Harum semerbak aroma dari asap wewangian yang mengudara diseluruh istana, disertai dengan banyaknya pelayan yang berlalu lalang membawa baki perak terus berlangsung sejak dari dua jam terakhir.
Suara tapak sepatu keras yang terdengar cepat, dengan sepuluh orang lainnya yang mengiringi membuat para pelayan berhenti sejenak dari kegiatan mereka untuk memberi hormat pada pemilik istana di Memphis, Mesir.
Sultan Kemnebi Thabit. Yang memimpin kerajaan Mesir pada abad ke-8.
Wajahnya yang dingin dan kaku membuat mereka merasa segan, dan tak berani untuk menatap langsung bagaimana wajah sang Sultan. Setiap berjalan, Kemnebi Thabit tak pernah menoleh pada apapun, ia hanya berfokus pada jalan yang akan dilaluinya. Sekalipun apa sebuah tambang emas yang menghadang.
Disepanjang jalan istana megah yang dilaluinya, bersinar cahaya terang dari obor-obor yang menempel didinding, serta ribuan lilin menyala yang tersusun apik ditempatnya.
Sultan dari Memphis itu menghentikan langkahnya didepan pintu besar nan kokoh bercat emas didepannya, kesepuluh lelaki yang mengikutinya ikut berhenti. Sebelum pintu itu terbuka, sang Sultan terlihat membusungkan dadanya, layaknya seorang pemimpin yang sangat berwibawa.
Pintu ruang dibukakan oleh dua orang penjaga, sembari membungkuk hormat.
Persembahan dan perjamuan yang diadakan pada bulan purnama malam ini begitu meriah, Kemnebi Thabit mengundang semua Sultan dari seluruh penjuru Mesir. Sultan dari Memphis yang disegani itu tentu sangat dijunjung dan dihormati oleh para rakyat maupun Sultan lainnya.
Tepukan tangan yang berbunyi dua kali membuat masing-masing pelayan menuju ketempat para Sultan duduk, Kemnebi Thabit duduk pada mimbar kesultanannya, atau yang bisa disebut sebagai singgasana sang Sultan, yang memiliki tinggi satu meter dari permukaan lantai. Dikawal oleh dua penjaga berpakaian besi, serta dua ekor patung singa jantan disisi kiri dan kanannya. Pelayan itu menaiki tangga mimbar dengan hati-hati, lantas paham betul apa yang Sultan butuhkan. Pelayan itu menuangkan anggur kedalam cawan perak Thabit, tak lupa ia menawarkan sajian lezat yang aromanya benar-benar menguar sejak tadi.
Disisi kiri, tempat para tamu dijamu. Salah seorang Sultan berujar cukup keras karena jarak yang membatasi mereka. "Ini adalah perayaan karena istrimu baru saja melahirkan bayi laki-laki. Jadi nikmatilah, Sultan Thabit." Seorang Sultan dari barat tersenyum senang sambil mengangkat cawannya yang diisi dengan anggur oleh pelayan disampingnya, lantas mengangkatnya setinggi wajah seolah mereka akan bersulang.
Sultan yang ikut mengangkat cawannya mengangguk setuju dan menimpali. "Dengan mempertontonkan tari perut dari wanita-wanita lajang." Guraunya dengan mengerlingkan mata kanannya, berniat menggoda Thabit.
Namun sekali lagi, Thabit sungguh tak menanggapinya, ia seakan-akan tak tertarik sedikitpun dan terus mempertahankan raut datar tanpa ekspresinya. Sang Sultan terlampau sulit mengekspresikan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
IRIDESCENT [Taelice Oneshot]
FanfictionDon't trust too much. Don't love too much. Don't hope too much. Because that "too much" can hurt you so much. update according to mood Inspired from anywhere.