Jinny duduk diatas ranjang, pandangan kosongnya menatap lurus ke depan. Entah apa yang sedang bersarang di dalam pikirannya hingga tidak menyadari keberadaan Changbin yang terus menantikan perubahan mimik wajah.
"Apa yang Noona pikirkan?" Tanya Changbin pada akhirnya.
Jinny tersentak dari lamunan, dan menggeser sedikit arah kepala ke sumber suara yang didengarnya. "Tidak ada apapun." Jawabnya singkat.
Desahan singkat keluar dari bibir Changbin. Tidak ada apapun yang dikeluarkan oleh kakaknya tidak berarti benar-benar tidak ada apapun disana. Changbin meyakini bahwa ada benang kusut didalam pikiran Jinny yang membuat Changbin merasa buruk.
"Apapun itu, jika Noona memiliki keluhan tolong, jangan sungkan untuk memberitahu ku. Aku merasa buruk jika tidak dapat melakukan yang terbaik untukmu, Noona."
Selalu menjadi Changbin-nya. Setelah lama berpisah, Changbin tetap menjadi Changbin milik keluarganya. Begitu peduli dan selalu peduli. "Apa. . . . Apa kau masih marah pada kakak mu, hum?"
Changbin membuang muka, meskipun Jinny tidak dapat melihat raut kekecewaan darinya tapi Changbin tidak mampu untuk menatap kedalaman mata Jinny seolah dia masih sama. Mampu melihat segala emosi yang dimilikinya.
"Aku tidak akan pernah memaafkan, Hyung. Terutama setelah apa yang menimpamu sebelumnya." Ujar Changbin tidak menutupi apapun.
Tangan Jinny merayap, mencari keberadaan tangan besar adiknya yang hangat. "Aku tau kau sangat marah. Tapi bisakah kau memaafkan kakak-mu hum. . . . Dia tidak benar-benar bersalah. Jika aku tidak jatuh cinta pada dia (Minhyuk) aku yakin oppa tidak akan pernah merayu ayah. Ini semua murni karena Seokjin Oppa sangat peduli denganku. Jadi jika ada yang harus disalahkan, tentu itu aku sendiri."
"Dia yang membawa bajingan itu kehadapan kami. . ."
"Kumohon Changbin. Demi aku. Aku sudah merasa buruk dengan banyak hal yang telah terjadi pada keluarga kami. Aku benar-benar merasa sangat buruk telah membuat kalian menjauh. Jika aku tidak jatuh cinta. Jika aku tidak benar-benar bodoh untuk mengetahui kebenaran. . . . Keluarga kami akan baik-baik saja." Satu air mata lolos dari pelupuk mata Jinny. Dan hal tersebut tidak dapat diterima oleh Changbin.
Changbin meraup wajah Jinny dan menghapus air matanya. "Itu tidak benar. Kumohon jangan lakukan itu. Jangan menangis. Noona tau, aku tidak ingin Noona bersedih apapun yang terjadi. Aku janji. . . Aku berjanji tidak akan bermusuhan dengan Hyung lagi. Tapi kumohon, jangan pernah menangis."
Licik! Jinny benar-benar licik. Dia tau, bahwa Changbin-nya akan melakukan apapun demi tidak adanya air mata dari Jinny dan dia melakukannya.
"Kau berjanji?!" Tanya Jinny lagi untuk memastikan.
Dengan cepat dan ribut, Changbin menganggukan kepalanya. "Ya! Aku berjanji tidak akan memusuhinya lagi."
Mendengar janji itu, senyum Jinny tidak tertolong untuk tertarik.
.
.
.
.
.Jungkook membawa mobilnya terparkir di parkir rumah sakit tempat dimana Jun-myeon berada.
"Kenapa kita kembali ke tempat ini, hum?!" Tanya Jungkook penasaran dengan rencana Yoongi.
"Aku akan menemui senior Kim. Dan meminta akses untuk memasuki mansion mereka."
"Apa kau gila, Hyung?! Meminta akses?! Pikirmu siapa kau, Hyung?! Bahkan aku saat bersama Denise tidak semudah itu untuk bisa menginjakan kaki kesana. . . . . Sebaiknya kau lupakan ide konyol mu. Sebelum kau merasa malu." Ujar Jungkook memberi saran pada Yoongi untuk ide gilanya.
Yoongi mendengus keras dan pergi meninggalkan Jungkook begitu saja.
.
.
.
.
.
Di dalam ruangan Dr. Kim, Yoongi terduduk diatas sofa, menantikan kehadiran Dr Kim yang tengah bertugas di bangsal.Tidak memerlukan waktu lama untuk menunggu dan Dr Kim datang.
"Aku yakin ada hal besar yang terjadi, yang membuatmu datang dan ingin segera kembali untuk menemui ku. (Yoongi tersenyum saat mendengar perkataan itu keluar dari mulut Jun-myeon.) Katakan! Apa itu, Yoongi?!"
Yoongi menghela nafasnya panjang. Sebelum akhirnya menceritakan kronologi dengan Jinny secara runut termasuk keterlibatannya dengan Kim Minhyuk. Tidak ada yang ditutupi. Dan dia hanya menguatkan diri sendiri. Jika Jun-myeon akan datang dengan kutukannya.
Namun apa yang terjadi diluar ekspektasi. Jun-myeon hanya menghela nafas dan merasa kasihan pada kedua belah pihak.
"Jadi apa rencanamu?" Tanya Jun-myeon penuh simpati.
"Maafkan aku. Tapi aku mengikuti Jinny sepanjang hari dan aku mendapati dirinya berada di Mansion keluarga Kim. . ."
"Hmmmm.. . .. ya! Jinny akan tinggal dengan kami. Adik ku Denise telah menikah dengan Changbin dua tahun yang lalu sebelum tuan Park meninggal. Dan dia tinggal di Mansion kami. Ada apa dengan itu?"
"Aku hanya ingin bertanggung jawab. Tidak perduli apakah Jinny akan mengandung anakku atau tidak. Tapi kami telah menghabiskan malam bersama. Dan aku berkewajiban untuk bertanggung jawab atasnya. Jadi bisakah Suho Hyung membantuku. Bantu aku untuk berada dekat dengannya. Aku tidak akan mengacaukan Jinny aku. . ."
"Aku tau apa maksudmu. Apa tidak masalah jika kau menjadi perawat untuknya. Seperti yang kau ketahui, dia buta. Dia memerlukan seseorang untuk berada di sisinya. Pikirkan dan bicarakan semuanya dengan keluargamu. Aku yakin tuan Min memiliki pemikiran yang jauh lebih mulia dari pemikiran ku. Dan nyonya Min dia akan membantumu dengan banyak hal."
Yoongi memikirkannya. Ya dia belum memberitahu keluarganya. Dia belum menceritakan apapun pada ibunya. Meskipun akan ada bom yang meledak di Mension Min namun Yoongi yakin ibunya akan tetap membantunya untuk Jinny.
Tanpa berfikir panjang, setelah mendapatkan persetujuan dari Jun-myeon, Yoongi bergegas ke mansion Min dan menjelaskan pada kedua orangtuanya.
Jun-myeon menatap punggung Yoongi yang semakin menjauh dan dia bergumam.
Licik! Benar-benar licik.
KAMU SEDANG MEMBACA
True Colour🔞🔞🔞🔞🔞🔞
Fanfictiontidak ada deskripsi. penasaran langsung baca saja ya.