*Tahap Pembaruan

169 28 0
                                    

"Semua terlihat tidak seperti kenyataannya. Pikiran orang-orang tidaklah sama. Sangat salah bila kita egois merasa pendapat kita paling benar."

•••

"Lama amat, lo. Udah gue tunggu daritadi juga." Andi menggerutu seraya menatap kesal Panca yang baru saja memasuki halaman rumah Sagam.

Panca melepas helm dan berjalan ke arah Andi dan Zidco yang sedang mengotak-atik motor mereka.

"Bawel amat lo kek cewek."

Panca melemparkan stiker motor yang dipesan Andi padanya.

"Bilang apa?" Tuntut Panca angkuh.

"Gak ikhlas amat bantu temen sendiri."

"Heh, undur-undur! Itu namanya attitude, goblok!"

"Gak usah lo ladenin Andi. Lagi sengklek otaknya daritadi berulah mulu." Lerai Zidco dengan membela Panca.

Di halaman rumah Sagam hanya ada Andi, Zidco, dan Panca yang baru saja datang.

Lalu, di teras rumah ada Oji dan Levin yang sedang fokus bermain gitar ditemani secangkir kopi hitam.

"Mulut lo kejam amat, Co." Andi mendengus lalu kembali fokus sama pekerjaannya memodif motor.

Panca dan Zidco pun tak terlalu memperdulikan Andi.

"Lainnya mana, Cok?"

Panca kebingungan karena tumben teman-temannya pada mencar dan gak kumpul jadi satu.

"Ya lo liat sendiri tuh. Berdua pada ngegalau kek anak indie."

Andi bermaksud menunjuk Oji dan Levin yang sedang gitaran berdua di teras rumah tanpa mengalihkan fokusnya mempercantik motor kesayangan.

"Yang lain. Itu mah gue juga liat."

"Di dalem. Lagi rapat besar." Sahut Zidco juga dengan tatapan fokus motornya.

"Gue masuk halal kan?"

"Haram." Jawab Zidco ngasal.

"Diri lo kotor. Penuh dengan debu dan dosa." Jawab Andi dihadiahi pletakkan di kepalanya. Ia pun meringis sakit dan mengumpati si pelaku.

"Mulut lo yang kotor."

Lalu, Panca berjongkok di sebelah Zidco yang keliatan membenahi mesin motornya yang rumit.

"Gue tadi kayaknya denger motor lo masuk ke rumah Aru."

"Ya kalo masuk kagak muat bego. Eh, muat ding. Tapi gak sopan. Otak lo cetek amat." Andi menyahut ucapan Zidco yang ditujukan untuk Panca.

"Diem lo!"

"Otak lo yang cetek!" Panca ikutan kesal karena Andi yang makin-makin.

"Bercanda, anjir. Serius amat kek intel."

"Nganter Sasi masuk ke rumah Aru." Tanpa memperdulikan Andi kembali, Panca membalas ucapan Zidco.

"Anjir! Sasi lagi disitu?!" Andi menunjuk rumah Aru dengan dagunya.

Panca menganggukkan kepala mendengar sahutan heboh Andi.

"Ngapain dah?" Tanya Zidco penasaran.

"Kagak tau gue. Tadi dia duduk di depan gerbang rumahnya Aru kayak anak ilang. Taunya udah teriak-teriak daritadi manggil penghuni rumah kagak ada sahutan. Ya iyalah. Mau sampe lebaran kucing juga kagak bakal denger mereka kalo teriaknya dari gerbang."

YOUTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang