1

5.3K 427 4
                                    

✨ HAPPY READING ✨

Entahlah sejak kapan aku memasuki tubuh gadis ini. Yang pasti, terakhir kali yang aku ingat adalah diriku terjatuh saat sedang berlarian ditangga sekolah. Ya, aku masuk kedunia novel laknat yang telah aku baca dari perpustakaan pusat kota. Novel tanpa judul itu menarik perhatianku yang akhirnya malah menyesatkan jiwaku. Dasar diriku! Mentang-mentang namanya samaan!

Aku menatap sedih bayangan diri dipantulan cermin kamar. Ini adalah setahun dari waktu kematiannya. Mungkin inilah mengapa Tuhan menyembunyikan waktu kematian setiap orang, rasanya sangat resah dan tidak tenang saat kita tau kapan kita akan mati dan dengan bagaimana caranya. Itu sungguh membuat hati gegana! Mungkin aku yang dulu sudah mati, tapi aku yang sekarang tidak akan membiarkan kecerobohan itu terjadi lagi. Aku ingin hidup lebih lama lagi, menikmati masa muda, mengejar cita-cita, dan pastinya aku ingin menikah dulu. Entar disurganya aku jomblo gak ada suami, gimana dong:v

Sisir pink yang berada dimeja itu ku raih pelan. Kulihat lekat benda pipih itu. Lucu. Satu kata untuknya. Aku tidak begitu tau tentang kehidupan Dayna yang tidak terlalu disorot dinovel. Apa boleh buat, dia kan hanya figuran. Aku memijit pelipis pelan.

"Sekarang harusnya Dayna ngapain ya?" Gumamku sambil menanggu dagu dengan satu tangan. Ini kan malam, mungkin seharusnya aku tidur kan?

.
.
.
.
.

"Non, bangun non Dayna. Den Zefan bilang dia nungguin non buat sarapan!" Teriak bi Iroh dari luar kamar Dayna.

"Engh..." Lalu didalam sana seorang gadis yang baru bangun karena ketukan pintu tadi mulai membuka matanya perlahan. Ia sesekali mengucek matanya yang terasa berat untuk terbuka itu. Ah kenapa ia kebo sekali? Tanpa ia sadari ia pun tumbang kekasurnya lagi. Entahlah, kasur selalu saja membuatnya terlena sampai lupa dunia.

Tok

Tok

Tok

Pintunya kembali diketuk. Tapi suaranya terasa tidak ramah dikuping Dayna.

"Dayna..." Suara berat dan dingin itu terasa menusuk ulu hati. Dayna yang tadi terlelap langsung membuka matanya cepat mengerjap beberapa kali pada pintu itu. Ah dia ingat! Ini sudah pagi kan?! Buru-buru ia bangun dan langsung menuju kamar mandi.

"AKU MANDI!" Teriaknya.

"Huh!" Dengus seseorang yang berada diluar kamarnya. Ia sangat benci yang namanya terlambat. Tidak tepat waktu membuatnya beberapa kali kehilangan kesempatan. Dia juga membenci orang yang tidak menghargai waktu dengan baik.

"Bi, katakan padanya untuk sekolah naik umum saja" Ucapnya sembari berlalu dari sana. Bi Iroh hanya mengangguk faham.

Didalam kamar Dayna cepat-cepat bersiap. Ia bahkan belum sempat menata rambut cantiknya dengan pantas. Tak mau berlama-lama, ia pun keluar kamar dengan seragam yang ia temukan dilemarinya. Hari ini bukan hari libur kan?

"Non, Den Zefan sudah duluan ke kampus. Katanya non Dayna kesekolah naik umum saja" Ujarnya dengan menunduk takut. Kenapa dia terlihat takut pada Dayna? Gak mungkin kan dulunya Dayna jahat?

"Oh iya deh gak papa bi" Jawab Dayna santai sembari melahap roti selainya. Ngomong-ngomong, dia takjub sekali melihat rumah sang antagonis utama pria ini. Besar, megah, asri dan pastinya surga duniawi banget. Dayna ingin menghabiskan waktunya dengan menikmati keindahan dunia barunya ini. Kenapa tidak bukan?

"Bi, Dayna pamit sekolah dulu ya! Daaah!" Dayna langsung keluar debgan tas pink-nya. Kenapa Dayna yang ini suka sekali warna pink? Apakah pink itu warna favoritnya? Ah masa bodo.

Dayna melangkahkan kakinya keluar gerbang rumahnya. Ia menatap jalanan sepi depan gerbangnya dengan bingung. Dimana ia harus menunggu bus umum? Apa disini suka ada bus lewat? Pikirnya termenung. Namun karena waktu semakin berjalan ia pun memilih untuk menyusuri jalan raya kecil itu. Siapa tau didepan sana sekolahnya bukan?

Selang beberapa lama, Dayna merasa lelah. Baru juga mandi tapi tubuhnya sudah berkeringat lagi. Mana ini kan masih pagi. Dayna merasa dunia barunya begitu sempurna. Walaupun dulunya ia hanyalah gadis biasa, tapi dulu juga ia bahagia. Dayna menyeka keringatnya. Dia memicingkan matanya melihat keatas. Matahari mulai naik, tapi dia belum juga sampai ke sekolah. Aduh mana Dayna lupa letak sekolahnya dimana?

Ckik!!

Sebuah mobil berwarna hitam hampir saja menerjang Dayna. Kaget akan hal itu, Dayna langsung terjatuh ke samping. Jantungnya berdetak cepat, entah kenapa ia mulai merasa takut. Dunia memang tempat yang paling tidak aman. Ingatanya kembali pada masa lalunya. Dimana ia dan ayahnya tertabrak truk besar saat sedang mengendarai motor. Tentu saja karena truk itu nyelip! Seolah sengaja melakukannya. Yang Dayna sedihkan adalah ayahnya meninggal dunia tepat didepannya. Apakah hal itu patut diingat?

"Ya ampun maaf ya! Dek? Kamu gak papa kan?!" Dari dalam mobil itu turun seorang pria yang terlihat berumur. Ia terlihat panik dan membantu Dayna bangun.

"Ah iya! Aku gak papa kok, om" Jawabnya gelagapan. Ia menatap tak nyaman pria berumur didepannya. Ia seperti menatap dirinya dengan selidik.

"Kau, adik Zefan bukan?" Tanyanya dengan nada intimidasi. Dayna bingung harus jawab iya atau tidak. Takutnya salah pilih, ntar dia celaka.

"Um..." Dayna terdiam bingung.

"Ah lupakan, mungkin aku salah liat. Ngomong-ngomong mau sekolah ya? Mari saya antar sebagai bentuk permaafan saya!"

Dayna termenung. Bagus juga sih ada yang mau nganterin. Berhubung dia juga kan gak tau sekolahnya dimana. Gak salah kan kalo dia ikut?

"Tenang aja, aku gak bakalan macem-macem sama gadis" Ucapnya kemudian membukakan pintu belakang mobilnya untuk Dayna. Lalu tanpa pikir panjang Dayna pun masuk. Pria berumur itu nampak tersenyum miring. Mudah sekali mengelabui gadis polos sepertinya.

Unknown

Zefan, adik bodohmu ada ditanganku. Lalukan permintaanku atau akan terjadi sesuatu padanya.

Dayna mengerjap heran ketika pria berumur itu terus tersenyum padanya. Lama-lama Dayna juga takut. Bukankah ramah bila orang sering tersenyum? Tapi entah kenapa senyuman pria itu terlihat menakutkan.

"Om... Bukan om-om pedo kan?" Tanya Dayna dengan hati-hati.

"Apa? Pedo?"

"Pedofil..." Dayna menatapnya dengan siaga.

"HAHAHAHA!!" Pria itu malah tertawa mendengar pertanyaan konyol dari gadis itu. Kenapa ia begitu berani mempertanyakan hal itu pada orangnya langsung?

"Dayna emang blak-blakan orangnya... Maaf kalo nginggung perasaan om"

Pria itu menatap Dayna Dari kaca spion atas. Ada rasa aneh pada hatinya. Kenapa gadis ini terlihat biasa saja? Bukankah harusnya ia curiga padanya? Bukankah harusnya ia takut?

"Om, Dayna pengen tik tokan, om jangan ngintip ya!"

Pria itu mengulum tawanya. Bisa-bisanya ia malah tik tokan pada kondisinya yang seperti ini? Oh pria itu mulai tertarik padanya. Dia merubah rencananya.

'Baiklah, kita mulai dari sini' Batin pria itu.

Bersambung

I Became a Mafia Family ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang