~Istana kediaman Ratu~
Wanita berusia 30-an tersebut tengah melakukan pertemuan dengan pamannya, pertemuan yang sangat penting tampaknya terlihat dari wajah tegang keduanya.
"Apa paman bisa memastikan jika posisi Putera Mahkota aman? Bagaimana jika Ibu Suri berkhianat dan memajukan calon lainnya?" Ratu terlihat cemas.
"Apa yang anda pikirkan Yang Mulia, Ibu Suri tidak akan melakukan hal tersebut terlebih Putera Mahkota adalah bagian dari keluarga Kim."
Ratu mengenggam kedua tangannya dengan cemas "Ibu Suri sepertinya kecewa padaku, apa yang harus kulakukan paman?!"
Lelaki paruh baya di depannya tersebut terlihat tengah berpikir sekarang.
Sebuah kerjasama akan terjalin dengan baik jika didalamnya terdapat kepercayaan dari semua sisi namun sepertinya tidak dengan Ratu—kerabat jauh dari mendiang Istri putranya tersebut sepertinya tak sabaran untuk mendudukkan sang putra ke Takhta-nya dan membuat rencana sendiri dengan membangun aliansi. Namun jangan remehkan wanita yang setiap harinya hanya duduk dan membaca di kamarnya—wanita lanjut usia tersebut punya banyak mata yang mengawasi dan telinga yang mendengar. Ibu Suri adalah seseorang akan mentolerir kejahatan apapun kecuali sebuah pengkhianatan dan sekarang Ratu tengah kebinggungan karena sepertinya Ibu Suri sudah mulai menjauhinya.
Putera Mahkota bukan satu-satunya pion yang bisa di gerakkan oleh Wangsa Kim, masih banyak Pangeran dan keturunan Raja lainnya yang bisa di ambil dan di jadikan Pion untuk memperluas kekuasaan Wangsa Kim dan itu membuat Ratu cemas sekarang. Apalagi dengan menikahnya Kim Dam-Hi dan Pangeran Soryung membuat Ratu ketar-ketir dengan masa depan sang putra.
"Apa yang Ibu Suri rencanakan saat ini, Pernikahan ini membuatku gila!!!!" gumamnya.
Wanita tersebut begitu penasaran dengan pergerakan Ibu Suri, Ibu Suri tak pernah cerita tentang langkah yang diambilnya dan meminta wanita itu untuk mengikuti perintah dan duduk diam di posisinya hingga saatnya nanti tiba. Namun Ratu yang sudah mengenal tentang kekuasaan menjadi serakah dan mulai tak sabaran.
*****
Di Kediaman Pangeran Soryung.
Siang yang cerah, Dam-Hi tengah meredakan emosinya dengan bersantai di pavilliun kediaman besar suaminya tersebut di temani makanan yang enak dan juga Jan-Di pelayannya.
Di Pavilliun Dam-Hi masih saja mengomel tentang suaminya yang begitu menyebalkan, ia berbicara sangat cepat hingga Jan-Di—Pelayannya hanya mengangguk-angguk terkadang menggeleng-geleng tanpa tahu apa yang sedang tuannya tersebut bicarakan.
"Aku harus menulis surat untuk Tuan Muda Park, dia harus mencarikanku buku yang berisi cara-cara membunuh perlahan dan menyakitkan!!!!" Dam-Hi bersunggut-sunggut.
"Ma-nim....bukankah itu terdengar mengerikan?!" Jan-Di mengkerutkan keningnya mendengar ucapan sang nyonya.
"Yaa...laki-laki yang kini menjadi suamiku itu adalah Raja-nya mengerikan jadi mengerikan biasa saja tidak akan mempan melawannya, aku harus menggunakan mengerikan yang luar biasa!!!!!"
"Ma-nim...." Jan-Di hanya bisa mnghela nafas melihat tingkah sang majikan.
"Haaaaah!!!!—" Dam-Hi membuang nafas dengan kasar kemudian meraih peach besar di hadapannya dan mengigitnya, tiba-tiba seorang pelayan terlihat berlari tergesa membukakan pintu gerbang dan masuklah seorang wanita cantik "Heeeh!!—" Dam-Hi mendengkus, seorang wanita Gisaeng dengan dandanan mencolok dan dada besar menjulang memasuki halaman kediaman Pangeran Soryung dengan angkuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
As a Flower Bloom and Fall (LANJUT KARYA KARSA)
Ficção Históricamenjadi puncak Rantai makanan bukanlah sesuatu yang mudah, Keluarga Kim memanjat kekuasaan tersebut dengan mengorbankan banyak nyawa sebagai pijakannya dan Mendiang Selir Agung tak luput dari pengorbanan tersebut bahkan menjauhkan putra-nya, Pangera...