dulu ya, Ummah, Abah, Abi, Umi?" keempat mengangguk kemudian Langga keluar ruangan untuk mengangkat telepon tersebut.

"Gimana kabar sampean, Bram?" tanya Abah Inayat.

"Alhamdulillah ... kulo baik, sampean sendiri, gimana kabarnya?" tanya Abi Abram.

"Alhamdulillah, seperti yang sampean lihat, kulo sehat."

"Assalamualaikum, " salam Langga.

"Waalaikumsalam," jawab keempatnya.

"Maaf, Umma, Abah, Abi dan Umi. Langga harus pamit ke Kafe, karena ada urusan penting sekalian mau bayar administrasi Sahna."

"Tidak usah, Langga. Biar Abi aja yang bayar administrasi Sahna," cegah Abi Abram.

Langga tersenyum, "Terimakasih, Abi. Tapi ini sudah menjadi kewajiban Langga seorang suami untuk Sahna. Kalo begitu Langga pamit dulu, Assalamualaikum ... " ucap Langga di balas salam dari keempatnya sebelum berlalu.

Keempat paruh baya itu tersenyum melihat kedewasaan dan tanggung jawab seorang Langga. Orang tua mereka tidak salah telah menjodohkan keduanya.

Walau Langga masih seorang pelajar, ia sudah mempunyai dua Kafe dan satu Restoran, pantas saja ia sudah mampu menafkahi Sahna.

Setiap minggu atau bulannya, ia selalu memberikan Sahna nafkah, walau lewat sang Abi. Bahkan uang spp Sahna, Langga lah yang membayarnya saat Sahna sudah menjadi tanggung jawabnya. Dan semua hal itu tanpa sepengetahuan Sahna.

o0o

o0o

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Secret Imam (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang