Hoho, holla.
Happy reading manteman
Jan lupa vote and comment yups_________________
Sapuan lembut dipipi kanan, membuat Freya membuka kembali matanya. Abian berhasil mengunci pandangannya. Freya menahan napas gugup, tubuhnya sedikit menggeliat saat merasakan pinggangnya ditarik lalu diusap dengan gerakan teratur.
Freya ingin sekali bersuara ketika wajah Abian semakin mendekat, namun seakan bisu tidak ada satupun kata yang keluar dari mulutnya. Itu, bukannya lelaki ini sedang marah. Biasanya orang marah tidak pernah mau berdekatan tapi kenapa laki-laki satu ini semakin mengikis jarak diantara keduanya.
"Bi--"
Suara Freya tertahan diudara, matanya terbelalak kaget mendapat serangan mendadak itu. Sejujurnya sudah terduga akan berakhir seperti apa tindakan Abian barusan. Lelaki itu mempertemukan bibir mereka saat Freya berniat mempertanyakan apa yang akan dia lakukan.
Terlambat, karena saat satu suku kata keluar dari mulutnya, Abian menggunakan kesempatan itu untuk mencium Freya.
"Thanks." Bisik Abian dengan tangan yang masih mengelus pipi sebelah kanan Freya.
Freya berdehem saat kesadaran kembali menghampirinya. Matanya menatap lurus pada mata Abian, menunggu kalau-kalau dia akan kembali mengatakan sesuatu.
"Sore ini kita ke makam ayah."
"Ayah?"
"Iya, gue mau minta restu sekalian ngelamar lo disana."
Ngelamar di pemakaman? Yang benar saja!
"Gak mau."
Mendorong Abian menjauh sebelum akhirnya berbalik menuju pintu keluar. Freya mendengus kesal. Semua orang tau cara berpikir Abian sangat tidak normal. Siapa lelaki di dunia ini yang merencanakan lamaran di kuburan. Dikira saksinya para setan yang ada didalam kubur gitu. Gila emang.
"Frey tunggu."
Freya menghela napas sebelum berbalik, tatapannya tertuju pada lengannya yang saat ini sedang digenggam Abian.
"Apa?"
"Lo gak mau gue lamar?"
"Gak mau!"
"Kok nge-gas sih? Inget umur Frey."
Monmaaf, ada ya orang mau di lamar tapi di rosting dulu?
"Lo ngatain gue tua?"
"Bukan itu maksud gue. Masih aja baperan."
"Siapa yang baperan sih?!" dengan sekali hentak tangan mereka terlepas. Freya kembali membalikkan tubuh.
"Apa gue salah kalau mengingatkan usia lo saat ini?"
Freya yang tadinya berniat keluar dari kamar Abian akhirnya kembali menghentikan langkahnya, menarik napas dalam sebelum akhirnya akan membalikkan kembali badan. Belum sempat berbalik, Freya mengerjap merasakan kedua lengan yang melingkar diperutnya.
"Usia lo udah mateng untuk menikah Freya, dan lo tau sendiri berapa usia masa menopause wanita. Emangnya lo gak mau mengandung anak-anak gue?"
"Gak usah lo ingetin, gue tau."
"Ya makanya. Kalau gue sih akan menunggu, berapapun usia lo untuk siap menikah. Tapi ini bukan membicarakan kebahagiaan kita aja, Frey. Ada orang tua yang menginginkan cucu dari pernikahan kita."
"Orang tua kita udah sama-sama gak ada. Orang tua mana yang lo maksud itu?"
"Jelas orang tua gue, wali gue, Robbin dan bu Ayu. Gue juga tau ayah lo sangat menginginkan cucu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Miracle
Roman d'amourSetelah kepergian ayah tercinta, seharusnya membuat Freya Jovanka merasa terpuruk karena satu-satunya orang yang berpengaruh dalam hidupnya telah pergi. Tetapi sepertinya Tuhan masih sangat menyayangi Freya. Kehidupannya amat sangat damai sentosa di...