Prangg!!
"AAARRRHHH!!"
Suara benda yang telah dibanting keras keatas lantai serta teriakan lantang seorang gadis yang tengah frustasi mampu membuat seorang pria paruh baya tersentak diposisinya, mendongakkan kepalanya ke lantai atas letak kamar sang gadis berada.
Pria paruh baya itu sontak berdesis kesal seraya membanting koran yang tengah ia baca, pria itu berjalan menaiki tangga menghampiri kamar sang gadis.
Sementara sang gadis lagi-lagi berteriak frustasi dan terus membanting benda apa saja yang mampu ia angkat hingga hancur berkeping-keping, berserakan dilantai.
Maniknya bergulir pada Trophy yang bertengger manis didalam lemari kaca, jumlahnya tak kurang dari lima puluh. Sang gadis berjalan menuju lemari kaca itu lantas mulai mengambil Trophy nya satu persatu yang mana langsung ia banting begitu saja hingga hancur berkeping-keping.
Gadis itu, gadis arogan nan keras kepala. Ia bahkan terus menghancurkan semua Trophy nya dan tepat di Trophy keenam yang berhasil ia hancurkan, seorang pria datang dengan wajah terkejutnya menatap sekeliling kamar sang gadis. Pria itu berjalan menghampiri sang gadis lengkap dengan tatapan tajamnya, namun tak mau kalah, sang gadis juga melayangkan tatapan tajamnya dengan mata yang memerah.
"Apa yang kau lakukan Lalice?!" Tanya pria paruh baya itu membentak dengan suara lantangnya seraya meremat kedua bahu gadis yang bernama Lalice.
Lalice Vittoria Dulce, nama lengkapnya.
Lalice tersenyum, atau lebih tepatnya seperti sebuah senyuman remeh menatap pria yang tak lekang memandangnya dengan tatapan tajam menusuk. Namun tak gentar nyali Lalice, ia menepis kasar tangan sang pria paruh baya dengan tatapan nyalang nan memerah.
Membuat sang pria paruh baya marah memandang Lalice, pria paruh baya itu menoleh pada Trophy Lalice yang telah hancur dan berserakan dilantai tanpa dipedulikan oleh sang pemilik. Lalice rasa tak ada gunanya ia menyimpan dan mengumpulkan semua Trophy itu jika ia terus dituntut untuk menjadi sempurna.
"Jika kelulusan nanti kau masih tak mendapatkan peringkat pertama, maka Ayah akan mengirimmu ke asrama dimana kau tak bisa bebas dan hanya akan dituntut untuk belajar!"
Manik Lalice semakin menajam tatkala sang Ayah lagi-lagi bertindak sesuka hati dan menuntut Lalice untuk menjadi anak yang cerdas, mengalahkan ratusan murid disekolahnya.
"AYAH TIDAK BISA BERTINDAK SESUKA HATI!" Teriak Lalice terlampau nyaring seraya mencengkram dengan keras jas sang Ayah hingga mengikis jarak mereka yang kini hanya berjarak sekitar 2 jengkal, napas Lalice memburu dengan manik yang melotot tajam pada Ayahnya tanpa rasa hormat sedikitpun.
Lantas sang Ayah mendorong keras tubuh Lalice menjauhinya dengan melayangkan tatapan marah sebab anak itu tak memiliki sopan santun ataupun rasa hormat lagi pada Ayahnya sendiri. Hampir saja sang Ayah mengukir karya tangannya diwajah Lalice, namun urung niatnya setelah melihat Lalice justru menantangnya dan mempersilahkan wajahnya untuk ditampar.
Lalice itu dididik keras sehingga ia tumbuh jadi gadis yang pemberani dan juga pemberontak. Namun Ayahnya selalu menuntut Lalice untuk menjadi sempurna diluar kemampuannya.
Hei, Lalice bukan manusia yang terlahir sempurna, ia bukanlah orang yang dikaruniai dengan otak yang cerdas sejak lahir! Lalice pintar karena dituntut untuk terus belajar dan ditekan untuk menjadi gadis sempurna dengan otak diatas rata-rata.
Itupun Lalice masih tak bisa menyaingi satu orang yang sudah ia tandai kedalam daftar hitam, orang yang melampaui kecerdasannya hingga Lalice menganggapnya sebagai musuh abadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
IRIDESCENT [Taelice Oneshot]
FanfictionDon't trust too much. Don't love too much. Don't hope too much. Because that "too much" can hurt you so much. update according to mood Inspired from anywhere.