Ayasa Pov
Sudah lumayan jauh aku pergi dari lokasi panti. Sekarang aku tidak tahu harus kemana lagi. Uang yang ku bawa juga pas-pasan untuk makan hari ini.
"Ngamen aja kali ya?" Pikirku sejenak.
Tapi aku ingat kalau aku tidak akan bicara dengan siapapun lagi. Aku harus terus memegang janji yang aku buat.
Didepan sekolah sana ada ribut-ribut. Aku mendekati dan melihat apa yang terjadi.
Aku berusaha menyalip diantara kerumunan orang. Setelah dapat masuk ke dalam kerumunan aku melihat rupanya ada anak sekolah yang terserempet pengendara motor.
Anak itu mengalami luka robek dikepala kanan dan beberapa lecet ditangan.
Saat ambulance datang membawa anak itu aku sempat ikut naik. Aku juga heran kenapa aku diperbolehkan ikut naik padahal aku hanya sekedar penasaran dengan anak itu.
Sampai di rumah sakit anak itu langsung dibawa ke UGD dan ditangani. Orang tua si anak belum ada yang datang ke rumah sakit.
"Kamu kakaknya kan? Adik kamu kekurangan darah dan butuh darah secepatnya. Stok darah disini kurang 2 kantong, apa golongan darah kalian sama?" Aku bingung karena si dokter bertanya seperti itu.
Ku ambil buku dan pena untuk menulis.
"Saya bukan kakaknya dan golongan darah saya B+" Tulisku dibuku dan menunjukkan ke dokter.
"Tapi wajah kalian mirip dan golongan darah kalian sama. Apa bisa kamu ikut saya untuk kita periksa bisa donor atau tidak? Ini genting dan harus segera dilakukan tindakan" Ucap si dokter.
Aku karena kebingungan mau jawab apa akhirnya mengiyakan perkataan si dokter dan mengikutinya ke dalam ruangan.
Tensiku diukur dan darahku juga diambil untuk sampel.
"Kamu bersedia donor?" Tanya si dokter.
Aku mengangguk karena aku juga ingin menolong anak itu. Tapi setauku boleh donor itu usia 17 tahun ke atas. Sedangkan aku masih 14 tahun. Apa mungkin karena badanku yang besar sehingga dokter ini menganggap aku cukup umur.
Aku mantap untuk mendonorkan darahku. Aku juga tidak terlalu memikirkan dampak apa yang akan ku alami karena donor darah diumur yang belum cukup.
Dokter mulai menyuntik lenganku dan memasukkan selang untuk mengalirkan darahku ke dalam kantong.
Waktu pengambilan darah sekitar setengah jam untuk 2 kantong. Setelah selesai aku dibawa ke ruang rawat. Dokter menyuruhku istirahat karena badanku menjadi lemas setelah donor tadi.
"Ini minum susunya dek biar kamu pulih kembali. Adik kamu sedang dioperasi, semoga dia baik-baik saja setelah ini." Ucap perawat yang membawakan ku susu.
Aku mengangguk sambil berusaha tersenyum untuk mengungkapkan rasa terima kasih.
Maisa Pov
Kami tidak menemukan Ayasa di panti ini. Sudah jauh-jauh kami ke sini tapi tidak menemukan hasil. Kami hanya mendapat foto terbaru dari Ayasa saja.
Dia bertambah cantik dan wajahnya sangat persis dengan wajahku saat remaja. Dia sangat manis juga dan lesung pipinya pun keliatan seperti punyaku. Apa selama ini dia memang memiliki lesung pipi begitu? Kenapa aku tidak tahu? Atau mungkin memang karena aku tidak memperhatikannya dulu.
"Iya selamat sore, benar saya ibunya. Ini dengan siapa saya bicara ya?" Seseorang menelponku saat kami sedang menuju pulang.
"Kami dari pihak kepolisian Bu ingin memberi kabar kalau anak ibu terserempet sepeda motor dan sekarang sedang berada di rumah sakit. Dokter sedang melakukan operasi dikarenakan kepala anak ibu terbentuk trotoar dan robek. Apa ibu bisa datang ke rumah sakit sekarang?" Baru saja aku bersedih karena tidak jadi bertemu dengan anak pertama ku dan sekarang berita buruk yang ku terima tentang anak keduaku.
"Innalilahi. Baik pak saya dan ayahnya langsung ke rumah sakit" Jawabku sedikit panik.
Mas Rian dan Zayid menengokku dan meminta jawaban.
"Kita harus cepat ke rumah sakit dekat sekolah kunjungan Alisa mas. Alisa keserempet motor dan sekarang di rumah sakit sedang operasi" Ucapku ke Mas Rian.
Mas Rian dan Zayid bertukar posisi menyetir. Mas Rian masuk ke kursi penumpang untuk menenangkan ku dan Zayid yang nyetir. Mas Rian juga takut kalau dia yang nyetir akan bahaya karena dia sedang cemas.
Skip Rumah Sakit
Sampainya di rumah sakit kami langsung bertemu dengan 2 orang polisi. Polisi mengarahkan kami untuk masuk dan menuju kamar operasi.
Mas Rian terus menggenggam tanganku dan mengusap pundakku. Aku tidak sanggup mendengar kabar kecelakaan ini.
"Duduk dulu mba, aku pergi beli minum sebentar" Ucap Zayid.
Aku duduk dikursi depan kamar operasi. Lampu kamarnya masih menyala yang menandakan kalau operasi masih berjalan.
Sekitar 20 menit lampu kamar operasi mati, pertanda operasi selesai. Mas Rian membantuku berdiri dan kami sama-sama menunggu Alisa dibawa keluar.
Ranjang Alisa keluar, dia masih memakai baju operasi dan bagian kepalanya sudah diperban. Aku, Mas Rian dan Zayid mengikutinya.
"Bapak dan ibu orang tua pasien?" Tanya sang dokter.
"Iya saya dr. Rian ayah Alisa dan ini ibunya. Bagaimana kondisi anak saya sekarang?" Tanya Mas Rian.
"Alhamdulillah operasi berjalan lancar dan Alisa anak yang kuat, keinginan sembuhnya kuat ditambah donor darah yang dia dapatkan sangat cocok dengan darahnya bahkan satu DNA" Ucap sang dokter.
Kami sepandangan, kenapa bisa pendonor itu memiliki DNA darah yang sama dengan Alisa.
"Pendonornya siapa dok? Boleh kami bertemu?" Tanyaku.
"Pendonornya seorang anak remaja. Wajahnya hampir mirip dengan Alisa dan saya rasa mirip sekali dengan anda. Tapi tadi dia bilang dia bukan kakak dari Alisa, tapi dia bersedia untuk mendonorkan darahnya. Sekarang dia berada diruang rawat sementara karena tadi sempat lemas setelah donor." Jelas sang dokter.
Aku langsung menebak pasti itu Ayasa.
"Mas ayok kita liat, aku yakin itu Ayasa" Ajakku ke Mas Rian. Sedangkan Zayid ku minta untuk menjaga Alisa sebentar.
Aku dan Mas Rian berjalan dibelakang perawat yang disuruh mengantarkan kami.
"Silakan masuk ibu, bapak" Ucap perawat.
Aku dan Mas Rian masuk dan mencari satu persatu ranjang. Ranjang disini semuanya terisi dan tak ada Ayasa disini.
"Mana pendonor tadi suster?" Tanyaku.
"Tadi ada diranjang nomor 3 Bu, sebentar saya tanya yang tugas sore ini" Perawat itu pergi ke depan meja penjaga.
Kami juga mengikutinya.
"Maaf ibu, bapak. Pendonor sudah pergi beberapa menit yang lalu sebelum ibu dan bapak ke sini. Katanya sudah kuat dan sudah dijemput keluarganya" Ucap yang menjaga.
Gagal untuk kedua kalinya aku bertemu dengan Ayasa.
"Apa anak ini yang mendonorkan darahnya?" Ku perlihatkan foto Ayasa yang diberikan ibu panti tadi.
"Iya ini anaknya Bu, dia tidak bisa bicara tapi anaknya sangat baik dan sopan santun. Sebelum pamit tadi dia menitipkan surat katanya untuk pasien yang dia donorkan darahnya" Aku mengambil surat yang diberikan.
"Semoga kamu cepat sehat ya. Pasti orang tuamu sangat mengkhawatirkan keadaanmu" Isi dari surat yang Ayasa titipkan.
Mungkin dia juga belum mengetahui kalau dia mendonorkan darah untuk adiknya sendiri.
"Mas, syarat donor harus 17 tahun kan paling muda? Ayasa baru 14 tahun mas, apa resikonya mas?" Aku baru ingat kalau syarat donor darah harus berusia minimal 17 tahun.
"Ayasa bisa saja kekurangan darah dan lemas Mai. Bisa juga terkena anemia karena dia donor pada saat tidak cukup umur" Jawab Mas Rian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bolehkah Aku Berada Di Antara Kalian Bu?
Cerita PendekCerita sudah direvisi guys! Ayok baca🤗