Kabur Lagi?

171 7 1
                                    

Ayasa Pov

Aku melihat gelagat aneh dari mama dan papa beberapa hari ini. Tidak biasanya mereka melarang ku begitu ketat seperti ini. Bahkan aku ingin keluar rumah saja tidak boleh.

Ini hari libur dan mama papa pastinya di rumah. Mereka berdua tengah berbincang di taman samping rumah.

"Gimana mas, cepat atau lambat orang tua Aysa akan tau kalau Aysa bersama kita. Aku gak sanggup kehilangan Aysa" Ucap mama.

Orang tua? Apa jangan-jangan ibu dan ayah mengetahui kalau aku sekarang tinggal di rumah ini?

"Udah sabar sayang, aku yakin Aysa gak akan pergi dari kita" Ucap papa.

Mereka takut aku kembali ke orang tuaku kalau aku tahu keberadaan ku sedang dicari.

Aku memutuskan tidak mau menguping lagi pembicaraan keduanya. Aku masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya dari dalam.

Sekitar jam 3 sore aku baru bangun dari tidur. Ku langkahkan kaki menuju dapur karena haus. Aku tidak menemukan papa dan mama lagi ditempat tadi.

"Aku gak terima kalau mereka harus punya anak lagi. Mas Robi harus jadi milikku" Aku mendengar suara orang dari arah kamar mama papa.

Ku intip ke kamar, ternyata Mba Kayra tengah berada didalam. Mama papa tidak keliatan dikamar.

Buru-buru ku ambil hp dan ku rekam dia. Kebetulan lemari hias mama membelakangi pintu dan dia sedang membuka lemari hias mama. Dia menaruh sesuatu ke dalam laci meja rias dan menaruh sebutir obat juga ke dalam air minum mama yang ada di botol.

Aku terus memperhatikannya tanpa menimbulkan suara. Dia terus mengobrak-abrik kamar mama dan mengeluarkan isi kamarnya.

Kebetulan Bu Ijah sedang pulang kampung dan entah kemana Bi Mirna.

Tak lama setelah mengobrak-abrik kamar mama dia berjalan keluar. Aku buru-buru berlari menuju kamarku. Ku lihat dia menuju kamarnya dan mengobrak-abrik juga isi kamarnya itu.

Entah rencana apa yang dia lakukan, dia juga merobek sedikit bajunya dan mengacak rambutnya.

Tak lama setelah itu ku dengar mobil papa masuk ke perkarangan rumah. Tapi papa hanya sendiri, tidak bersama mama. Mungkin Bi Mirna ke pasar bersama mama.

Papa masuk ke dalam rumah dan langsung menuju kamarnya.

Betapa kagetnya papa melihat seisi kamar sudah berantakan. Baju berserakan dimana-mana dan ada bercak merah juga dikasur mama.

Aku tadi tidak memperhatikan bercak merah tersebut yang ku tahu Mba Kayra hanya mengacak kamar mama dan memasukan obat.

"Tolong! Tolong!" Teriak Mba Kayra dari kamarnya.

Papa langsung berlari menuju kamar Mba Kayra. Aku juga ikut menyusul dan ingin menyaksikan apa yang dibuat Mba Kayra.

Saat baru mau nyusul aku mendengar suara mobil mama. Mendengar teriakan mama dan Bi Mirna yang baru turun mobil berlari menuju lantai atas.

Aku akhirnya bersama mereka menuju kamar Mba Kayra.

Di kamar aku melihat Mba Kayra dan papa sudah berpelukan. Mba Kayra  memeluk pala dalam posisi berdiri. Tapi anehnya papa tidak membalas pelukannya.

Mama yang melihat itu langsung mundur, dan berlari menuju kamar. Saat masuk kamar mama syok melihat semua berantakan dan ada bercak darah dikasur.

Mba Kayra nangis sejadi-jadinya dan Bi Mirna membantu menenangkan. Papa mengejar mama yang berlari masuk ke kamar bawah.

Oh jadi ini rencana Mba Kayra mau membuat papa dan mama salah paham dan kemudian bertengkar.

Aku mengetuk pintu kamar mama. Tak ada jawaban dan hanya suara tangisan mama yang terdengar.

Tak lama aku mengetuk papa juga tiba, papa yang sudah acak-acakan menggedor dan memanggil mama.

Aku melihat ke arah papa masih dengan tenang. Papa panik melihat ke arahku.

"Papa gak seperti itu Aysa. Kamu harus percaya papa" Ucap papa. Mungkin dia merasa aku juga mempercayai ucapan Mba Kayra.

Setelah beberapa menit tak terdengar lagi suara tangisan mama. Papa yang panik mendobrak pintu kamar. Mama sudah tergeletak dengan darah dibagian bawahnya.

"Sinta!" Teriak papa.

Papa langsung menggendong mama dan membawa mama ke mobil. Aku langsung ikut begitu saja sambil menyandarkan kepala mama ke pahaku.

"Bertahan sayang" Ucap papa.

Aku hanya diam dan tak bergeming. Entah kenapa rasanya aku sudah tidak memiliki perasaan apapun lagi dalam diri ini. Aku sedih melihat mama seperti ini tapi air mataku sama sekali tidak ada.

Sampai di rumah sakit papa menggendong mama ke ruang UGD. Mama ditangani dan Alhamdulillah mama tertolong.

"Lain kali jangan biarkan si ibu stres ya pak. Bahaya untuk janinnya" Ucap dokter.

Jadi mama hamil, aku rasa tak ada gunanya lagi aku berada dikeluarga ini. Mama kan mengangkat ku karena ingin anak, sekarang dia sudah mengandung anaknya sendiri jadi lebih baik aku pergi.

"Jangan kemana-mana Aysa!" Ucap papa agak kuat.

Aku tidak terkejut. Aku berhenti dan berbalik badan menghadap papa. Ku langkahkan lagi kaki mendekati ranjang mama.

Esok Harinya

Mama terbangun dari pingsannya. Mama langsung menangis lagi, mungkin teringat kejadian semalam.

Alhamdulillah mama tidak perlu dirawat dan boleh langsung pulang.

"Mama mau minum?" Ku tulis dibuku ku.

Mama menggeleng. Dia mencoba untuk duduk tapi dia perutnya sakit.

"Akh!" Rintih mama.

Aku membantu mama untuk duduk. Tak lama kemudian masuk papa membawa buahan untuk mama.

"Panggil Mba Kayra Sa" Pinta mama.

Aku langsung keluar memanggil Mba Kayra.

Hebat sekali acting manusia satu ini. Dia berpura-pura frustasi dan ketakutan. Bi Mirna masih bersamanya dan menjaganya.

"Dipanggil mama" Tulisku dibuku.

Bi Mirna memapahnya ke kamar mama. Padahal dia bisa jalan sendiri.

Aku, Mba Kayra dan Bi Mirna sudah di kamar mama.

"Bibi boleh keluar" Ucap mama.

Bi Mirna keluar dan dia mengajakku, tapi aku tidak mau keluar bersamanya. Aku ingin menyaksikan drama apa yang akan dilakukan wanita satu ini.

"Kay jujur sama mba, kalian ada hubungan apa?" Tanya mama.

"Sayang aku sama dia gak ada hubungan apa-apa" Papa yang menjawab.

"Aku tanya Kayra bukan kamu" Ucap mama dingin ke papa.

"Sa saya gak ada hubungan apa-apa mba" Jawabnya pura-pura gugup.

"Kamu gak usah takut, jujur saja" Ucap mama lagi.

"Sayang, aku bener gak ada hubungan apapun sama Kayra" Lagi-lagi papa yang menjawab.

Mama hanya menatap papa dan kemudian kembali menatap Mba Kayra.

"Jadi, apa yang kalian lakukan dikamar kemaren?" Tanya mama.

"Kak Robi memaksa saya mba" Ucap Mba Kayra berpura-pura takut.

Aku duduk disamping mama dan memegang tangan mama untuk membantu menenangkan mama.

"Memaksa untuk?"

"Saya maksa apa!" Bentak papa ke Mba Kayra.

"Memaksa untuk?" Ulang mama.

"Melayani Kak Robi mba" Jawabnya.

Aku bukan anak kecil lagi, aku tau maksud dari perkataan Mba Kayra.

"Oh jadi darah diranjang saya itu darah kamu?" Tanya mama pelan.

Mba Kayra hanya menunduk dan mengangguk kecil.

Bolehkah Aku Berada Di Antara Kalian Bu? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang