3. Ibu?

39 8 13
                                    

Pagi hari tiba, jam sudah menunjukkan pukul enam pagi. Di dalam sebuah kamar bernuansa putih abu-abu itu, seorang remaja laki-laki sudah berdiri siap mengenakan seragam putih abu-abu nya. Ia sudah siap meninggalkan rumah yang sangat menyesakkan ini dan mencari kesenangan dan ilmu di sekolah. Alta. Alta lah remaja itu.

"Keren juga ni baju, senada sama warna kamar gue. Emang pinter gue milih desain kamar" ucap Alta sambil tersenyum bangga.

"Kamar gue emang best" ucapnya sebelum ia melangkah keluar dari kamarnya.

Pagi ini, seperti pagi-pagi sebelumnya, ia tidak memiliki niat sarapan sedikitpun ketika papanya itu berada di rumah. Terlebih lagi, karena masalah semalam. Jadi, langkahnya ia tuju ke area halaman depan rumahnya.

"Den!" Satu suara yang cukup kerasa memanggil namanya membuat nya menoleh kebelakang.

"Kenapa, bi?" Tanya Alta, ternyata orang yang memanggilnya tadi itu asisten rumah tangganya.

"Den Alta gak sarapan?" Tanya asisten rumah tangganya yang lebih sering ia panggil bi Ana.

"Nanti di sekolah aja, bi" jawab Alta

"Ya udah, hati-hati di jalan ya, den" peringat bi Ana. Alta hanya tersenyum sebagai jawaban kemudian ia melajukan motornya.

Udara segara langsung menyapa nya saat ia baru saja keluar dari rumah bergerbang hitam besar milik keluarganya. Udara yang sangat sejuk menemaninya sepanjang perjalanan sampai ke sekolahnya.

Jalan-jalan yang bersih dan cukup ramai menjadi pemandangan yang ia lihat di pagi ini. Akhirnya, setelah pemandangan tak meng-enakkan semalam, Alta dapat melihat pemandangan ramai nya lalu lintas. Ya, setidaknya itu lebih baik.

Kini, ia sudah sampai di parkiran dalam  SMA Pratama. Baru saja ia memarkirkan motornya, ia sudah dapat melihat sahabat-sahabatnya tengah berjalan kearahnya.

Raisa menatap Alta kemudian ia melihat kearah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Tumben lo jam segini baru dateng?" Tanya Raisa.

"Semalem gue begadang" jawab Alta seaadanya.

"Ngapain lo? Balapan? Kok gak ngajak gue?"

"Nugas! Balapan terus pikiran lo" jawab Alta. Mengingat semakin banyak tugas yang akan di berikan kepadanya karena kini ia sudah berada di kelas 12 yang pertanda, sebentar lagi ia akan lepas dari dunia SMA nya dan beranjak ke dunia per kuliahan membuat nya menjadi mau tidak mau, mengerjakan tugas-tugasnya meski sudah larut malam

"Tugas? Emang ada tugas?" Tanya Revan. Ia dan Gibran selalu saja begitu. Bukan lupa, tapi memang sengaja di lupakan!

Alta memutar bola matanya malas, sudah pasti manusia-manusia itu akan meminta jawaban tugas miliknya. "Geografi halaman 145, Sosiologi tugas makalah, Sejarah tugas merangkum, Ekonomi halaman 156" jawab Alta dengan lancar tanpa jeda.

Mendengar jawaban Alta, Revan dan Gibran serempak membulatkan matanya "Buset banyak bener" ucap mereka.

"Lo udah semua itu?" Tanya Gibran yang sudah pasti akan....

Alta mengangguk, membuat Revan dan Gibran bertatapan mata seakan saling memberi kode. "BAGI!" Ucap mereka berdua secara kompak.

"Di kelas" ucap Alta sambil berlalu begitu saja. Tapi, sebelum ia melangkah lebih jauh, Raisa menahan tangannya.

Alta yang ke heranan dengan sikap sepupunya itu pun menaikkan satu alisnya "Kenapa?" Tanya alta.

"Ikut gue bentar" jawab Raisa sambil menarik tangan Alta menjauh dari yang lain.

"WOI RAISA! PR KITA GIMANA INI?!" Teriak Revan, yang ia pikirkan adalah; jika Alta pergi bersama Raisa, bagaimana dengan nasib  PR nya yang hanya bisa di kerjakan jika ada contekan dari Alta?

ALTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang