47 ~ Pertunjukan Terakhir

3.8K 142 20
                                    

Lagi bingung ending nya bakalan seperti apa, dari awal nulis cerita ini yang selalu di pikirin ya ending nya. Harus di kemas seperti apa dan bagaimana.

Happy reading bestie ❣️

__________

Sepagi ini seisi rumah di hebohkan dengan kejadian tidak terduga, suara ketukan pintu yang tidak sabaran menganggu tidurku. Padahal aku baru lelap setalah sholat subuh. Aku berjalan gontai dengan nyawa yang belum sepenuhnya kembali sambil menggaruk kepala, khas orang bangun tidur.

"Ada apa sih, ganggu aja!"

"Maaf Buk, itu Pak Evan di suruh ke halaman belakang," ujar maid tersebut.

"Emangnya ada apa?"

"Itu Mbak Rania mau bunuh diri!"

Kesadaran ku kembali sepenuhnya, aku terbelalak ini drama apalagi sih?

Aku segera membangunkan Mas Evan, yang akhir-akhir ini sering bangun kesiangan juga karena menemaniku begadang ketika Eta bangun tengah malam.

"Mas, ayo bangun!"

Mas Evan menarik selimut nya lagi. "Sayang aku masih ngantuk, nanti aja ya!"

"Bangun ! Kata nya Rania mau bunuh diri."

"Eh, kok bisa?"

"Mana aku tahu," jawabkan acuh.

"Biarin aja kali, toh nggak ada yang dirugikan," jawab Mas Evan dengan santainya.

"Tapi kita lihat aja dulu, yuk!"

"Aku cuci muka dulu kalau gitu,"

Aku berjalan santai menuruni anak tangga, benar kata Mas Evan kenapa harus panik sih, kan ini kemauan dia bukan? Tapi aku tidak se-tega itu apabila nanti alasannya karena Mas Evan tidak membalas perasaan nya seperti di sinetron-sinetron.

"Kak !"

"Lho, kapan datang?"

"Barusan, mau anter mobil nggak enak kayak ada beban gitu takut lecet," ujar Raka, iya pria itu sudah datang sepagi ini. Beruntung karena aku bisa menyuruhnya mengatasi kegaduhan di pagi hari ini.

"Nggak apa-apa kali, pakai aja. Lo udah baik banget sama gue."

"Nanti aja kalau gue emang butuh banget itu mobil. By the way, ini orang pada kemana?"

"Di belakang. Ikut yuk, ada pertunjukkan sekalian kamu urusin."

Semua orang meneriaki nama Rania agar gadis itu mengurungkan niatnya, tidak lupa mang Karim menggunakan pengeras suara agar Rania lebih mendengar nya.

Aku mengembuskan napas. "Kalau mau bunuh diri ngapain juga di tempat ramai cari tempat yang sepi kek."

Raka langsung menyenggol lenganku. "Eh, nggak boleh!"

"Ini gara-gara kamu, udah gitu nggak ada rasa bersalah. Kami hanya orang lemah!" sahut ibu Mbak Bella.

Aku menatapnya tajam, bisa-bisanya dia menyalahkan aku yang jelas-jelas korban di sini. Apa aku harus suka rela menyerahkan suamiku begitu saja? Tentu tidak bisa, dia siapa? Saudara pun bukan.

"Heh, Buk maaf-maaf aja ya dari kemarin ibu masih bertahan membela Rania yang sudah jelas mengaku salah, jangan status sosial kalian jadikan tameng agar tidak di salahkan. Mungkin yang lain bisa memaafkan begitu saja tapi aku ... nggak bisa!"

"Kenapa malah berdebat sih, ini Rania gimana?" ujar Bapak Mbak Bella.

"Mas, kamu aja yang urusin sekretaris kamu!"

Pemeran PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang