Ayah, Ibu

193 10 4
                                    

Ayasa Pov

Sore ini tidak seperti biasa mama dan papa pulang cepat, dan mama mengajakku untuk keluar bersama nya dan Mba Kayra.

"Mau kemana kita mba?" Tanya Mba Kayra ke mama.

"Kita nonton yuk, ada film baru. Aysa mau kan?" Tanya mama padaku.

Aku hanya mengangguk saja mengikuti kemana mama mau membawaku.

Sampai di mall kami membeli 3 tiket dan beberapa camilan. Mama izin ke toilet sebentar katanya kebelet mau pipis.

"Males banget liat kamu, kemana-mana ngekor aja. Kenapa harus muncul dikeluarga ini sih?" Ucap Mba Kayra padaku.

Aku hanya diam dan menatapnya. Dia menggerlingkan matanya setelah ku tatap. Kemudian dia masuk duluan ke dalam ruang bioskop.

Aku masih duduk menunggu mama di depan toilet.

Mama keluar sambil memegang kepalanya. Aku langsung memegang lengannya dan mengisyaratkan bertanya.

"Mama gak papa. Ayok kita masuk, Mba Kayra udah duluan ya?" Tanya mama.

Aku mengangguk dan kami pun masuk ke dalam bioskop.

Didalam mama memilih film genre horor, banyak adegan-adegan menakutkan dan mengejutkan. Tapi anehnya aku sana sekali tidak terkejut akan hal itu.

Mama dan Mba Kayra melirikku yang dari tadi hanya duduk diam tanpa bergerak terkaget. Mereka sudah berapa kali teriak dan terkaget.

"Makan dulu yuk" Ajak mama setelah kami selesai nonton.

Aku hanya diam dan mengikuti langkah mama.

"Anak itu kenapa aneh ya mba? Nonton horor gak ada kaget atau takutnya sama sekali. Aneh ini anak" Bisik Mba Kayra ke mama dan itu masih bisa ku dengar.

Mama hanya senyum saja dan mengabaikan ucapan Mba Kayra.

Robi Pov

Maisa datang bersama suaminya dan 2 orang polisi. Aku kira dia akan datang sendirian atau hanya berdua suaminya.

"Hm maaf Rob kedatangan aku ke sini mengganggu istirahat kamu. Aku hanya ingin bertanya apa benar kamu sekarang mengadopsi anak?" Tanya Maisa.

Aku berusaha tenang dan menjawabnya.

"Iya Mai, kebetulan karena anak kami meninggal jadi Sinta kesepian. Kami sepakat mengangkat anak. Ada apa ya?" Tanyaku pura-pura tidak tau.

"Maaf biar kami yang menjelaskan" Ucap seorang polisi.

"Jadi begini Pak Robi, Bu Maisa dan Pak Rian membuat surat kehilangan anaknya sekitar 5 tahun yang lalu, pencari kami berhentikan setelah hampir sebulan tidak menemukan hasil. Akan tetapi menurut info dari anak kedua Pak Rian, dia melihat kakaknya bersekolah disekolah dimana anak angkat bapak bersekolah. Dan menurut keterangan kakak dari temannya yang bersekolah disana kalau itu adalah benar kakak dari anak tersebut dan anak dari Bu Maisa dan Pak Rian. Kami disini hanya ingin meminta kerjasama Pak Robi, jika benar anak angkat Pak Robi adalah anak Bu Maisa dan Pak Rian maka kami meminta agak Pak Robi mengembalikan anak tersebut ke orang tuanya" Jelas sang polisi.

Aku baru mengetahui kalau Aysa telah menghilang selama itu. Tapi kenapa bisa pihak polisi tidak dapat menemukan keberadaan Aysa.

"Maaf pak polisi, Maisa dan Pak Rian. Saya memang mengadopsi anak angkat dan anak itu saya adopsi dari anak yang terlantar dipinggir jalan. Nama nya Aysa, ini fotonya" Aku menunjukkan foto palsu.

"Apa benar ini anak bapak dan ibu?" Tanya si polisi ke Maisa dan suaminya.

Maisa menggeleng, begitu pun suaminya.

"Bukan ini pak. Tapi anak saya yakin kalau yang dia lihat itu kakaknya" Ucap suaminya.

