chapter 14

34.1K 2.8K 47
                                    

Happy reading🍒

Malam hari pun tiba, saat ini Reva sedang menyuapi ibunya makan. Dengan Ica membantunya, karena selama ini memang Ica yang mengurus ibu dan ayahnya saat Reva tidak ada.

Tiba-tiba seorang maid masuk memberitahukan bahwa Mark – ayah Reva sudah pulang. Mira yang melihat Reva bingung pun berdehem, kemudian tersenyum.

"Nak, kau tidak mau menemani ayahmu?"

"Tapi Bun –"

"Gapapa Kak! Ayah pasti sekarang lagi di ruang tamu,"sebelum Reva menyelesaikan ucapannya, Ica lebih dahulu menyela.

Reva memutar bola matanya malas, 'caper.'

Tak menunggu lama, Reva turun melihat pria paruh baya dengan jas hitam. Walaupun nampak sudah berumur pria itu nampak gagah dan tegas. Mendengar langkah kaki dari tangga, pria itu menoleh. Seketika wajahnya menjadi datar dan dingin.

"Kenapa kamu dirumah saya?"

Setelah sampai dibawah Reva terdiam sebentar lalu menjawab."Ayah, bukankah ini juga rumahku?"

"Cih, sejak kapan saya mengakui ini juga rumahmu?"decih Mark.

Reva menggigit bibir dalamnya, bukan takut justru ia ingin sekali membanting pria didepannya itu. Pria itu tersenyum sinis menatap Reva.

"Apa maumu?"

"Saya hanya ingin melihat keadaan Bunda saya, Tuan."

Mark menatap Reva kecewa, mengapa anaknya berkata formal dan memanggilnya tuan? Selama ini Reva selalu memanggilnya ayah, walaupun yang dilakukannya selalu keterlaluan.

"Saya harap, anak tidak berguna sepertimu tidak membuat ulah selama disini!"sinisnya kemudian pergi begitu saja.

Hanya bisa mengepalkan tangannya, itulah yang Reva rasakan. Ingin menonjok Mark, atau bahkan menghabisinya. Wanita itu menggeleng kemudian berjalan menuju kamar untuk tidur.

                                •••••

Disebuah kamar terdapat lima pamuda dengan aktivitas masing-masing.

"Jangan pake angela goblok! Kayak lon tau gak!"

"Biarin, nanti gue desahin biar menang."

"Awas aja kalah gara-gara lo nih,"cetus Sam.

"Lo tenang aja, kita digendong tiga cowok cuy!"semangat Arfin.

"Terus, lo apa asu!"frustasi Sam pada sahabatnya.

Ketiga temannya yang melihat hanya geleng-geleng kepala, hanya karena game saja ribut.

"Pak ketu punya obat sakit perut gak? Capek bolak balik kamar mandi ini!"ucap Ken memegang perutnya.

Vian yang memainkan ponselnya menatap Ken."Gak ada."

"Parah sih! Kalo gue mati gimana."

"Cari aja dikamar Reva,"ujar Vian tanpa melihat kearah Ken.

"Kev, ayo temenin gue."

Kevin hanya mengangguk lalu berjalan mendahului Ken. Sebenarnya ia tau dimana kamar Reva, hanya saja takut! Apalagi mansion Vian sudah banyak korban meninggal akibat bosnya itu. Tantu saja Ken takut ada hantu.

Ken dan Kevin masuk mencari obat yang mereka cari. Hingga lima belas menit mereka mencari tidak mendapatkan apapun.

"Harusnya ada sih, dimana coba!"lelah Ken.

New World [TRANSMIGRATION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang