Ayasa Pov
Aku mendengar semua percakapan ayah dan ibu. Aku bukan sengaja menguping, tapi saat aku kamu turun ke dapur untuk minum karena menahan lapar. Aku mendengar percakapan ayah dan ibu. Suara ibu lumayan kuat dan itu aku dengar semua perkataannya.
Aku juga tidak menabrak Alisa sama sekali, dan Alisa pun tidak terjatuh karena ku. Dia terjatuh karena air yang dia bawa tumpah dan membuat licin lantai.
Aku juga tidak tahu kenapa Alisa menuduhku mencelakainya. Mungkin Alisa kesal denganku atau sebagainya.
Aku merasa aku sudah tidak dibutuhkan lagi dimanapun dalam rumah ini. Dulu aku bertahan karena Alisa menyayangi ku dan aku juga membantu dia untuk mengerjakan prnya. Sepertinya sekarang ada ibu dan ayah yang akan selalu ada untuknya.
Aku belum berani untuk masuk kamar. Aku hanya menunggu ditempat tadi aku berdiri. Entah kenapa kakiku sama sekali tidak pegal.
Ibu dan ayah sudah keluar dari kamar. Tapi Alisa ikut bersama mereka. Tangga rumahku ini tidak terlalu tinggi jadi masih kelihatan kalau orang keluar dari kamar.
Ku beranikan diri untuk naik ke lantai atas dan masuk kamar.
Ku bungkus beberapa baju yang dibelikan kakek. Aku juga membawa beberapa buku yang dibelikan kakek dan ku beli sendiri dari yang dikasih kakek. Aku tidak mau membawa apapun dari rumah ini, harta ini semua milik ibu dan ayah.
Aku meninggalkan sebuah surat pamitan. Aku bukan sok dramatis agar dicari ketika meninggalkan surat itu. Aku sengaja meninggalkannya agar mereka bisa tau kalau aku tidak akan mengusik kehidupan mereka lagi.
Sekitar jam 10 malam aku keluar rumah lewat jendela dekat dapur. Sengaja tadi tak ku kunci. Setelah aku keluar baru ku kunci dengan mendorong jendelanya dan terkunci otomatis.
"Selamat tinggal rumah kenangan. Terima kasih sudah menampung anak haram ini selama 9 tahun. Jaga ibu, ayah dan adik-adikku ya" Ucapku didepan rumah.
Seperti yang kalian ketahui tadi, aku hanya membawa barang sedikit dan aku membawanya dengan kantong plastik. Karena semua tas itu ayah yang beli, jadi bukan hak ku. Itu ayah Alisa dan calon adikku, bukan ayahku.
Aku berjalan keluar komplek menuju stasiun kereta api. Aku menaiki kereta api gratis yang memang beroperasi diatas jam 10 ke atas karena mengangkut barang saja dari kota ku ke kota lain.
Aku izin dengan petugas dan dibolehkan.
"Ayah, kakek, anti. Maafin Ayasa ya udah buat kalian selalu dimarah nenek atau ibu karena membela Sa. Semoga dengan perginya Sa kalian hidup damai ya" Ucapku sendiri.
Skip Pagi
Hari sudah mulai pagi. Matahari sudah masuk ke dalam sela-sela jendela kereta. Aku bangun dan kereta rupanya juga sudah berhenti.
Aku keluar menatap luar yang sangat asing dipandanganku. Sebuah kota yang lebih besar dari kota ku sebelumnya.
Aku menarik napas dalam-dalam dan melangkah perlahan. Aku hanya memakai sendal jepit hadiah kakek yang sudah agak kesempitan.
"Maaf adek mau ke mana?" Tanya seorang ibu-ibu yang kebetulan lewat.
"Mau ke daerah pasar Bu, maaf ibu tau gak dimana?" Tanyaku ke ibu ini.
"Wah pasar lumayan jauh dari sini. Angkutan umum biasanya jam 9 baru lewat sini mau ke pasar. Ikut saya aja nanti saya antarkan" Ajaknya.
Aku tau ibu ini bukan orang baik jadi aku langsung kabur begitu saja.
Rupanya dikota besar, besar pula tantangannya.
Aku memasuki sebuah taman dan taman itu agak sepi. Mungkin karena ini bukan hari libur jadi sepi.
Aku kehausan jadi ku ambil air mancur ditengah taman dan meminumnya.
Aku memutuskan untuk tidak akan bicara lagi dengan siapapun.
"Eh adek gak sekolah?" Seorang mahasiswa menghampiri ku.
Aku hanya menggeleng saja.
"Rumahnya dimana? Nyasar ya?" Tanya nya lagi.
Aku tetap menggeleng.
"Kamu gak bisa ngomong?" Terkahir dia bertanya dengan hati-hati.
Aku mengangguk.
"Astaghfirullah! Maaf ya kakak gak tau. Oke kamu dari mana? Coba tulis tempat tinggal kamu disini" Dia memberikan ku pena dan buku note.
Ku tulis disana.
"Saya anak yatim piatu dan gak punya rumah" Kakak itu membaca kembali tulisan yang ku tulis.
Aku terpaksa berbohong dan menyembunyikan identitas ku. Aku tidak mau sampai ada yang mengenaliku.
"Ya Allah dek. Maafin kakak ya nanya nya salah. Kamu udah sarapan?" Tanya nya lagi.
Aku kembali menulis dibuku itu.
"Belum kak. Kakak ada pekerjaan untuk saya? Saya mau kerja mau cari uang untuk makan" Tulisku.
"Wah kebetulan tantenya kakak punya rumah makan dekat kampus ini, mau kakak ajak ke sana. Siapa tau dia lagi butuh untuk yang bantu beres-beres" Ajaknya.
Aku mengangguk dan tersenyum meriah. Akhirnya aku bisa menyambung hidup dikota ini.
Rian Pov
Saat subuh aku dikejutkan dengan hilangnya Ayasa. Aku sudah mencari kesekeliling rumah tapi dia tidak ada. Barusan aku telepon Bu indah menanyakan Ayasa tapi kata Bu indah Ayasa tidak masuk.
"Gimana Ri? Udah ada kabar tentang Ayasa?" Tanya papa padaku.
Aku, Maisa dan Alisa berada di rumah papa mama. Kami mengambil libur untuk mencari Ayasa.
"Belum ada pa, Ri khawatir pa" Ucapku.
Aku melihat Maisa sama sekali tidak ada rasa khawatirnya. Dia malah asik duduk nonton tv. Begitu juga mama, dia malah sibuk memasak kue jualannya.
"Ayah" Panggil Alisa.
Dia sudah menangis.
"Kenapa sayang?" Tanyaku padanya.
"Alisa jahat. Kakak pergi karena Alisa" Ucapnya sambil menangis.
"Udah jangan nangis dia pergi bukan salah Alisa. Dasar gak tau diri aja" Sahut mama.
"Lena! Mulut jangan sembarangan kalau bicara" Tegur papa ke mama.
"Udahlah pa nanti juga balik tuh anak. Bukan sekali ini aja dia main kabur-kaburan gini" Sahut Maisa.
"Tapi kali ini kakak gak akan pulang Bu. Huhuhu" Tangis Alisa makin menjadi.
"Udah kakak pasti pulang" Aku menggendongnya dan menenangkannya.
"Gak akan ayah!" Teriaknya.
"Udah, dari mana Alisa tau kalau kakak gak akan pulang? Udah ya jangan sedih lagi. Gak cantik lagi cucu kakek ini nanti" Bujuk papa.
"Alisa baca surat kakak" Ucapnya.
Aku dan papa sepandangan. Begitu juga dengan mama dan Maisa langsung menoleh ke arah Alisa.
"Surat? Surat apa?" Naisa nimbrung.
"Kakak tulis surat untuk kita semua. Kakak bilang, kakak gak akan pulang. Huhuhu, Alisa gak punya kakak lagi" Tangisnya.
"Alisa, Alisa sabar dan tenang dulu ya. Sekarang suratnya mana? Anti mau liat boleh?" Pinta Naisa lembut.
"Ada dalam tas Alisa. Tadi pagi Alisa gak berani kasih liat ayah, takut ayah marah Alisa. Tadi malam juga Alisa jatuh sendiri tapi Alisa tuduh kakak, jadi ibu marah kakak. Huhu Alisa pembohong, Alisa buat kakak pergi" Ucapnya lagi.
"Anti buka tasnya ya, anti mau baca suratnya kakak" Alisa mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bolehkah Aku Berada Di Antara Kalian Bu?
Short StoryCerita sudah direvisi guys! Ayok baca🤗