Chapter 32 • Truth Untold

1.1K 148 161
                                    

Before we go down, i want you to vote, langsung aja bintang dipojok kiri bawah!! (❁ᴗ͈ˬᴗ͈) ༉‧ ♡*.✧

Enjoy~




Jangan tanya gimana perasaan yangyang sekarang, tiap degup jantungnya terasa begitu menyakitkan sebab terbangun secara tiba-tiba. Pagi ini si bungsu Liu itu terbangun dari tidurnya lantas berlari ke arah kamar mandi untuk sekadar memuntahkan isi perutnya, lagi-lagi terserang morning sickness nya yang bisa dikatakan cukup terlambat datang. Sebab ini sudah hampir memasuki trimester kedua, dengan lingkar perutnya yang bisa dikategorikan sebesar buah melon. Cukup terbilang besar sebab tubuh bungsu Liu itu yang terbilang lumayan kurus dan kecil.

Kakinya juga mulai sering terasa cukup keram terlalu lama berjongkok menopang tubuhnya yang masih sibuk memuntahkan air liur di kloset, kepalanya terasa pusing sebelum merasakan pijatan halus ditengkuk lehernya. Siapa lagi? Itu suaminya.

"Udah mendingan belum?"

Yangyang mengangguk kecil sebagai jawaban, kedua tangannya menumpu pada pinggir kloset untuk mensupport tubuhnya yang akhir-akhir ini sudah terasa berat dan kaku untuk berdiri. Kun buru-buru meraih tubuh yang lebih pendek, memapahnya pelan ke wastafel untuk membasuh muka istrinya. Qian Kun pagi itu masih dengan celana piyama tanpa mengenakan sehelai benang pun yang menutupi tubuh atasnya, wajah kusut khas bangun tidurnya kembali menguap sebelum mengusap wajah perlahan diikuti kernyitan di kening putih itu, "kenapa nggak muntah di wastafel aja tadi dek?"

Pria yang lebih dewasa menekan flush toilet, sama sekali tidak memperhatikan wajah si bungsu yang tak terkontrol. Sama-sama masih ngantuk, yangyang sudah tiga hari ini terserang demam ditambah lagi dengan morning sickness yang membuatnya kewalahan dengan jam tidur berantakan.

Yangyang mengeringkan kedua tangannya menggunakan kain kecil yang memang sering Kun gunakan setelah bercukur, menatap pantulan siluet suaminya dari kaca sebelum mendecih, "gak sempet." Akhir-akhir ini yangyang suka sekali membalas sinis perkataan Kun, yang mana hanya bisa dimaklumi karena Kun sadar istrinya itu semakin hari semakin sensitif. Bahkan sekedar bertanya perihal sarung bantal saja yangyang bisa tiba-tiba emosi meletup-letup. Tidak papa, untung saja Kun dilahirkan dengan kapasitas kesabaran yang lumayan tebal.

Kun mengambil alih kain yang si cantik pegang sebelum melemparnya ke dalam keranjang cucian kotor disudut ruangan. Matanya kembali fokus menatap punggung si bungsu Liu yang melangkah keluar lebih dulu disusul dirinya, jika Kun perhatikan lebih jeli sepertinya yangyang sedikit tidak mood hari ini.

"Mau berangkat siangan aja?"

"Nggak ah, gak enak sama bunda tau." Yangyang duduk dipinggiran kasur dengan kedua tangannya menumpu dimasing-masing sisi paha, memperhatikan seisi ruangan sebelum kembali pada satu koper berukuran sedang yang masih tergeletak asal di lantai. "Mas udah masukin baju-baju yang semalem aku siapin kan?"

Ngomong-ngomong soal baju, yangyang dan Kun pagi ini akan berangkat ke salah satu rumah kerabat mereka yang akan menikah dan tempatnya sedikit jauh dari perkotaan. Entahlah, yangyang juga sebenarnya tidak terlalu kenal dengan kerabat suaminya yang dimaksud ini, tapi walau begitu tetap saja ia harus ikut kan? Apalagi jika mertuanya yang mengajak terlebih dahulu, yangyang tidak mau dicap sebagai penghalang suaminya untuk bertemu keluarga, yang benar saja.

"Udah kok, ada yang kurang gak kira-kira?" Kun tiba-tiba berjongkok tepat dihadapannya setelah menyadari jika yangyang akan kembali melangkah pergi, Kun meletakkan kepalanya di atas paha kiri yangyang sebelum memejamkan mata, ini masih terlalu awal untuk keduanya terbangun. Total mengabaikan jika orang yang ia jadikan tempat bersandar sebentar lagi mengeluarkan omelan. Tubuh yang lebih besar menahan pergerakannya.

You're My Destiny ; KunYangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang