Pagi harinya Dam-Hi bangun dengan sekujur tubuhnya yang terasa sakit, terutama pergelangan tangannya dan juga lehernya bekas gigitan Lee Gak. Ia mengingat kejadian malam itu membuatnya merinding.
Gadis itu menyentuh lehernya yang terasa pedih dan teringat bahwa Pangeran Soryung mengigitnya di bagian tersebut "Pemuda sialan itu!!!" umpatnya lemah.
"Agassi—" suara Jan-Di terdengar dari luar kamarnya "—Saya membawakan anda air hangat!"
.
.
.
Dam-Hi tengah bersiap sekarang, ia memperhatikan bekas luka memerah di lehernya yang tak juga mau hilang ataupun tertutupi dengan bedak yang di sapukannya.
"Tadi malam Han Joon memaksa saya untuk mengatakan kemana anda pergi," bisik Jan-Di seraya menyisir rambut Dam-Hi.
"Untunglah dia bertanya, jika tidak—aku mungkin tidak akan selamat sekarang," jawab Dam-Hi.
"Yeee?!" Jan-Di terkejut dan berhenti menyisir "—Apa yang terjadi dengan anda, nona?" ekspresinya berubah panik.
"Sudahlah—aku tidak ingin mengingat kejadian mengerikan itu lagi sekarang!"
"Agassi—anda membuat saya cemas."
Setelah berkemas—Dam-Hi menuju ruang utama untuk menyantap sarapan bersama keluarganya.
.
.
"Apa? Me-me-memajukan? Kenapa dimajukan?" Dam-Hi terkejut mendengar kabar yang disampaikan ayahnya.
"Ayah juga tidak tahu, tapi Kasim Yeon menyerahkan surat perintah tadi pagi dan meminta kau untuk bersiap!"
"Haaah—" Dam-Hi menghela nafas kesal seraya meletakkan sumpitnya, selera makannya menghilang seketika sekarang.
Pernikahan yang akan di selenggarakan bulan depan tiba-tiba maju seminggu lagi. Ia berpikir hal ini mungkin saja ada hubungannya dengan apa yang dilakukannya semalam. Dalam hal ini Dam-Hi harus berpikir cepat bagaimana bertahan hidup untuk membunuh pemuda biadab tersebut.
"Selesaikan makanmu, ayah akan bicara denganmu nanti," kata sang ayah.
Dam-Hi meletakkan sumpitnya pelan "Aku tidak makan lagi, selera makanku sudah hilang rasanya!" gerutunya.
Mendengar itu Ro-Hi tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut dan mengambil mangkuk sup milik sang adik "Aku akan memakannya dengan senang hati," kata Ro-Hi.
Dam-Hi tak berselera lagi untuk menyantap sarapannya dan memilih menunggu sang Ayah di ruang kerja ayahnya. Hela nafasnya terdengar berat sejak tadi. Nasibnya benar-benar sial "Menjadi cantik itu sangat merepotkan. Huuufffttttt~~
Dam-Hi menunggu Ayahnya sembari membaca beberapa buku koleksi sang Ayah, Dam-Hi memang sudah terbiasa membuku buku-buku milik Ayahnya sejak ia berusia 10 tahun.
SREEKKKK!!! Pintu ruangan di buka membuat Dam-Hi menolehkan kepalanya, Ayahnya memasuki ruangan dan Dam-Hi segera berdiri menyambutnya.
"Duduklah."
Dam-Hi duduk didepan sang Ayah. Melihat ekpresi serius sang Ayah, Dam-Hi merasa apa yang akan mereka bicarakan adalah sesuatu yang serius.
"Ayah—"
"Dam-Hi-ya—dengarkan baik-baik apa yang akan Ayah sampaikan," jelas sang Ayah.
"Yee, Abeoji."
"Kau—Akan menjadi pembunuh Pangeran Soryung!!"
Dam-Hi menegakkan kepalanya memandang penuh keterkejutan pada sang Ayah "Ayah???!!"
"Kau tahu jika Pangeran Soryung menginginkan Takhta sebagai bentuk balas dendam atas kematian keluarganya bukan, kau juga tahu bahwa kesalahan yang dibuat oleh keluarga Pangeran Soryung tak termaafkan, mencoba membunuh Putera Mahkota dan kini... Pangeran Soryung akan melakukan hal yang sama untuk sebuah kekuasaan—" Tuan Kim mencoba meyakinkan sang putri
Sang Ayah kemudian meletakkan sebuah belati di atas meja "Kau yang bisa membunuhnya dan melindungi Takhta saudara-mu nantinya—"
Dam-Hi memperhatikan belati diatas meja tersebut, jantungnya berdegup kencang bagaimana ia bisa menjadi bagian dari politik panas Istana sekarang. Bagaimana ia bisa terlibat dalam perang Takhta sekarang. Sudah bukan rahasia lagi kisah tentang keluarga Pangeran Soryung yang berkhianat, hingga pemuda itu harus di buang dari Istana. Keluarga kejam yang menghalalkan segala cara untuk menggapai puncak kekuasaan tertinggi Joseon.
"Apa yang harus saya lakukan Ayah?!" Dam-Hi juga sudah merasa marah dengan Pangeran Soryung membunuhnya memang sangat beresiko dan berbahaya tapi melihat bagaimana Ayahnya mendukungnya membuatnya percaya diri.
"Ini akan sangat berbahaya jadi—bersiaplah!"
Dam-Hi mengangguk mantap "Yee, Aboeji!!"
Mampukah Dam-Hi menyelasaikan tugasnya untuk membunuh Suaminya?? Ataukah ia nantinya yang akan terbunuh dalam pertarungan tersebut???
Kim Dam-Hi.... Hwaiting!!!!
*****
Musik menggema keseluruh sudut kediaman keluarga Kim, ornament berwarna merah mendominasi Kediaman Mentri Kim pagi itu. Hari ini adalah hari pernikahan Dam-Hi dan Pangeran Soryung.
Sejak pagi Dam-Hi sudah di dandani dan bersiap menuju upacara pernikahannya.
"Kau mungkin hanya dijadikan sebagai alat untuk menghentikan langkah kita, namun sepertinya Pangeran juga tengah mengambil resiko dengan memasukkanmu kedalam kediamannya dan menjadikanmu nyonya di sana, kau hanya perlu melaporkan apa yang Pangeran Soryung lakukan dan juga—jika sesuatu terjadi kau bisa membunuhnya dengan segera, Han Joon akan ada disana untuk melindungimu, jika kau takut—kau bisa mundur sekarang!"
Dam-Hi memandang kedepan dengan tatapan mata penuh tekad "Saya akan melakukan yang terbaik untuk bertahan dan melakukan yang terbaik untuk keluarga kita, ayah."
Dua orang pelayan membantunya berdiri, Jan-Di membukakan pintu kamar Dam-Hi. Di luar Han Joon sudah menunggu, begitu melihat Dam-Hi berdiri disana pemuda itu langsung membungkukkan badannya memberi hormat.
Gadis itu terlihat begitu cantik hari ini dengan gaun pernikahannya. Hancur hati Han Joon rasanya melihat gadis itu berjalan melewatinya namun mau bagaimana lagi, bukankah bumi hanya bisa memandangi langitnya.
Dam-Hi sudah membulatkan tekadnya, misinya kini mungkin mission impossible tapi ia tak punya cara lain lagi, kediaman Pangeran Soryung baginya tak ubahnya sebuah hutan belantara, bertahan hidup dengan caramu sendiri atau kau akan termakan oleh binatang buas yang ada didalamnya.
Pangeran Soryung yang sudah menunggu di halaman rumah Kediaman Keluarga Kim terlihat menoleh ketika pengantinnya tiba, pemuda itu kemudian tersenyum sinis menyambut gadis yang akan menjadi istrinya tersebut. Sebuah senyuman yang ingin Dam-Hi lenyapkan dari wajah menyebalkan nan tamvan suaminya tersebut.
"Lihat saja nanti, jika aku tidak bisa membuatmu menderita jangan sebut namaku Dam-Hi!!!!"
Upacara pernikahan-pun di laksanakan, hal ini menjadi awal baru sebuah babak berbahaya bagi keduanya. Entah apa maksud Pangeran Soryung memasukkan seorang wanita dari pihak musuhnya ke dalam bentengnya, apakah ia benar-benar siap menerima semua resiko yang ada? Apakah Lee Gak meremehkan kekuatan seorang wanita? Lee Gak belum tahu, bahwa marahnya wanita bisa menghancurkan segalanya!
****
Huuaahhh udah Minggu lagi ya.... dak terasa...
selamat membaca kisah Dam-Hi selanjutnya.....
ingat ya!! gambar di dalam cerita hanya sebagai ILUSTRASI kejadian saja....
KAMU SEDANG MEMBACA
As a Flower Bloom and Fall (LANJUT KARYA KARSA)
Historical Fictionmenjadi puncak Rantai makanan bukanlah sesuatu yang mudah, Keluarga Kim memanjat kekuasaan tersebut dengan mengorbankan banyak nyawa sebagai pijakannya dan Mendiang Selir Agung tak luput dari pengorbanan tersebut bahkan menjauhkan putra-nya, Pangera...