"Hm maaf Pak Robi boleh kami bertemu dengan istri dan anak angkat anda?" Tanya polisi.

"Istri saya sedang bekerja pak, kalau anak saya ada di kamarnya. Sebentar saya panggilkan." Ucapku.

Aku memang sudah meminta bantuan Bi Ijah untuk membawa keponakannya untuk ku jadikan pura-pura sebagai Aysa.

"Ini anak angkat saya. Aysa duduk sini" Anak itu duduk disampingku.

Maisa dan suaminya terdiam, sebutir air mata menetes dari pelupuk matanya.

"Maafkan aku Mai" Ucapku dalam hati.

"Ini bukan anak kami pak" Ucap suaminya.

Akhirnya pihak polisi dan Maisa percaya, mereka meninggalkan rumahku.

Maisa Pov

Lagi dan lagi aku mendapat harapan palsu. Aku sudah sangat berharap kalau itu adalah Ayasa. Tapi takdir berkata lain, mungkin aku belum ditakdirkan untuk bertemu anakku kembali.

"Udah yang sabar sayang, kita berdoa ya semoga kita cepat bertemu Aysa" Mas Rian mencoba menenangkan ku.

Aku hanya diam dan tak terlalu menggubris ucapannya. Aku sudah lelah, lelah badan dan lelah batin.

"Bu, bagaimana? Ketemu kakak?" Tanya Alisa yang menyambut kami.

Aku menggeleng.

"Belum nak, bantu doa ya sayang agar kita cepat bertemu kakak" Ucap Mas Rian.

Aku masuk ke kamar karena merasa sudah sangat lelah dengan keadaan ini.

"Ibu" Panggil Maliq Anak bungsuku.

"Iya sayang" Ku sambut uluran tangannya.

"Mau susu boleh?" Tanya nya.

"Sebentar ya ibu buatkan" Aku turun dari ranjang menuju dapur untuk membuatkan susu untuknya.

"Mau kemana Mai?" Tanya Mas Rian.

"Buat susu Maliq mas" Jawabku.

"Biar aku aja, kamu masuk kamar aja istirahat" Dia bergerak dengan cepat menuju dapur.

Aku kembali menuju kamar menunggu Mas Rian.

"Mana susunya Bu?" Tanya Maliq.

"Lagi dibuatin ayah, tunggu ya" Ucapku ke Maliq.

Dia mengiyakan dan kembali bermain dengan mainannya.

Sinta Pov

Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Aku rasa sudah aman kalau kami pulang sekarang. Aku mengajak Aysa dan Kayra untuk langsung pulang.

Mungkin kalian bertanya-tanya kenapa aku tetap memperkerjakan Kayra, sedangkan anakku dulu Ica dan Aysa sudah besar. Aku hanya tidak ingin anakku kesepian kalau aku dan suami tinggal bekerja. Dengan adanya Kayra setidaknya Aysa tidak kesepian di rumah.

"Mampir beli camilan mba" Ucap Kayra.

Kayra memang sangat dekat denganku. Dari dia bekerja dulu sewaktu tamat SMA dia sudah menjadi dekat. Dengan Ica pun dulu dia dekat. Kemana aku pergi membawa Ica pasti dia ikut.

"Aysa mau camilan juga?" Tanyaku ke Aysa.

Dia menggeleng dan kembali menatap jalanan.

"Langsung pulang aja ya Kay, Aysa udah kecapekan. Besok aja kita beli camilan ya" Ucapku ke Kayra.

Kayra mengiyakan tapi aku tau dia kesal karena ini pertama kalinya aku menolak permintaannya. Biasanya kalau dulu dengan Ica, selalu Ica mengiyakan permintaannya.

Aku sesekali melirik ke kursi belakang, Aysa rupanya sudah tertidur dengan menyandarkan kepalanya ke pintu mobil. Ku pinggirkan mobil sebentar.

"Kay pindah belakang ya, tolong sandarkan kepala Aysa ke kamu aja, takutnya nanti dia jatuh" Pintaku ke Kayra.

Dengan muka kesal dia pindah ke belakang. Aku hanya tersenyum saja karena Kayra sudah kuanggap keluarga sendiri.

Bolehkah Aku Berada Di Antara Kalian Bu? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang