Tiga Puluh Sembilan

290 23 4
                                    


Selamat membaca
_______

Waktu terus berjalan kini matahari sudah berada di sebelah barat, angin berhembus kencang hingga menerbangkan beberapa helai rambut dua remaja yang saat ini masih setia berpelukan menatap lautan luas.

"sampai kapan kita berada di sini? Aku ingin pulang" gumam Nana sembari memainkan jemari Tian.

"sampai allah mengirimkan seseorang untuk menyelamatkan kita" sahut Tian pemuda tampan itu mengusap pipi Nana sayang.

"dingin juga ya" gumam Nana, gadis tersebut mempererat pelukannya pada Tian sembari mendongak menatap wajah tampan Tian yang mulai tirus dan pucat.

"masih dingin hm?" Tian mempererat pelukannya sembari tersenyum hingga menampilkan kedua lesung di pipinya.

Tian memejamkan matanya menikmati semilir angin sore, tangan Tian terkepal kuat rasa sakit itu kini datang lagi, Tian mencoba mempertahankan tubuhnya yang mulai lemas.

Jantung Tian kembali berdetak dengan sangat cepat, Tian mulai kesulitan mengatur nafasnya yang kian tak beraturan Tian semakin sulit menghirup oksigen, Nana yang menyadari hal tersebut langsung melepaskan pelukannya.

Tangannya terulur seranya mengkup wajah tampan Tian yang mulai tirus, sesekali Tian terbatuk, Nana makin panik karena wajah pemuda tersebut terlihat sangat pucat bahkan bibirnya sudah tak semerah jambu lagi.

"tian kamu kenapa?"

Tian hanya menggeleng sembari memukul dadanya yang terasa sangat sesak, Nana menggeleng kuat tanpa ia sadari air matanya kembali menetes.

Ia sangat khawatir dengan keadaan Tian pemuda tampan itu terlihat pucat bakhan telapak tangan dan kakinya terasa sangat dingin keringat dingin bercucuran membasahi tubuh Tian, air mata Nana terus mengalir ia tidak dapat menahannya.

"jangan Tian, itu akan menambah rasa sakitmu" Nana menahan tangan Tian yang hendak memukul dadanya kembali.

Mata Tian kini mulai memerah terasa panas ia harus kuat ia tidak boleh membuat Nana semakin khawatir, tapi tanpa dapat ia cegah air mata yang susah payah ia tahan kini jatuh begitu saja tanpa permisi.

"mana yang sakit hm?"

"na" Tian berusaha menangkup wajah Nana perlahan ia membuang nafas dan menggigit bibir bawahnya kuat seranya menahan rasa sakit yang menggebu-gebu dalam tubuhnya.

"iya, mana yang sakit" Nana memegang tangan Tian yang masih membingkai wajahnya air mata gadis itu terus mengalir ia tidak tega melihat Tian seperti ini ia sangat tersiksa.

"boleh ya" ibu jari Tian mengusap bibir tipis Nana air mata Tian kembali terjatuh rasa sakit pada tubuhnya semakin meronta-ronta.

Cup

Nana langsung mengecup bibir Tian perlahan kecupan itu berubah menjadi lumatan mereka hanyut dalam adegan panas tersebut.

Tian mengakhiri ciumannya dan menunduk Tian memukul dadanya cukup kuat ketika merasakan ada sesuatu yang ingin keluar dari mulutnya.

Bau anyir nan amis tercium begitu jelas Nana menatap nanar darah kental yang mengotori sebagian bajunya, gadis itu langsung memeluk tubuh Tian yang sangat lemah.

Mistakes In The Past Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang