22nd of the Moon

35 7 0
                                    

Odd numbers. Bukan berarti nomor yang aneh, tetapi bilangan ganjil maksudnya, dimulai dari satu, tiga, lima, tujuh, sembilan, sebelas, tiga belas, dan seterusnya. Nah, angka tiga belas ini yang dulu diperdebatkan Gar dengan guru bahasa Indonesianya. Bukan soal kesialan atau keganjilannya, tetapi dalam karangan terdapat poin yang disalahkan. Tiga belas ditulis tigabelas oleh Gar, dan pengurangan nilainya cukup besar.

"Di mana-mana guru yang pasti menang, Pap." Gar melapor pada ayahnya. "Tentu sih, di KBBI memang jelas aturannya, tiga belas tulisannya. Tiga dan belas harus dipisah. Cuma aku kan konteksnya beda."

Kebetulan Gar berusia 13 tahun saat itu, dan Monas 14 tahun setengah. Tiga belas dalam karangan Gar merupakan angka yang hidup. Alkisah, tigabelas - digabung penulisannya - adalah tokoh utama cerita, bilangan yang dituduh sial itu menuntut keadilan lantaran merasa dianaktirikan. Maka Gar bersikukuh, tiga belas dalam karangannya itu berbeda dengan bilangan yang sudah umum.

"Wah, kamu out of the box, Gar. Pemikiranmu orisinal dan fresh sekali. Keren nih anak Papap."

Alkisah, dalam kenangan masa kecil Gar, Monas hadir, perannya cuma menguping secara pasif. Di ruang tamu lantai dua, ia dan Gar lesehan di tikar sementara papap mencoba tune-in frekuensi radio kesayangannya. Biasanya Monas tidak angkat bicara hingga papap mengungkit namanya. Ia segan dan diam saja selama tak diajak berbincang. Entah kenapa, aturan di rumah sudah mengakar, Bila Gar dan papap bercakap, Monas menanti kapan gilirannya menimbrung. Jika mamah berbicara padanya, nah ini dia hal yang cukup langka, Gar juga tak menimpali kecuali mamah memanggil nama sang adik tiri. Hal ini malah lebih tidak lazim lagi.

Hanya satu kali yang tak lazim, mamah, ibu Monas menyapa Gar. "Kamu sudah tiga belas tahun ya, Gar. Itu angka ganjil, kan? Tahukah kamu, nenekmu bilang, setiap perayaan kue bulan, kue-kue bulan di toko tak sengaja ganjil jumlahnya?"

Ganjil itu peruntungan baik kata nenek Gar. Monas menganggapnya nenek juga, dan nenek membeberkan tradisi angka ganjil tak disengaja dalam perayaan festival kue rembulan. Tanpa dihitung atau direncanakan, kue yang dipanggang pasti ganjil jumlahnya. Dan selama jumlahnya ganjil, seluruh kue di Wulandari pada hari penjualan kue bulan pasti ludes tak bersisa, malah tak cuma kue bulan saja yang laku. Bila diamati, pelanggan non-Tionghoa pun menyukai moon cake nenek, yang dijamin halal seratus persen dan rasa sedapnya digaransi seratus sepuluh persen.

Gar menceritakan kembali kenangan kecil itu pada Monas, mengenai moon cake dan tradisi angka ganjil yang bukan disengaja. Tanpa diduga kata "odd" yang berarti "ganjil" menimbulkan gagasan segar, tentang roti yang dimodifikasi menyerupai cake, hingga kesannya jadi odd atau tidak lazim. Mengaku sudah kehabisan akal berkreasi, Gar sebetulnya khawatir idenya dicuri lagi, berhubung toko waralaba besar agaknya menebar mata-mata tak kelihatan di seputar Wulandari. Maka, dihibahkannya ilham itu bagi Monas yang berkompetisi.

"Masalahnya, Nya. Di toko gak ada pegawai. Cuma ada aku dan Gwen aja. Pembeli juga orang-orang yang kita kenal. Kalaupun ada yang melihat-lihat tanpa beli, mereka cuma mampir sebentaran dan tertarik sama bangunan toko aja. Dulu di masa Wulandari ramai-ramainya gak ada yang namanya pencurian ide. Pelayan-pelayan yang dulu juga baik-baik orangnya. Apa karena dulu belum marak jamannya internet?" Gar memaparkan analisisnya dengan tajam.

"Oh, jadi maksudmu, Gar, kamu pernah gak sengaja bocorin resep di vlog atau channel Yutube-mu itu, Sweet Moon Faces? Ya, pastilah tersebar, Gar! Seluruh Nusantara juga ngeliat, tuh!" Monas mulai merangsek dan bersiap naik darah.

"Dih, sumpeh! Kagak dong, Nya. Gak pernah daku cuap-cuap yang rahasia dapur gitu. Paling Gwen doang yang tahu. Dia kan asisten di Wulandari, Nya. Anaknya juga baik dan gak macem-macem. Si Gwen, mah, aman lah."

Good Night Mama MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang