33rd of the Moon

21 9 0
                                    

Bila Monas sedang dilanda mood minum teh, biasanya cukup ia menyeduh teh celup di segelas air panas, dan meminumnya selagi masih suam-suam kuku. Seharusnya ngeteh itu sederhana saja, tetapi demi tamu kehormatan bernama Moses Dewaputra, Monas baru ngeh, mengeteh itu rupanya rumit dan merepotkan pula tata caranya.

"Teh yang bagus itu tidak sembarangan menyeduhnya. Monas, coba kamu perhatikan cara Mamah, kira-kira seperti ini ..."

Teh susu yang dikira Monas semacam teh ringan ternyata harus dibuat dengan teh hitam yang diseduh pekat. Jangan gunakan teh hijau apalagi teh putih, ibu Monas wanti-wanti. Monas paling menyukai teh hijau sun-dried yang populer di Tiongkok dan Jepang. Teh hijau disebut sebagai teh yang tidak mengalami oksidasi atau unfermented teas, dan cara paling tradisional untuk memanaskan teh - agar proses oksidasinya dimatikan - adalah dengan mengeringkan di bawah sinar matahari. Itulah profil teh paling murni dan paling nikmat dalam pandangan Monas. Sayang, ibunya cuma punya daun teh hitam di rumah.

"Ingat, menyeduh teh susu paling bagus dengan daun teh hitam, sebaiknya jangan pakai teh celup, kecuali kualitasnya sangat bagus dan rasanya mendekati seduhan daun teh." Ibu Monas menerapkan pengajaran tehnya dengan tegas.

Airnya harus bersuhu 95 derajat celcius. Gunakan air termos, bukan air yang baru mendidih. Atau air panas dari dispenser juga bagus. Seduh dua sendok teh daun teh hitam dalam 500 ml air selama lima menit. Monas manggut-manggut, merasakan aroma teh yang kental memang menggiurkan dan sangat mood-boosting. Lalu panaskan susu cair tetapi jangan sampai mendidih. Ibunya menggunakan susu segar full cream yang sudah dipasteurisasi, jangan pakai susu bubuk, ibunya menguliahi. Oh, pantas buatanku aneh rasanya, Monas mencatat dalam hati.

"Komposisi teh susu yang mantap itu dua pertiga cangkir diisi teh kental dan sisanya susu yang sudah dipanaskan. Coba kamu cicip, tanpa foam susu pun rasanya sudah semantap buatan coffee shop."

Ehm, mantap sekali. Monas mengakui, teh susu seduhan ibunya lebih sedap dari buatan coffee shop. Mungkin rahasianya ada pada daun teh yang kata ibunya tak bisa dibeli di tanah air, lantaran dihadiahkan seorang pelanggan katering yang rutin berdinas ke Jepang. Kebetulan, pelanggan itu yang mengajari cara menyeduh teh susu yang nikmat.

Moses yang berselera high class sampai terlonjak begitu seteguk kecil teh menyentuh bibirnya. "Mmmhhh. Enak sekali. Tante jago deh bikin teh susu. Padahal gak ada foam foam kayak cappucino begitu, tetapi nih rasa coffee shop nya dah dapet banget. Ini koucha dari Jepang, Tante?"

"Benar sekali. Moses sepertinya familier dengan jenis-jenis teh Jepang, ya?" Ibu Monas mengangkat cangkir teh, mengangguk puas dan menyeruputnya dengan anggun.

"Ah, saya cuma tahu namanya saja, Tante. Lebih hebat Tante, familier cara menyeduh teh ala coffee shop. Jempol, Tante."

Arus perbincangan yang deras, menyoal minum teh dan tetek bengeknya tentu, seakan meninggalkan Monas yang terpaku di hulu sungai, tanpa tahu percakapan panjang itu bakal bermuara di mana. Beberapa kali ia mendeham lembut, mencoba menarik perhatian Moses yang berapi-api membahas teh pu erh koleksi ayahnya yang disimpan bertahun-tahun seperti wine dan makin lama disimpan, rasa dan kualitasnya makin bagus. Ada aroma dusty seperti aroma tanah sesudah hujan, dan hangatnya bisa menyamai khasiat ginseng, tetapi lebih lembut.

Akhirnya, Monas mendeham keras, dan Moses pun tidak lagi membahas teh, dan menyampaikan maksud Monas - katanya begitu - agar ibu Monas mau membantu di Wulandari sementara waktu. Tentu terkait order besar Leon Nikolas dan resepsi mewahnya. Monas melotot penuh curiga pada si pria matang. Kenapa sekarang pria di sisinya ini seperti kekanakan, ya? Kapan ia berniat meminta bantuan mamah ibunya? Ya, meskipun order itu datang atas rekomendasi ibunya, apa etis dan elok meminta bantuan ibunya yang didepak Wulandari bertahun-tahun silam?

Good Night Mama MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang