14

35.5K 2.9K 34
                                    

Terimakasih sudah mampir di cerita 'Secret Imam'
Tolong tandai typo:)
*
*

Sore ini Langga mengendarai motor klx-nya dengan kecepatan normal dengan menggantungkan sekantung plastik berisi mie ayam di stang sebelah kirinya.

Langga tersenyum ke arah satpam yang membuka gerbang mansion Opa Denan. "Terimakasih, Mang Acep!" ucap Langga dan berlalu setelah mendapat anggukan dari Mang Acep.

Langga menyagak motornya lalu melepas helm di kepalanya.

Tin! Tin! Tin!

Suara klakson mobil yang di kendarai Opa Denan. Langga turun dari motornya dengan menenteng kantung plastik berisi mie ayam lalu menghampiri Opa Denan dan Oma Iren yang baru saja turun dari mobil.

"Assalammualaikum, Oma? Opa?" salam Langga seraya menyalami punggung tangan kedua lansia itu.

"Waalaikumsalam. Kaya biasa ya, Lang?" tebak Opa Denan di angguki Langga.

Oma Iren mengerutkan kening kala melihat mansionnya teriasa sepi. Tidak biasanya seperti ini, biasanya saat mendengar klakson mobil pasti pintu utama di buka oleh Bik Jum atau maid yang lain. Tetapi kini? Sepi bagaikan tak berpenghuni.

"Tumben sepi banget? Biasanya Sahna bakal lari ke luar pas denger klakson mobil." celetuk Opa Denan di amgguki Oma Iren.

"Yaudah yuk masuk!" pungkas Oma Iren di angguki dua lelaki berbeda usia itu.

"Opa heran loh sama Sahna, Lang. Setiap hari selalu makan mie ayam nggak bosen-bosen. Pas di tanya bosen apa enggak, jawabnya enggak!" heran Opa Denan di balas kekehan dari Langga.

Langga membuka pintu utama. Matanya membola kala melihat lantai terdapat banyak noda dari yang berasal dari kepala Sahna yang mengalir deras.

"SAHNA!" pekik Opa Denan dan Oma Iren.

Langga menjatuhkan kantung plastik itu. Lalu berlari menghampiri Sahna yang terkapar lemah di lantas tak sadarkan diri dengan darah segar yang terus mengalir di bagian kepalanya.

"Na!? Sahna!?" panggil Langga lalu menggendong Sahna ala bridal style.

"Cepat bawa ke mobil!" titah Opa Denan. Sedangkan Oma Iren sudah menangis sesenggukan melihat keadaan sang cucu.

Opa Denan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, Oma Iren di bangku penumpang samping pengemudi sudah menangis sesenggukan sedari tadi. Langga memangku kepala Sahna, ia menatap sendu sang istri yang sudah tak sadarkan diri.

"Opa cepetan!" desak Oma Iren saat melirik Sahna yang terus mengalirkan darah di bagian kepalanya.

"Ini udah cepet, Oma! Mending Oma teplon Ibran sekarang!" sahut Opa Denan.

"Telpon Opa! Bukan teplon!" prustasi Oma Iren tak urung ia juga melakukan yang di perintahkan Opa Denan.

"Bran? Siapkan brankar sekarang! Oma udah mau sampe di rumah sakit!" titah Oma Iren setelah telpon tersambung.

"Siapa yang sakit, Oma? Jangan bikin panik deh!"  panik Ibran di seberang sana karena mendengar suara isak sang Oma.

"Udah cepetan, Ibran!" kesal Oma Iren lalu mematikan telpon sepihak.

Tin! Tin! Tin!

Opa Denan membunyikan klakson mobilnya kala seorang pengendara motor melajukan motornya sangat pelan di gerbang rumah sakit.

Oma Iren menyembulkan kepala ke jendela lalu menatap sebal pengendara itu yang menghentikan motornya kala mendengar suara klakson.

"WOY! MINGGIR SEMPRUL! MALAH NGALANGIN jalan GUE LU! KAGAK TAU APE CUCU TERSEYENG GUE SEKARAT!" pekik Oma Iren mengalihkan atensi orang-orang yang berada disana.

"Oma!" tegur Opa kesal.

Oma Iren meneguk ludahnya cepat, "MINGGIR WOY! ASTAGHFIRULLAH!" pekik Oma Iren nyaring. Spontan pengendara motor itu melajukan motornya keluar area rumah sakit dengan kecepatan di atas rata-rata.

Kemudian Opa Denan melajukan mobilnya dan menghentikannya tepat di depan pintu utama ramah sakit.

Terlihat Ibran dan beberapa suster di belakangnya tengah mendorong brankar ke arah mereka. Dengan segera Langga membaringkan tubuh lemah Sahna di brankar.

Tampak dari wajah Ibran terlihat sangat panik dan khawatir kala melihat Sahna yang sudah tak sadarkan diri dengan darah yang mengalir segar di bagian kepala.

"Cepat bawa UGD!" pekik Ibran kemudian para suster mendorong brankar Sahna ke ruangan UGD.

Langga mengusap wajahnya gusar. Ia benar-benar panik kala melihat Sahna yang seperti tadi.

Oma Iren sedari tadi terus saja menangis di pelukan Opa Denan, keduanya benar-benar khawatir dengan keadaan Sahna.

"Opa mau teplon, Lea dulu." celetuk Opa Denan mengurai pelukan.

"Telpon ... Opa! Not teplon!" kesal Oma Iren yang masih sesenggukan.

Opa Denan hanya acuh lalu menekan nama Lea di kontak ponselnya.

"Assalammualaikum! Cepat datang ke rumah sakit Medika Sara!"

"Waalaikumsalam, Pah. Siapa yang sakit, Pah!?" panik Umi Lea di seberang sana.

"Sahna! Cepat kesini! Assalamualaikum!"

"Waalai-"

Tut!

Belum sempat Umi Lea mengucapkan salam, Opa Denan langsung mematikan telepon sepihak. Opa Denan melirik Langga yang bersender dinding dengan raut wajah gusar.

"Lang? Kamu udah bilang orang tua kamu?" tanyanya.

Langga menoleh kearah Opa Denan seraya menggeleng lirih. "Yaudah, biar Opa aja yang kabarin mereka."

o0o

Secret Imam (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang