Pagi hari yang cerah bagi Hanyang dan pagi hari yang mendung bagi Dam-Hi.
Hari ini Ayahnya akan pergi menemui Ibu Suri Agung di Istana untuk memberikan jawaban atas lamaran yang diberikan. Lelaki paruh baya tersebut sudah pergi sejak pagi bahkan sebelum sarapan siap untuk di hidangkan.
Dam-Hi yang tak bisa tidur terlihat meringkuk di kamarnya, airmatanya menetes kembali setelah di dengarnya tandu yang membawa sang Ayah pergi. Hari ini mungkin akan menjadi akhir dari hidup Dam-Hi yang cerah ceria dan berganti dengan hidup yang penuh ketakutan dan kegelapan.
Tiba-tiba Dam-Hi duduk dari tidurnya "Tidak bisa!! Aku tidak bisa diam saja!!—" gumamnya, di singkapnya selimut tebalnya dan ia berjalan menuju meja kecil di sudut ruangannya—gadis itu kemudian membuka laci dan mencari-cari sesuatu di kotak penyimpanannya.
"—Ketemu!!—" gumamnya, di lihatnya sebuah belati kecil hadiah ulang tahun dari kakak pertamanya. Di raihnya benda berkilau tersebut dan di tatapnya dengan tajam "—Aku akan membunuhnya! Akan ku bunuh dia sebelum dia membunuhku!!" gumamnya, ia kemudian tersenyum sambil memandangi belati tersebut.
Ia benar-benar tidak ingin berakhir dengan monster mengerikan seperti Pangeran Soryung, impiannya adalah menikahi Bangsawan terhormat dan baik hati seperti Tuan Muda dari keluarga Park—putra bungsu dari keluarga saudagar Kaya—Park Ryo-Jin, walaupun pemuda itu terkenal playboy tapi tidak apa-apa karena pemuda itu terlihat hangat dan lembut tidak seperti Pangeran Soryung yang menyeramkan dan kasar.
Selesai sarapan Dam-Hi terlihat duduk di pavilliun, ia tengah membaca buku di temani sang kakak—Ro-Hi yang tengah menyulam sambil mengunyah. Ro-Hi memang suka sekali makan terlihat dari ukuran badannya yang begitu gembul.
Dam-Hi melihat kearah Han Joon yang berdiri tegap di depan ruangan utama namun sesekali terlihat bergerak untuk memantau sekeliling rumah, pemuda itu biasanya ikut pergi sang Ayah namun karena kejadian Rusa petang kemarin sang Ayah memintanya untuk menjaga rumah.
"Apa yang harus kulakukan dengan Han Joon!!" gumamnya.
Ia membalik halaman bukunya tanpa melihat kearah buku tersebut karena pandanganya tertuju pada Han Joon, Dam-Hi tengah berpikir bagaimana caranya untuk menyingkirkan Han Joon agar ia bisa mencari Pangeran Soryung dan membunuhnya.
"Yaaa!!!—" sang kakak menegurnya.
"Wae?!" Dam-Hi menegakkan tubuhnya dan melihat kearah buku didepannya.
Ro-Hi memandang kearah Han Joon yang tengah membantu seorang pelayan menyiram tanah di halaman "Sejak tadi kakak perhatikan kau melihat kearah Han Joon? Apa kau menyukainya?"
Dam-Hi menatap tajam kearah Ro-Hi "Apa kau gila!! Bagaimana aku bisa menyukai Han Joon!!" jawabnya kesal "Yang bahkan tidak memandang kearahku," gumamnya lemah dengan ekspresi wajah sendu.
"AGASSSIIII!!!! AGASSIIII!!!" Suara Jan-Di terdengar menggelegar dari luar pagar.
Kedua kakak beradik tersebut kemudian menoleh kearah suara yang mereka dengar, Pintu pagar di buka dan muncullah Jan-Di yang tengah berteriak memanggil majikannya seraya mengangkat sebuah benda di tangan kanannya.
"Agassi!!" Jan-Di terengah, ia kemudian terlihat menarik nafas dalam dan menghembuskannya untuk mengontrol nafasnya.
"Ada apa? Kenapa kau berlarian seperti itu?" tanya Ro-Hi seraya memasukkan sepotong kue manis kedalam mulutnya.
"Agassi—lihat!" Jan-Di mengangkat bungkusan di tangannya sambil tersenyum.
"Yaa—" Dam-Hi segera menghampiri Jan-Di cepat sebelum gadis itu berbicara banyak "—Ikuti aku!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
As a Flower Bloom and Fall (LANJUT KARYA KARSA)
Ficción históricamenjadi puncak Rantai makanan bukanlah sesuatu yang mudah, Keluarga Kim memanjat kekuasaan tersebut dengan mengorbankan banyak nyawa sebagai pijakannya dan Mendiang Selir Agung tak luput dari pengorbanan tersebut bahkan menjauhkan putra-nya, Pangera...