"Apa-apaan ini?!" Seru Freya pada beberapa orang bertubuh besar yang sedang mengeluarkan barangnya dari dalam rumah. Koper, tas dan beberapa barang lainnya sudah terlantar dengan malang didepan pintu. Freya yang baru saja pulang dengan wajah lesu dan tubuh letihnya berniat untuk berendam setelah berada dirumah tapi sayangnya saat ia tiba keadaan tidak masuk akal terjadi.
Orang-orang itu tetap keluar masuk rumah tanpa mengubris ucapan Freya. Karena kelas ia langsung berlari mencoba masuk kedalam rumahnya sendiri namun, belum sempat ia masuk seseorang dari dalam sudah menahan tubuhnya dan mendorong kembali Freya dengan lembut.
"Bu Freya." Suara itu membuat Freya mendongak dan mata Freya langsung membulat saat mengetahui siapa pemilik suara tersebut.
Dia adalah lelaki yang tadi pagi mengunjungi tokonya. Siapa namanya. Robot?
"Anda? Sedang apa anda dirumah saya?!" Freya tak tanggung-tanggung berteriak didepan wajah lelaki itu dan menghentakkan tangannya dengan paksa.
"Seperti yang sudah saya bicarakan sebelumnya, ibu Freya sudah bisa menempati rumah barunya dan untuk rumah yang ini sudah kami atasi dengan mengosongkan terlebih dahulu isinya dan akan kami jual sesuai kesepakatan."
"APA?! DIJUAL?" Tanya Freya yang sudah tidak bisa menahan emosinya.
"Betul. Tapi bu Freya tenang saja karena uang seratus persen akan menjadi milik anda."
Wajah merah padam menahan emosi pun berganti dengan pucat pasi, Freya sampai memijat kepalanya yang tiba-tiba berdenyut mendengar ucapan si Robot itu. Rumah yang penuh kenangan itu harus dijual? Yang benar saja.
Berada didalam rumah itu membuat Freya merasa aman dan nyaman, rumah yang selalu diisi oleh kehangatan ayah masih tersa walau beberapa hari ini terasa dingin tapi tetap saja Freya seperti masih bisa merasakan kehangatan sang ayah.
Dirumah itu tempat satu-satunya Freya bisa merasakan keberadaan ayah, jika rumah itu harus dijual lalu Freya harus bagaimana jika rindu pada ayah?
"Bu Freya.." Robbin memegang bahu Freya lembut.
Freya tersentak berbarengan dengan air matanya yang menetes. Freya kembali menatap orang didepannya ini dengan sendu, tidak berniat menghapus air matanya untuk menunjukan bahwa ia tidak terima dengan keputusan yang tidak jelas itu.
"Mari saya antar anda ke rumah baru."
Freya menatap lelaki itu tidak percaya. Pandangannya tidak lepas menatap pergerakan si robot yang sibuk memasukkan barangnya kedalam mobil sampai kembali menghadap dirinya.
"Mari." ucap Robbin lagi dengan tangan yang mengarahkan Freya untuk berjalan menuju mobil.
Sedangkan Freya menggeleng kuat dan berusaha kembali masuk kedalam tapi sayang kesempatan tidak berpihak padanya karena tiba-tiba saja salah satu pria bertubuh besar menahannya dan memaksanya masuk kedalam mobil.
Tubuh Freya jelas berontak tapi tenaganya tidak kuat untuk melawan pria itu. Karena tenaganya yang lemah itu menghantar Freya masuk kedalam mobil dan pergi bersama mereka.
Sepanjang jalan tangis Freya tidak pernah berhenti rasa takut dan kesal menyelimuti hatinya. Bagaimana tidak. Si robot yang duduk disampingnya itu tidak pernah berhenti menatap.
"Bu Freya tolong berhenti menangis, kami bukan orang jahat." Ucap Robbin terkekeh setelah beberapa saat dia memperhatikan perempuan disampingnya yang tidak berhenti menangis.
Berbeda dengan Robbin yang merasa geli, Freya malah berdesis dan menghapus air matanya kasar. Setelah beberapa kali menarik nafas akhirnya Freya berani menatap si robot yang masih terkekeh itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Miracle
RomanceSetelah kepergian ayah tercinta, seharusnya membuat Freya Jovanka merasa terpuruk karena satu-satunya orang yang berpengaruh dalam hidupnya telah pergi. Tetapi sepertinya Tuhan masih sangat menyayangi Freya. Kehidupannya amat sangat damai sentosa di...