*Jangan Copy story aing sembarangan!!
*Dilarang Plagiat!!!-______-
*Dilarang ngepost ke berbagai bentuk Sosmed manapun!!
________________________________________
Itu wajar untuk menginginkan yang tidak bisa kamu miliki. Dan selama yang bisa kuingat...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
• •
JEON JUNGKOOK
Aku dan Jongsuk, telah merencanakan untuk bertemu di rumah untuk makan malam. Aku mampir di tempat Jjajamyeon untuk dibawa pulang, dalam perjalanan kembali dari rumah orang tuaku.
Jieun rupanya keluar dengan teman-temannya, jadi hanya kami berdua. Jongsuk sedang menungguku di dapur, ketika aku kembali.
Aku menaruh plastik Jajamyeon di meja. "Maaf aku lama sekali. Antreannya bahkan keluar dari pintu."
"Tidak masalah, Jung."Jongsuk membuka tas dan mulai mengeluarkan isinya, dan membuka saus tangsuyuk. "Bagaimana kabar ayahmu?"
"Kesehatannya bagus. Dia tampaknya stabil. Tapi, Segala sesuatu yang lain yang kacau."
Jongsuk berhenti mengotak-atik makanan. "Sesuatu yang lain? Apa yang terjadi?"
"Ada sesuatu yang belum kukatakan padamu," aku mengakui.
Matanya menyipit. "Semua baik-baik saja?"
"Ayo bawa makanan kita ke meja." Kami melakukannya, dan aku menghabiskan beberapa menit berikutnya, untuk memberi tahu dia tentang situasi yang dialami ayahku di Jeon Construction.
Dia menggelengkan kepalanya. "Ya Tuhan, aku selalu berpikir Ayahmu memiliki kepala yang dingin. Aku kira kecanduan terkadang mendapatkan yang terbaik dari mereka. Maksudku, lihat saudara-saudaramu."
"Ya." Aku menggertakkan gigiku. "Semua pria di keluargaku memiliki masalah, rupanya."
"Jadi, apa yang akan kamu lakukan?"
"Aku akan pergi ke bank besok, untuk melihat apakah kami memenuhi syarat untuk mendapatkan pinjaman. Aku hanya ingin membayar orang-orang ini kembali dan mengurus sisanya nanti."
Dia mengangguk. "Yah, aku berharap aku bisa membantu, tapi seperti yang kita tahu, aku bajingan yang bangkrut sekarang."
"Ada yang bisa kau bantu, Jongsuk."
"Apa?"
"Kamu harus waspada." Aku menguatkan diri. "Salah satu orang kami yang berutang uang, datang ke rumah beberapa hari yang lalu mencariku. Jieun membukakan pintu."
Wajahnya menjadi merah. "Itu tidak baik."
Aku menghela napas. "Aku tahu. Aku mengatakan kepadanya untuk tidak pernah membukakan pintu, jika salah satu dari kita tidak ada di rumah."
Aku tahu tidak ada yang lebih berarti bagi Jongsuk, selain adiknya. Jieun adalah satu-satunya keluarga yang dia miliki.
"Aku perlu memberi tahu Jieun apa yang terjadi dengan ayahmu," katanya.
