Empat Puluh Lima

286 22 2
                                    


Selamat membaca
___________________

Semilir angin sore menerpa tubuh tegap Tian, pemuda tersebut menatap nisan di sampingnya dengan tatapan sendu.

Hatinya berdesir entah perasaan aneh apa yang tiba-tiba menghampirinya, Tian meraba dadanya yang terbalut kemeja berwarna hitam dan merasakan detak jantungnya yang berdenyut normal.

Tian mengusap nisan tersebut bayangan akan sosok Eza semasa ia masih berteman dengan Rio terlintas dalam ingatan.

Tian memejamkan matanya, suara gemuruh terdengar jelas awan mulai menggelap angin semakin kencang mungkin sebentar lagi hujan akan datang.

"Tian akan berusaha tepati janji tian om" Tian tersenyum sembari mengusap nisan tersebut .

"Sebenarnya Tian sulit untuk menerima semua ini, tapi mungkin ini memang takdir yang harus Tian laluli" sambung Tain sembari menunduk.

"Trimakasih om, karena jantung om Tian masih bisa melihat orang-orang yang Tian sayang, Tian juga sudah memaafkan Vito dan Rio, Tian akan berusaha untuk tidak membenci orang-orang yang terlibat dalam masalah ini, Tian akan tepati janji Tian, suapaya pengorbanan om tidak sia-sia" ucap Tian sembari menyeka air mata yang entah sejak kapan sudah turun.

Tian kembali memakai kaca mata hitamnya setelah menabur bunga dan rintikan air hujan mulai turun membasahi bumi.

"Tian pulang dulu ya om, Assalamualaikum"

Tian langsung berdiri dan mempercepat langkahnya menuju mobil setelah sampai di dalam mobil Tian menatap area pemakaman yang nampak sepi nan sunyi.

Setelah puas menatap area pemakaman ia langsung menancapkan gas dan pergi dari sana, kilatan petir menyambar-nyambar, hujan semakin deras angin semakin kencang hingga membuat para pengemudi kesulitan melihat jalanan.

Tian memutuskan untuk berteduh di sebuah cafe yang sering ia kunjungi dengan Kristan.

Tian langsung memasuki cafe tersebut dan duduk di tempat favoritnya yaitu pojokan.

Tian memanggil pelayan dan memesan coklat hangat, netranya sendari tadi menatap rintikan hujan di luar sana, Tian merasa dingin bahkan kaca di sampingnya sudah berembun.

Tian ingat terakhir kali ia datang kemari saat malam di mana ia bertemu dengan Leo untuk yang kedua kalinya.

Kedua sudut bibir Tian terangkat, ia tersenyum mengingat malam itu, malam itu ia senang bisa bertemu kembali dengan Leo, perasaan aneh itu selalu ada saat ia bersama Leo.

Tian hanyut dalam lamunan tersebut.

"Om leo, om ngapain di sini? "

"Tadi habis ketemu rekan kerja om, kamu sendiri ngapain?"

"Nganterin anak pungut makan" ucap Tian sembari menunjuk Kris dengan dagu.

"Gue kembaran lo ya Tuan Muda Rakenza yang terhormat gue ingetin jika lo lupa" ucap Kris tak trima di bilang anak pungut.

"Kalian berdua kembar?"

"Iya om tapi kita beda dia anak mama"

"Dan dia anak papa" sahut Kris tidak mau kalah.

"Kamu tadi menyebut nama Rakenza kamu kenal? " tanya orang itu pada Kris.

Mistakes In The Past Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang