34

22K 1.9K 9
                                    

Terimakasih sudah mampir di cerita 'Secreet Imam'
Tolong tandai typo
*
*

Deri menarik pelatuk pistolnya dengan perlahan.

"STOP!" suara Riko menggema di penjuru ruangan. Ia menetralkan nafasnya yang terengah-engah lalu memperlihatkan sebuah video cctv berdurasi 30 detik itu lewat ponselnya.

Deri melihat video dengan tangan mengepal erat. Mulai dari Nina yang di tabrak truk dan kehadiran Lea yang membantu Nina dan kehadiran Deri yang tampak marah karena kesalah pahamannya terhadap Lea.

Bagaimana Deri tidak salah paham? Kala itu Lea menghentikan motornya tepat di depan Nina yang sudah tergeletak bersimbah darah.

Deri memicingkan matanya melihat supir truk itu. Ia menggeram marah, ia tahu benar siapa supir truk itu yang ternyata musuh bebuyutannya.

Deri menyerahkan ponsel itu lalu dengan langkah cepat keluar dari ruangan itu diikuti para anak buahnya. Sebelum  berlalu ia sempat mengatakan kata maaf atas kesalahpahaman yang tlah terjadi. Tak lupa juga, anak buah Deri melepaskan rantai yang merantai tubuh Sahna.

Langga berlari kearah Sahna yang tak sadarkan diri lalu membopongnya keluar gedung itu diikutin yang lainnya. Sebelum itu ia melempar kunci mobilnya pada Kamal tanpa berkata sepatah kata pun.

"Bawa ke mobil Opa, Langga!" titah Opa Denan tak kalah khawatir dengan Langga.

Langga mengangguk, masuk ke dalam mobil Opa Denan. Sedangkan mobilnya? Ia serahkan pada Kamal dan Deni.

Disisi lain, Kamal dan Deni menatap mobil Langga dengan ekspresi bingung seraya menggaruk tengkuk mereka. Kemudian keduanya saling menatap lalu mendesah kesal.

"Ane nggak pande nyetir cok," ucap Kamal menatap sedih mobil Langga.

"Ane juga, cok ... " ringis Deni.

"Ekhem!" dehem seseorang dari belakang keduanya.

Spontan, keduanya menoleh ke belakang menatap seseorang itu yang ternyata Ustadz Afis. Ustadz Afis menaikkan sebelah alis matanya seraya menadah satu tangannya kearah Kamal.

Kamal dan Deni mengerutkan kening mereka. Kamal terdiam lalu mengangguk paham, kemudian ia merogoh saku bajunya lalu mengeluarkan uang dua ribu rupiah kemudian menaruhnya di atas telapak tangan Ustadz Afis.

Ustadz Afis menatap datar Kamal lalu menjitak kening Kamal. "Maksud saya itu, kunci mobil yang ditangan itu serahin sama saya. Kaya bisa aja lu berdua nyetir," lalu menaruh uang dua ribu itu di saku baju Kamal.

Kamal dan Deni tertawa garing om Kamal menyerahkan kunci mobil itu pada Ustadz Afis.

***

Langga berdiri bersandarkan dinding seraya menunduk. Tak henti-hentinya ia merapalkan doa untuk Sahna sejak tadi.

Saat ini hanya bersama Opa Denan, Riko dan Abah Inayat yang berada di depan ruang IGD, sedangkan para santri yang bersama Abah Inayat tadi sudah kembali ke pondok terlebih dahulu.

"Gimana sekarang keadaan, Sahna?" tanya Abi Abram sesampainya di depan ruang IGD.

Setelah mendengar kabar Sahna yang di larikan ke rumah sakit. Keluarga besar Abi Abram dan keluarga besar Abah Inayat langsung menuju Rumah Sakit yang di katakan Opa Denan. Terkecuali Rey yang sengaja di tinggal di ndalem bersama para Ustadzah karena tertidur akibat terus menangis membuat bocah itu kelelahan.

"Gimana keadaan Sahna, Pa?" tanya Umi Lea yang berlinang air mata pada Opa Denan yang sedang duduk seraya menunduk menatap lantai.

Opa Denan berdiri lalu mengelus puncak kepala Umi Lea, "Sahna nggak papa kok, kita yang sabar, ya?" ucap Opa Denan lembut.

"Kita berdoa untuk Sahna, ya?" lanjutnya di angguki Umi Lea.

Semuanya terdiam lalu duduk di bangku menunggu Sahna keluar dari ruangan itu. Tak lama kemudian pintu ruangan di buka oleh seorang Dokter wanita berpakaian muslimah.

Langga segera menghampiri Dokter tersebut, "Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" khawatir Langga.

Dokter tersebut tersenyum, "Tidak ada yang perludi khawatirkan. Pasien hanya kelelahan saja, karena janin yang di kandungnya membuatnya sangat lemah. Untuk sekarang, pasien sedang beristirahat." jelas Doket tersebut.

Semua terdiam mendengar penuturan Dokter tersebut. "Maksud ... Dokter, istri saya ... hamil?" ucap Langga dengan suara bergetar.

Mereka semua mengucapkan hamdallah kala menyadari ucapan Dokter tersebut.

Dokter itu mengangguk seraya tersenyum, "Apakah sebelumnya, Bapak tidak mengetahui jika pasien tengah mengandung?"

Langga menggeleng lemah, "Berapa usia kandungan Istri saya, Dok?" lirih Langga.

"Tujuh minggu. "

Langga yang mendengar itu kemudian masuk kedalam ruangan setelah mengucapkan terimakasih. Matanya terpaku menatap Sahna yang tengah terlelap di atas brankar. Sedangkan yang lainnya menunggu di luar ruangan memberi   ruang untuk Langga bersama Sahna.

Langga menatap haru perut rata Sahna, "Maa syaa Allah ... Anak Ayah ... " lirihnya menitihkan air mata kemudian mengecup kening Sahna lama.

Kemudian Langga duduk di bangku samping brankar Sahna lalu mengusap pelan kening Sahna dan beralih mengusap perut rata Sahna, "Alhamdulillah ... Terimakasih ya Allah, telah menitipkan malaikat kecil untuk kami."

Sahna menggeliat kala merasakan elusan di perutnya. Perlahan, matanya terbuka dan menatap Langga yang tengah  menatapnya.

"Ada yang sakit, Humaira?" tanya Langga lembut seraya mengusap pipi Sahna.

Sahna tersenyum seraya menggeleng pelan, lalu tangannya menarik tangan Langga yang berada di pipinya untuk digenggamnya.

"Wahai Zauji, mengapa dirimu terlihat senang sekali? Padahal aku lagi lemes demes gini loh, bagaikan tubuh tak bertulang."

Langga terkekeh pelan lalu tangan kirinya mengusap perut Sahna dengan senyum yang tak luntur sedari tadi. "Wahai Zaujati, bahwanya di dalam perut ini ada rezeki dari Allah yang untuk kita jaga."

Sahna terdiam, otaknya yang sedikit lemot itu jelas membuatnya bingung, dan ... "Hah?" bingungnya.

Tangannya yang sedang di genggam Sahna lalu di tariknya lalu kecupnya, "Lihat lah, Nak. Bunda mu benar-benar lemot."

Sahna membulatkan mata lalu menatap perutnya yang di usap Langga, "Rey!? Kamu di dalam perut, Bunda!?" shok Sahna membuat Langga spontan menepuk kening.

***

Secret Imam (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang