Tiga Puluh Empat

332 33 15
                                    

"Jangan memberi cinta pada ku, karena aku tidak memiliki masa depan"

Selamat membaca

"Kau?!" Devin terkejut melihat Leo yang berdiri di depan rumahnya.

Jantung Devin berdetak tidak karuhan, bahkan saat angin menerpa tubuhnya terasa sangat dingin padahal ia berkeringat, Devin berusaha menutupi keterkejutannya dengan sesekali berdehem.

"Apa kabar Tuan Devinan Rakenza?" Leo menyapa Devin dengan senyuman yang mengembang indah di wajahnya.

"Baik" sahut Devin singkat.
"Mari silahkan masuk" Devin mempersilahkan Leo dan mereka masuk ke dalam rumah.

Devin duduk di sofa solo sedangkan Leo di depannya, Devin berusaha tanpak baik-baik saja walaupun sebenarnya tidak ia tidak tenang ia takut ia takut jika ketakutannya terjadi.

Hening melanda keduanya masih terdiam enggan untuk membuka suara, mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Leo bingung harus mulai bertannya dari mana dulu karena ia memiliki banyak pertannyaan yang ingin ia tanyakan.

Devin menyatukan kedua telapak tangannya sungguh ia sangat gelisah sekarang.

Tak berselang lama Dinda pun keluar dari dapur membawa dua gelas kopi hitam dan meletakannya di atas meja, setelah mempersilahkan Minumannya Dinda langsung pamit undur diri.

"Kau masih suka kopi?" Leo berucap seranya memecah keheningan di antara mereka.

"Tidak terlalu" sahut Devin sembari memaksakan senyum.

"Ah ya! Bagaimana perusahaan mu di canada?" Devin berusaha mencari topik.

"Baik, kau sendiri?" Devin hanya tersenyum dan berkata "cukup baik"

"Dev" Devin di sebut namanya pun menatap lawan bicaranya dengan wajah tenang.

"Saya-"

"Ha? Saya? Kek sama siapa aja le"

Leo menggaruk tengkunya yang tidak gatal ia sudah terbiasa berbicara formal.

"Ah ya! Aku kesini ingin menanyakan sesuatu" Leo mulai menatap Devin serius yang di tatap sudah dak dik duk ser di buatnya.

"Katakan"

"Apa yang terjadi setelah aku pergi dari indonesia?"

"Banyak" sahut Devin singkat ia masih mempertahankan ketenangannya.

"Dev, mengapa kau menikahi maya? Bukannya kau tahu jika aku sangat mencintai maya bahakan sampai detik ini"

Devin terdiam dan pikirannya mulai tidak tenang ia bingung harus menjawab apa ia tampak berfikir sejenak tidak mungkin ia mengatakan kebenarannya bisa-bisa ia kehilangan kedua jagoannya.

Drrttt
Drrttt

"Hallo" Devin berdiri sembari mengangkat telpon.

".........."

"Benarkah? Sungguh? Alhamdulillah" wajah Devin nampak bahagia hingga kegelisahan yang melandanya tadi hilang entah kemana.

Mistakes In The Past Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang