Alta sedang berada di sekolah untuk mengurus beberapa urusan OSIS dan meninggalkan Meisya sendiri di bangsalnya. Ia harap tak akan ada kejadian tak mengenakkan lagi.
Laki-laki yang menjabat sebagai wakil OSIS itu tampak tak bersemangat untuk menjalani harinya. Apalagi saat ia melihat Rean tak hadir ke sekolah, pikirannya jadi bercabang kemana-mana.
Ini adalah hari terakhir dari ujian tengah semester, dan setiap pulang sekolah termasuk nanti, ia harus mengantarkan Meisya lembar ujian untuknya karena Meisya belum dapat beraktifitas seperti biasa. Mungkin besok atau lusa sudah bisa.
Di saat semua siswa-siswi bersemangat menjalani hari terakhir ujian tengah semester, berbeda dengan Alta yang justru tampak lesu dan tak bersemangat itu.
Untungnya, hari ini hanya akan ada satu mata pelajaran yang diujikan, jadi setelahnya ia dapat mengantarkan Meisya lembar ujian sekaligus menemani Meisya seperti biasanya.
Sudah empat hari sejak Meisya dirawat inap, dan sejak saat itu pula, ia tidak berinteraksi sedikitpun dengan Rean. Ia benar-benar tak habis pikir dengan jalan otak Rean.
Ia tak mengizinkan Meisya berinteraksi dengan Rean dan Meisya juga tidak akan mau berinteraksi dengan Rean setelah apa yang Rean lakukan pada dirinya.
Jam ujian berakhir, Alta segera pergi meninggalkan sekolah tanpa berkata apapun sambil membawa selembar kertas ujian untuk Meisya.
Alta meningkatkan laju motornya, ia tidak sabar untuk bertemu Meisya. Ntah kenapa, perasannya tidak enak. Ia takut jika Rean memaksa masuk ke bangsal Meisya dan kembali menghasut Meisya.
Perjalanan menuju rumah sakit sudah ia tempuh, ia segera turun dan berlari menuju gedung tempat Meisya dirawat inap. Saat baru saja ia ingin membuka bangsal Meisya, matanya sudah dikejutkan dengan kehadiran Rean disana. Sudah ia duga.
Emosinya tersulut, ia benar-benar kesal dengan apa yang ia lihat.
Brak
Alta membuka pintu bangsal Meisya dengan tidak sabaran kemudian menarik Rean menjauh dari Meisya. "Satu milimeter aja lo deketin dia, gue pastiin muka lo ancur lagi!" Ucap Alta dengan suara pelan namun penekanan di setiap kata-katanya.
Rean hanya tersenyum miring sebelum menjawab, "Dan lo bakal mati lagi?"
"Lo--"
"ALTA STOP!"
Baru saja ia hendak melayangkan satu tinjuan tepat di wajah Rean, suara teriakan yang memintanya berhenti terdengar seperti penuh rasa kecewa yang menyesakka. Alta tau suara itu, suara Meisya yang terdengar kecewa karenanya.
"Pergi!" Kata Alta dengan suara kecil dan untungnya, untuk kali ini, Rean memilih pergi meninggalkan bangsal Meisya.
Selesai urusan Rean, Alta menoleh kearah Meisya yang saat ini tengah berdiri gemetar tak jauh darinya. Sesaat, ia mendengar isakan kecil. Dan benar, Meisya menangis sambil menahan dirinya agar tidak terisak.
Alta mendekati Meisya yang masih menangis. Ia tidak tau apa yang terjadi hingga membuat Meisya menangis seperti ini. "Dia ngapain? Apa yang sakit? Bilang sama aku, orang gila itu bikin kamu sakit di bagian mana?" tanya Alta dengan suara lembut yang sangat khas. Kemudian, ia meraih tangan Meisya dan digenggaknya tangan lembut Meisya yang belum berhenti menangis.
"Astrell... dia ngapain tadi? Di bagian mana dia lukain kamu?" Alta bertanya lagi. Meisya menghapus kasar air mata yang membasahi pipinya kemudian menunjuk dada kiri Alta. "Bukan aku yang luka, tapi kamu," lirihnya masih dengan air mata yang berderai.
Alta tampak tak paham dengan ucapan Meisya. Apa yang dikatan Rean tadi hingga Meisya dapat berkata seperti itu? Rean sialan! Apa lagi drama yang ia mainkan?
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTA
Teen FictionBukan kisah sedih, hanya kisah penuh luka. Secercik kisah Alta dengan perjalanan hidupnya yang rumit. Kejutan dalam hidup yang tak pernah ia harapkan. perginya seseorang di hidupnya dengan jarak waktu yang sangat singkat. Pertemuan tak sengaja ya...