~Flower 12~

67 12 0
                                    

Pagi harinya di kediaman keluarga Kecil Pangeran Soryung.

Lee Gak tak melihat sang istri duduk di dekatnya saat sarapan sudah terhidang.

"Dimana, Buin?" tanya Lee Gak kemudian menyeruput supnya.

"Nyonya sedang sakit, suhu tubuhnya sangat tinggi," Bibi Bang menjelaskan seraya menyajikan makanan diatas meja.

"Dia sakit?—" Pangeran meletakkan mangkuk supnya kemudian mengangkat mangkuk nasinya dan melahapnya "—Dia terlalu banyak bergerak dan tidak bisa, mungkin karena kelelahan."

Tiba-tiba Bibi Bang terdiam dan duduk dengan hikmat "Mama, sebaiknya anda melihat keadaan nyonya. Anda terus saja keluar dan membiarkan nyonya seorang diri dirumah ini, setidaknya berikan sedikit per—"

Beberapa hari ini sejak kejadian tersebut Lee Gak memang lebih sering berada di luar daripada dirumahnya, mereka jarang sekali ketemu. Lee Gak berangkat setelah sarapan dan kembali ketika Dam-Hi sudah terlelap, mereka hanya bertemu ketika sarapan saja dan itupun dengan kesunyian tiada obrolan ataupun apapun, benar-benar suami-istri yang seperti ada dan tiada.

"Baiklah aku mengerti, tidak bisakah aku menghabiskan makananku sejenak?? Dia bukan anak kecil lagi yang harus dimanjakan jika sakit, bagaimana dia akan menjadi seorang Ratu kelak jika begitu lemah!"

Bibi Bang hanya bisa menghela nafas. Bibi Bang adalah Dayang pengasuh Pangeran sejak kecil. Sejak kematian sang ibu dan Istana mengusirnya pergi, Bibi Bang-lah yang merawat Lee Gak, itulah mengapa wanita yang usianya kini menginjak 70 tahun tersebut seperti ibu bagi Lee Gak dan mengerti bagaimana Lee Gak.

Selesai makan Lee Gak menuju kamar sang istri dan melihat sang istri terbaring di tempat tidurnya. Semangkuk bubur masih terlihat utuh di atas meja kecil disamping tempat tidurnya dan sebuah cairan coklat pekat yang masih terlihat mengepulkan asap juga tak tersentuh.

"Apa dia tidak memakannya?" tanya Lee Gak pada Jan-Di—pelayan Dam-Hi.

"Nyonya—" Jan-Di melihat kearah Dam-Hi yang masih tertidur pulas dengan nafas yang terdengar jelas "—Nyonya tidak bisa memakan apapun, begitu makan sesuap ia akan memuntahkannya kembali."

Istilahnya kalau di jaman modern asam lambungnya naik karena stress.

Pangeran menatap kearah istrinya, wajah gadis itu terlihat pucat "Yaaa!!! Bangun!!—" Pangeran menendang-nendang selimut yang menutupi tubuh Dam-Hi dengan kakinya "—Yaaa!! Nyonya Lee... bangunlah... apa kau sudah mati? Yaaa!! Setidaknya jangan mati disini!!! Yaaa...Bangunlah!!!"

Tak ada respon dari Dam-Hi, Pangeran menoleh kearah Jan-Di "Apa nyonya-mu sudah mati? Apa dia mati semudah itu?? Kenapa dia tidak bergerak sama sekali?? Yaaahhh..... ini benar-benar tidak menyenangkan."

"Dae-dae-daegun..ba-bagaimana anda—" Jan-Di tak menyangka Pangeran akan berkata seperti itu pada istrinya sendiri yang sedang sakit.

Pangeran kemudian duduk bersila disamping tubuh sang istri "Apa dia benar-benar mati? Kenapa tidak bergerak sama sekali?"

"Daegun!!" Bibi Bang menegurnya. Candaan Pangeran benar-benar tidak tepat di waktu seperti ini.

"Ahh—baiklah—" Pangeran kemudian menjulurkan tangannya dan memencet hidung Dam-Hi membuat gadis itu gelagapan dan langsung membuka matanya.

"Oggg—dia masih hidup!!!" Pangeran terlihat senang melihat Dam-Hi bergerak.

Dam-Hi melirik tajam kearah suaminya, untung saja ia masih lemah jika dia sehat mungkin ia akan menendang, menjambak dan mencabik-cabik suaminya tersebut.

"Aku takut kau mati, aku sudah membangunkanmu dan kau tidak bergerak syukurlah...aku tidak harus mencari istri lagi," Pangeran tersenyum.

Mendengar ucapan suaminya yang begitu santai didepannya membuat Dam-Hi langsung mengumpat tanpa suara kearah lelaki sialan itu.

"Mwo...!!!!" Pangeran Soryung berkata lirih sambil melotot kearah sang istri .You wanna fight.

Haaah—Jan-Di hanya bisa menghela nafas, mencemaskan keadaan sang nona menghadapi kegilaan Pangeran Soryung.

"Bangun...kau harus makan dan minum obatmu," Pangeran mengambil mangkuk bubur yang sudah disiapkan oleh Bibi Bang.

"Aku tidak ingin makan apapun..." Dam-Hi mengeliat kemudian memiringkan tubuhnya ke kanan namun Pangeran menariknya dan membuatnya kembali pada posisi awal—telentang.

"Aaahh—Brengsek! Ahh—maksud saya—" Dam-Hi segera mengoreksi ucapannya ketika dilihat wajah mengerut Bibi Bang duduk disana "—Aku tidak ingin makan apapun, rasanya perutku seperti di aduk-aduk." Ucapnya lemas.

"Bangun dan makanlah!" Pangeran memaksanya.

"Tidak! Kau pasti meludahi bubur itu!!!"

"Makan!!"

"Kau pasti sudah memasukkan racun!! Atau bubur itu basi dan kau memanaskannya?!" Dam-Hi terus berargumen.

"Yaaa!!!"

"Haah—Sobang-nim—" Dam-Hi geram "—Saya tidak bisaaa—"

LEEPPP!!! Tiba-tiba Pangeran memasukkan bubur kedalam mulut Dam-Hi.

"Anak pintar! Kunyah perlahan!" ucapnya kemudian.

Dam-Hi terpaksa mengunyahnya namun tiba-tiba ia bangkit dan hendak muntah, Jan-Di dengan cepat memberikan bejana untuk muntahnya dan Dam-Hi memuntahkan semuanya.

"Yaaaa!!!! Kenapa kau memuntahkannya?! Makan lagi!" Pangeran memaksa.

Dam-Hi menutup mulutnya dan menggeleng cepat.

"Buka mulutmu!! Kau harus makan!!!"

Bibi Bang bangkit dan memegang lengan Pangeran, Pangeran menoleh dan melihat bibi Bang menggeleng pelan, pemuda itu kemudian meletakkan mangkuk buburnya dan kini beralih ke cairan coklat pekat—obat.

"Kalau begitu minum ini."

"Itu tidak akan berhasil aku akan memuntahkannya, kenapa kau menyebalkan sekali?? Perutku rasanya seperti di remas sekarang!!!!" Dam-Hi ingin menangis rasanya, ia hanya ingin tidur dalam damai sekarang namun sang suami membuatnya kesal.

"Yaaa!!! Apa kau berencana untuk bunuh diri!! Sudah tahu sakit tapi masih tidak mau minum obat!! Minum saja!! Setidaknya jangan mati dirumahku, itu sangat merepotkan, aku harus memanggil saman dan melakukan ritual untuk mengusir arwahmu!!!"

"Kau ini, apa kau datang kemari hanya untuk mengomel? Aku sedang sakit bukankah itu wajar, bibi Bang..." Dam-Hi melihat kearah bibi Bang berharap orang tua itu akan membelanya.

"Anda harus meminum obat tersebut, Ma-nim...atau anda akan terus muntah."

Pangeran tersenyum karena bibi Bang mendukungnya "Minum!!" Pangeran menyodorkan mangkuk porselin penuh dengan obat yang baunya begitu tajam dan pahit.

CONTINUE.... 

Anyyeong.... hadir kembali setelah perjuangan ekstra....

waktu begitu cepat berlalu dan homework Bieru banyak bangetttttt!!!! sedih rasanya...

semoga masih ada yang menunggu Lee Gak dan Dam-Hi.... hehehehehe


As a Flower Bloom and Fall (LANJUT KARYA KARSA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang