Matahari sudah terbenam dan sinar bulan mulai menerangi malam ketika Dam-Hi membuka matanya setelah sekian lama.
"Apa anda tidak merasakan pusing atau semacamnya lagi?" tanya Jan-Di memeriksa keadaan Dam-Hi.
"Heee? Itu—" Dam-Hi berpikir sejenak seraya meletakkan mangkuk obat-nya "—Jan-Di-ya... sepertinya aku lapar, bisakah kau menyiapkan makanan untukku? Aku ingin makan sup daging babi dengan aroma rempah yang kuat seperti yang di masakkan bibi Kang."
Jan-Di menelan ludah, ia tidak bisa memasak makanan tersebut sebenarnya "Baiklah, Nyonya akan saya masakkan." Jan-Di mengemasi mangkuk dan lainnya kemudian pergi.
Dam-Hi membaringkan tubuhnya kembali namun tiba-tiba sebuah ingatan yang membuat tubuhnya merinding melintas membuatnya duduk kembali "Anyiii!!! Itu hanya mimpi benar... tidak mungkin dia... dia..." gadis itu tiba-tiba panik.
"Kau sudah baikan?" suara Lee Gak terdengar,
Gadis itu menoleh dan berjingkat terkejut "Kenapa kau disini?!" serunya seraya menutupi tubuhnya dengan selimut tebal miliknya.
"Heeh!! Sepertinya istriku sudah sembuh!" pemuda itu berjalan menghampiri gadis yang terlihat panik tersebut.
Dam-Hi membelalakkan matanya, adegan intim yang entah mimpinya entah kenyataan terlintas di pikirannya membuatnya jantungnya berdegup kencang dan wajahnya memerah.
Lee Gak duduk didekat sang istri "Ooo—kenapa wajahmu terlihat begitu merah? Apa suhu tubuhmu tinggi lagi?" Lee Gak hendak memegang kening Dam-Hi tapi gadis itu langsung menjauh membuat Lee Gak urung dan mendengkus "—Apa kau begitu takut padaku?!"
"Oo—kau sangat menakutkan!!" jawabnya ketus.
Haaah—Lee Gak membuang nafas kasar kemudian mengeluar sebuah kantong dari dalam bajunya "Gunakan ini untuk hiasan rambutmu," Lee Gak menyerahkan benda tersebut.
"Aku tidak butuh hadiah apapun!!!!"
Lee Gak menarik tangan Dam-Hi dan meletakkan dengan kasar hadiah tersebut di atas telapak tangannya "Jangan sampai benda itu menghilang atau aku akan membunuhmu!!!"
GLUUPPP!! Dam-Hi menelan ludah kemudian menatap benda di tangannya "Memangnya apa ini?"
"Binyeo milik ibuku."
"Heeh?? Bi-Binyeo Binyeo mendiang Selir Agung??" Dam-Hi segera membuka kantong tersebut dan mengeluarkan isinya, sebuah Binyeo polos dari kayu terlihat disana bukan giok atau emas "—Apa kau berniat membohongiku? Ini hanya Binyeo biasa." Dam-Hi hendak meletakkan benda tersebut namun Lee Gak mencegahnya dan mengambil Binyeo tersebut.
Lee Gak kemudian berdiri dengan lututnya dan memasangkan Binyeo itu di rambut sang istri "Ibuku—terlahir bukan dari keluarga Bangsawan yang kaya raya, Binyeo ini adalah hadiah pertama yang diterimanya dari lelaki yang disukainya, ibuku masih menyimpannya hingga akhir hayatnya berharap... lelaki itu akan memasangkannya kembali di rambutnya seperti dahulu."
Setelah memasangkan Binyeo tersebut Lee Gak duduk didepan Dam-Hi dan menatapnya "—Bukan bahan apa yang digunakan untuk sebuah hiasan yang menunjukkan seberapa tinggi derajatmu sebagai sebuah benda berharga tapi... arti dari benda itu sendiri." Suara Lee Gak terdengar lembut tidak meninggi seperti biasanya.
Binyeo itu adalah pemberian dari Raja, ketika Raja keluar Istana untuk menyamar beliau bertemu dengan Ibu dari Lee Gak, sebuah cinta pada pandangan pertama dan berakhir tragis dan mengenaskan.
![](https://img.wattpad.com/cover/299514018-288-k96485.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
As a Flower Bloom and Fall (LANJUT KARYA KARSA)
Historical Fictionmenjadi puncak Rantai makanan bukanlah sesuatu yang mudah, Keluarga Kim memanjat kekuasaan tersebut dengan mengorbankan banyak nyawa sebagai pijakannya dan Mendiang Selir Agung tak luput dari pengorbanan tersebut bahkan menjauhkan putra-nya, Pangera...