*Tahap Pembaruan

169 26 0
                                    

"Orang yang jahat lalu sadar dan segara memperbaiki kesalahannya, jauh lebih mulia daripada orang baik tapi munafik."

•••

"Assalamualaikum, Aru?!"

Tidak ada sahutan dari penghuni rumah.

"Apa gak ada orang ya?"

Akhirnya, Sasi berjongkok sembari menelungkupkan kepalanya di depan pagar rumah Arunika.

Hari ini hari libur. Sasi dan Aru berencana untuk mengerjakan tugas kelompok bersama di rumah Aru sendiri. Namun sudah beberapa kali dirinya berteriak, tetap tidak ada respon dari Aru atau pun penghuni rumah yang ia singgahi ini. Padahal tadi dia dan Aru sudah sepakat untuk mengerjakan tugasnya sekarang. Mau chat Aru pun, kebetulan kuota internetnya habis.

Dari kejauhan, Panca melihat presensi seorang gadis di depan rumah Arunika. Dan sepertinya, ia mengenali gadis itu. Ada apa dia disana? Mengapa tidak segera masuk saja bila ada keperluan dengan penghuni rumah itu?

"Woy!"

Sasi mengangkat kepalanya. Ia melihat Panca yang berhenti tepat di depannya dengan membuka sedikit kaca helmnya.

"Panca?" Sasi berdiri dan membersihkan baju.

"Lo ngapain disini?"

"Mau ngerjain tugas sama Aru. Tapi udah gue panggil gak ada sahutan."

Panca menepuk keningnya lelah karena ketidaktahuan Sasi akan sistem bertamu di komplek perumahan ini.

"Jelas lah. Gak bakal juga Aru atau emaknya denger lo teriak-teriak begini. Masuk aja terus pencet belnya."

Sasi hanya meringis kikuk merasa malu pada Panca.

"Yuk gue bantu panggilin Aru."

Panca dan Sasi akhirnya masuk ke halaman rumah Aru. Panca turun dari motornya tanpa melepas helm lalu mengikuti Sasi yang lebih dulu memasuki teras rumah Aru.

"Pencet aja nih belnya." Panca memencet bel dan beberapa saat kemudian terdengar suara kunci pintu terbuka.

"Siapa ya?" Tanya Budhe Rum bingung pada mereka berdua setelah ia membuka sedikit pintu rumah untuk melihat sang tamu.

"Ini saya Panca, Budhe. Temennya Aru."

"Oalah, Mas Panca. Helmnya rapet banget sih, Mas. Jadi gak ngenalin saya nya."

Panca dan Sasi tertawa kecil.

"Sama pacarnya nih?" Lanjut Budhe Rum dengan nada menggoda setelah dirinya melihat Sasi di sebelah Panca.

"Bukan, Budhe. Saya juga temennya Aru." Sanggah Sasi menjelaskan.

"Temen mbak Aru juga?" Bingung Budhe Rum.

"Iya, Budhe. Ini saya cuma nganterin Sasi. Nama dia Sasi. Tadi udah manggil dari gerbang jelas gak dengerlah orang kudu masuk mencet bel."

Budhe Rum tertawa karena penjelasan dari Panca dan Sasi yang menggigit bibirnya pelan.

"Panca diem!" Bisik Sasi sembari menyenggol pelan lengan Panca.

"Gak apa-apa, Mbak Sasi. Orang belum pernah kesini kalo gak tau wajar." Ucap Budhe Rum menenangkan rasa malu Sasi.

"Yuk, masuk dulu. Baru tak panggilin Mbak Aru nya."

"Saya gak, Budhe. Cuma nganter ni anak doang. Mau bablas ke Sagam. Gue duluan, Sas. Jangan lo ulangin lagi." Panca terkekeh geli menggoda Sasi diakhir kalimat.

YOUTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang