Chapter 20 • Take Me Home

1.7K 284 494
                                    

Selamat sore! Ada yang menunggu book ini up, kira-kira?

.

Tmi, sibi suka ketawa kalau bacain komentar kalian di chapter sebelumnyaㅠ

.

Before we go down, i want you to vote, langsung aja bintang dipojok kiri bawah!! (๑•᎑< ๑)♡

Enjoy~










MASIH di satu malam yang sama, Langit baru saja menyelesaikan tangisannya.

Menumpahkan semua rintik-rintiknya yang sudah terkumpul hingga membentuk awan hitam. Suara rintik hujan seolah-olah menemani sekeping hati yang sunyi. Dan tangisannya itu seperti menghidupkan semua setiap rasa yang telah mati.

Nuansa malam yang indah. Dilangit, bintang-bintang berkelip-kelip memancarkan sinarnya. Banyak bintang berjatuhan. Rembulan pun bercahaya dengan terangnya.

Angin meliuk-liuk berhembus pelan dan tenang. Hawa dingin terasa seperti akan menusuk kulit. Sesekali terdengar suara jangkrik, burung malam, dan kelelawar mengusik sepinya malam ini. Malam yang sepi dan sunyi.

Kosong, sama seperti bagaimana si bungsu Liu menatap gelapnya hamparan langit dari luar balkon kamarnya.

"Memangnya gue sehina itu ya, langit?"

Sesaat suasana malam berubah menjadi mencekam. Mendungpun kembali datang. Serentak alam menjadi kelam. Awan tertutup kabut. Awan tampak semakin menghitam.

Dalam sekejap malam menjadi kian gelap. Kini semilir angin bertiup kencang. Dari balik tirai jendela kamar mulai terdengar kembali rintik hujan. Rintik hujan membasahi pepohonan.

Sepanjang jalanan kini berubah menjadi lebih sedikit licin. Tercium aroma menenangkan tanah yang tersirami air hujan. Rintik derasnya seolah memecahkan kesepian dan kesunyian malam.

"Lo sadar gak sih udah ngerusak masa depan sepupu gue?"

Walau hujan semakin deras, yangyang sama sekali tak berkutik. Membiarkan rintikan hujan membasahi seluruh tubuh, diikuti dengan udara dingin yang berhembus kencang. Yangyang masih setia menatap hitamnya langit, bintang pun perlahan tertutup dengan tebalnya awan hitam.

"Lo itu gak bisa punya anak jangan sok sombong!"

Matanya terpejam seolah menikmati dinginnya air hujan yang menyentuh kulit wajahnya. Tangannya tanpa sadar mencengkram erat pinggiran pagar balkon.

"Brengsek..." Desisnya pelan, diikuti dengan lelehan panas mengalir deras dari sudut matanya.

Walau dari luar ia tampak acuh, namun ia benar-benar terganggu dengan kalimat menyakitkan Yiren padanya.

Gadis sialan, sedikit menyesal kenapa ia tak memukul wajah menyebalkan itu.

Derasnya rintik hujan dan gemuruh petir tak ia pedulikan, hatinya yang sedang kelabu. Ditinggalkannya rintikan hujan yang sedang menggebu, serta perasaan yang mencoba menetap diantara pilu.

Malam itu, yangyang meledakkan semua perasaan yang mengganjal hati. Sudah lama sekali ia tak menangis seperti saat ini.

Amarah yang didominasi perasaan menggebu untuk mengusir mereka semakin membeludak hingga ke ubun-ubun kepala.

Suara tangisannya terendam oleh derasnya suara hujan yang berlomba-lomba turun membanjiri bumi.

Hujan itu seperti air mata, ketika air mata datang, kita tak akan bisa untuk menghentikannya, lantas bagaimana kita akan menghentikan tetes air mata yang turun dari langit? Kita hanya bisa menunggu hingga rintik selesai dengan sendirinya.

You're My Destiny ; KunYangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang