Di dalam kamarnya Dam-Hi seperti orang kebinggungan ia tak mengerti apa yang terjadi pada dirinya.
"Yaaa!!! Apa yang sudah kau lakukan Kim Dam-Hi!!! Kenapa kau—kau—kau menciumnya!!!! Apa kau bodoh!!!!" Dam-Hi mengutuki dirinya sendiri didepan cermin kecil yang terpasang diatas meja kecilnya "—Dengarkan aku nona muda Kim, kau—adalah seorang gadis yang penuh martabat dan harga diri, di besarkan dengan kehormatan seorang bangsawan dan yang—yang kau lakukan tadi itu—aahhh—aku bisa gila!!!!" Dam-Hi kini menjambaki rambutnya sendiri karena frustasi.
Di sini Dam-Hi sudah seperti orang gila, menangis kemudian terdiam kemudian mengutuk kemudian menangis ia benar-benar sudah tidak waras. Padahal yang dicium Dam-Hi bukan tunangan orang, bukan pacar orang dan bukan suami orang tapi suami-nya sendiri dan secara logika itu adalah hal yang wajar dan bukan sebuah dosa.
"Aku kotor!!!!" Dam-Hi meletakkan kepalanya di meja dan merenggek-renggek.
Haaah—Kim Dam-Hi.
Tiba-tiba Dam-Hi menegakkan tubuhnya "Iya benar... ini pasti hanya mimpi, aku hanya harus tidur untuk bangun dari mimpi buruk yang aneh ini, benar... Kim Dam-Hi kau harus tidur sekarang," Dam-Hi merangkak menuju tempat tidurnya, menyelimuti tubuhnya dan segera memejamkan matanya.
******
Lee Gak mengikat tali gut-nya dengan erat kemudian melangkah keluar dari kamarnya, sebelum melangkah menuju halaman ia menyempatkan melihat kearah kamar sang istri yang malam itu masih berpendar. Ia hendak melangkah kesana namun sesuatu yang penting menunggunya "SIAL!!!" umpatnya dalam hati.
****
Tuan Besar Kim juga tengah mengadakan pertemuan dengan beberapa koleganya.
"Jadi apa benar Pangeran Soryung mulai bergerak, tuan Kim?" tanya salah satu koleganya.
"Sepertinya itu benar, bukankah utusan dari ming sudah hampir tiba di perbatasan? Bukankah tujuan Pangeran Soryung adalah mengubah isi keputusan dari Kaisar tentang penobatan Putera Mahkota?" jawab salah satu dari mereka penuh keyakinan.
Tapi sepertinya tidak dengan Tuan Besar Kim, entah mengapa lelaki tua itu seperti merasa ada sesuatu yang mencurigakan namun ia tidak tahu hal tersebut.
Han Joon yang sering berada dikediaman tersebut mengatakan bahwa tidak ada gerak-gerik yang mencurigakan dari pemuda tersebut begitu pula dengan putrinya yang mengatakan bahwa hanya seorang gisaeng dan beberapa orang yang mengantarkan arak saja yang datang kerumah selebihnya pemuda itu pergi entah kemana dan baru kembali pada tengah malam dalam keadaan mabuk.
"Apa putri anda tidak memberikan informasi lainnya? Heeh—" lelaki tua dengan janggut panjang tersebut mendengkus tiba-tiba "—jika seperti itu bukankah tidak berguna meletakkannya sebagai umpan disana."
BRAAKKKK!!! Tuan Besar Kim melemparkan botol arak ke dinding membuat botol porselin tersebut pecah dan membuat mereka yang berada disana terdiam seketika, Tuan Besar Kim kemudian menatap tajam kearah lelaki tua yang mengejek putrinya tersebut "Apa anda sudah bosan menggunakan lidah anda, Tuan Gong? Apa perlu saya memotongnya dan memberikannya pada anjing kelaparan yang lebih membutuhkannya?"
Lelaki tua itu menciut dan tak berani menatap tuan besar Kim. Tuan Besar Kim terlihat mengcengkram cawan araknya kemudian berjalan pergi begitu saja.
Ia keluar dari ruangan tersebut di ikuti Han Joon dibelakangnya.
"Naeuri..."
Tuan Besar Kim kemudian berhenti dan menolehkan sedikit kepalanya kearah Han Joon.
"Lakukan malam ini!"
"Yee!" Han Joon menjawab tegas.
***
~Daejeongjeon, Aula Ratu~
Ratu terlihat cemas, bagaimana tidak kedatangan utusan dari Ming sebentar lagi datang untuk memberikan surat persetujuan atas pengangkatan Putera Mahkota sebagai pewaris Takhta yang syah. Ia cemas dan takut jika Pangeran Soryung akan melakukan sesuatu yang buruk terhadap mereka. Walaupun Ibu Suri berkata tidak apa-apa dan punya rencana namun tetap saja ia merasa cemas dan tidak tenang.
"Mama...Tuan Ong ingin bertemu!" Dayang mengabarkan dari luar kamar Ratu.
"Suruh pamanku masuk segera!!"
Pintu geser segera di buka dan muncullah lelaki tua yang sudah sejak lama di tunggunya. Lelaki itu membungkuk memberi hormat kemudian duduk di depan Ratu.
"Bagaimana paman? Apa ada perkembangan? Apa paman tahu apa rencana Pangeran Soryung??" Ratu bertanya dengan tidak sabaran.
"Mama... sepertinya kita sedang di berkahi sekarang, anda jangan cemas saya sudah mendapatkan seorang mata-mata yang bisa di percaya dan dekat dengan Pangeran Soryung," lelaki itu menjelaskan.
"Benarkah? Apa dia bisa di percaya?? Siapa dia?? Apa dia orang Ibu Suri?? Paman..."
Lelaki tua itu hanya tersenyum.
Semua sepertinya begitu penasaran dengan rencana Pangeran Soryung, mereka semua seperti kebakaran jenggot takut dengan aksi pemuda yang benar-benar tak terduga tersebut.
Namun sepertinya pemuda yang tengah menjadi topik hangat tersebut terlihat santai saja, hanya saja ia sedikit kesal dan tak sabaran.
Terlihat sejak tadi pemuda itu terus mengetuk-ngetukkan jemarinya diatas meja, dari ekspresinya terlihat bahwa ia benar-benar tidak ingin berada di tempat itu sekarang, pikirannya hanya rumah...rumah...rumah...dan rumah... karena di rumah ada istrinya.
"Yaa—" Pangeran berbisik ke dekat telinga Yoon "—Bisakah aku melewatkan percakapan basa-basi ini? Bukankah intinya sudah di katakan??"
"Memangnya kau mau kemana?" tanya Yoon.
"Pulang!"
"Pulang? Tidak biasanya kau ingat dengan rumahmu—" tiba-tiba Yoon tersenyum "—Yaaa!! Apa kau...?!"
Pangeran sepertinya mengerti dengan ucapan Yoon, pemuda itu tersenyum "Yaaaa—" Pangeran berkata dengan nada suara manja sambil memukul pelan lengan Yoon "—Tuan muda Yoon punya pikiran yang sangat buruk karena terlalu banyak menghisap Opium sepertinya."
Hahaahahahahaa—Yoon tiba-tiba tertawa membuat semua yang ada disana mengalihkan pandangannya kearah mereka berdua dengan tatapan penasaran.
"Tidak apa-apa kami hanya sedang berbicara, silahkan lanjutkan..." ucap Pangeran.
"Pulanglah... sepertinya Lee Gak sudah tidak sabaran untuk melakukan sesuatu di rumah," sindir Yoon.
Pangeran tersenyum kemudian berdiri dari duduknya, ia keluar dari ruangan yang penuh aroma arak dan bau-bau bedak gisaeng.
Pangeran segera bergegas pulang kerumahnya.
Tapi begitu sampai dirumahnya, kamar sang istri sudah gelap dan keadaan benar-benar sunyi didalam kamar tersebut. Tiba-tiba entah kenapa rasa kecewa muncul di lubuk hati Lee Gak kemudian ia tersenyum—menertawakan kebodohannya sendiri.
Haaahh—
Bersambung.......
KAMU SEDANG MEMBACA
As a Flower Bloom and Fall (LANJUT KARYA KARSA)
Fiction Historiquemenjadi puncak Rantai makanan bukanlah sesuatu yang mudah, Keluarga Kim memanjat kekuasaan tersebut dengan mengorbankan banyak nyawa sebagai pijakannya dan Mendiang Selir Agung tak luput dari pengorbanan tersebut bahkan menjauhkan putra-nya, Pangera...