*Tahap Pembaruan

203 35 0
                                    

"Cowok kalo udah peduli dan sayang sama lo, dia gak akan mengenal kata gengsi. Apapun bakal dia lakuin buat lo. Apapun itu."

•••

Setelah kepergian para perusuh, sekarang di dalam satu tikar tersebut tersisa enam orang saja. Empat diantaranya merupakan cowok-cowok bertampang cool dan handsome tentu saja.

Aru yang tersadar akan kesamaan sifat antara Sagam, Alam, Raung, dan Erna hanya menghembuskan napas pasrah. Kenapa dirinya selalu dikelilingi cowok-cowok serius seperti mereka? Kalo gak mereka malah yang seperti Oji dan kawan-kawan, overexpression. Gak ada yang netral sama sekali.

"Aru, maaf kami belum berkenalan denganmu tadi." Erna berucap pada Aru. Meminta maaf mewakilkan teman-temannya juga.

Aru agak heran karena ucapan Erna yang memakai kata ganti aku-kamu dan terlalu sopan. Tidak seperti keenam temannya yang lain. Apalagi Raung yang sangat acuh dan sedikit menyebalkan saat melirik datar pada dirinya.

"Ah? Iya, Bang. Gapapa kok." Aru tersenyum sungkan.

Sagam yang melihat kebingungan Aru memutuskan untuk sedikit menjelaskan perihal cara berbicara Erna yang agak beda dari kawannya yang lain.

"Bang Erna biasa pake aku-kamu."

Aru menoleh pada Sagam yang ada di sebelahnya persis. Lalu mengangguk paham atas apa yang Sagam ucapkan.

"Gak nyaman lo-guean." Sahut Raung datar dan diangguki oleh Erna dengan senyumannya yang sangat manis.

First time liat Raung, Aru berpikir kalau cowok itu menyeramkan, galak, acuh, dan bad boy.

"Dia kenapa sih, An?" Bisik Aru pelan pada Anya yang duduk di samping kanannya.

Anya mendekatkan bibirnya pada telinga Aru dan menutupinya memakai telapak kirinya.

"Siapa?"

"Yang abis nyaut tadi." Anya melihat sekilas visual Raung yang sedang dipertanyakan oleh Aru.

"Dia emang gitu kalo sama orang baru. Dibiasain aja ya? Gak usah masukin ke hati."

Aru mengangguk kecil mendengar jawaban dari sahabatnya tersebut.

"Okay, Aru. Aku Ernawa tapi bisa kamu panggil Erna, si yang paling tua diantara teman-temanku tadi. Disebelahku ini Raung. Dia paling tegas dan paling dingin seperti yang kamu nilai saat pertama kali kamu liat dia." Lanjut Erna yang diakhiri kekehan pelan.

Aru menggigit bibir bawahnya sedikit. Memang ya, Erna ini sangat menakutkan karena dia bisa membaca pikiran orang. Sudah dikata juga, Erna ini sangat peka. Ia pun bahkan bisa membaca situasi dan keadaan disekitarnya dengan baik berbekal sikap kalemnya. Sungguh penyimak ulung. Give him applause.

"Santai saja, Aru. Raung memang seperti itu. Dia hanya belum terbiasa sama orang asing seperti kamu. Sebenarnya dia itu orang yang peduli kok. Mungkin suatu saat, dia akan menunjukkan sifat aslinya. Anya pun udah pernah ngalamin. Iya kan, An?" Anya menganggukkan kepalanya semangat membenarkan ucapan Erna.

Aru terpana atas keramahan Erna. Si kalem yang sekalinya bicara langsung berkalimat banyak namun berbobot.

Sagam dan Alam hanya menyimak sesekali berbicara ringan pada Raung yang sudah tidak memegang ponselnya lagi. Terhitung semenjak para perusuh telah pulang ke kediaman masing-masing.

"Iya, Bang." Ucap Aru menjawab Erna seraya melirik sekilas pada Raung yang sedang menatapnya intens namun menolehkan kembali pandangan dirinya pada sosok Alam-yang mengajaknya berbicara- setelah Aru membuang pandangan pada Erna kembali.

YOUTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang