Di pagi hari kali ini, ada Nathan dan Alta yang tengah menikmati beberapa cemilan yang baru saja Gibran beli. Ditemani secangkir kopi susu dan televisi yang menyala namun tak ditonton, membuat mereka sudah persis seperti bapak-bapak rumah tangga yang tengah menikmati hasil masakan istri tercinta.
"Nat, gimana cara nembak cewek?"
UHUK
Satu pertanyaan ajaib yang keluar dari bibir leader peace diamond itu berhasil membuat Nathan yang tengah menyesap kopinya jadi tersedak karena kaget. Pasalnya, ini pertama kalinya Alta menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan tembak-menembak perempuan.
Nathan menatap Alta dengan tatapan serius. "Lo mau nembak cewek?" tanya Nathan, dijawab dengan anggukan kepala Alta.
Seketika, pupil mata Nathan melebar, matanya yang semula terasa berat menjadi ringan seketika. Mulutnya sedikit terbuka karena kaget. "L-lo... lo... m-mau pacaran?"
Alta berdecak. Mengapa anggota peace diamond menjadi menyebalkan? Dulu mereka yang meminta Alta untuk memiliki seorang ibu negara agar tidak kalah dengan geng lainnya. Dan kini, Alta ingin menyatakan perasaannya pada seorang gadis tapi kenapa ekspresi wajah Nathan menjadi seperti didatangi malaikat maut?
"Tinggal jawab aja lo, lebay amat!" sungut Alta, kesal karena pertanyaannya tidak mendapatkan jawaban yang pasti.
Nathan berdeham untuk menetralkan rasa kagetny. "Ya lo bilang aja apa yang lo rasain. Kasih bunga atau apa kek gitu."
"Bunga apa?"
Mendengar pertanyaan Alta, ntah kenapa darah rendah Nathan naik pangkat menjadi darah tinggi. Apakah sahabatnya itu benar-benar tidak tau bunga cantik yang dapat digunakan untuk meluluhkan wanita? "Bunga kantil!" sungutnya.
"Gue serius!"
"Emang lo gak pernah beli bunga buat cewek atau buat siapa kek gitu?"
"Enggak. Kalo buat bunda, gue cuma tinggal terima barangnya, gatau jenis bunganya."
Sudahlah, Nathan sepertinya harus memasukkan Alta ke tempat kursus bahasa wanita dan pemahaman tentang wanita. Nathan jadi khawatir, bagaimana nasib Alta saat menghadapi pacarnya nanti.
Mencoba sabar, Nathan mengambil nafas dalam-dalam kemudian ia hembuskan dengan tenang. "Bunga mawar bisa, bunga edelweis bisa, bunga Lily bisa. Tergantung cewek lo suka bunga apa?"
"Gue gak tau dia suka apa. Mungkin suka gue?" ucap Alta dengan gampangnya.
"Cari tau dulu dia sukanya bunga apa, baru lo beli."
"Cari tau ke?"
"MBAH DUKUN, ANJIR, MBAH DUKUN!"
bukan, bukan Nathan yang menyahut. Revan yang menyahuti. Ntah sejak kapan manusia itu mendengarkan obrolan antara Nathan dan Alta."Sejak kapan lo di situ?" pertanyaan Alta dapat membuat Revan yang tadinya menunjukkan ekspresi kesal menjadi cengiran di wajahnya. Persembunyiannya harus ketahuan karena Alta yang menyulut emosinya.
"BURUH TANI MAHASISWA RAKYAT MISKIN KOTA, BERSATU PADU REBUT DEMOKRASI." Bukannya menjawab, Revan justru menyanyikan penggalan lirik lagu wajib mahasiswa. Dan setelahnya melengos pergi.
"Intinya, lo pastiin dulu dia sukanya hal apa baru lo tembak," kata Nathan, akhirnya kembali ke topik awal. Alta hanya manggut-manggut, ntah benar-benar paham atau tidak.
•••••••
Setelah mendapat sedikit pencerahan dari Nathan, ia memilih untuk kembali ke rumahnya. Meski disambut hening, tapi setidaknya ini menenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTA
Teen FictionBukan kisah sedih, hanya kisah penuh luka. Secercik kisah Alta dengan perjalanan hidupnya yang rumit. Kejutan dalam hidup yang tak pernah ia harapkan. perginya seseorang di hidupnya dengan jarak waktu yang sangat singkat. Pertemuan tak sengaja ya...