"Your name, Miss?"
Mata hazel berbentuk seperti rusa itu terus menyapukan pandangannya pada tempat yang sangat asing baginya, tatapannya nanar. Perempuan itu terhenyak sembari menatap pada pergelangannya yang di remat kasar oleh seseorang yang sejak tadi tak melepaskan pegangan tangannya. Ia meringis pelan.
Mata tajam wanita paruh baya namun masih sangat segar dan cantik itu, menatap agak melotot ke arahnya. Ia tahu bahwa wanita ini memintanya untuk menjawab pertanyaan lelaki kurus yang mencatat daftar tamu, yang menunggu mereka dengan jengah sejak tadi, namun mulutnya terasa kaku untuk sekedar menyebut nama.
Wanita yang bersamanya memutar bola matanya malas. Ada banyak ancaman dari tatapannya, yang sontak membuat gadis itu menunduk takut.
"Elisa Fox." Dan ya, yang menjawab bukan sang pemilik nama, melainkan wanita paruh baya yang kini menyeret langkahnya untuk memasuki tempat yang baru pertama kali ia lihat dan ia pijakkan kakinya.
Sebuah kasino mewah dan terbesar di Kolombia terlihat jejal akan manusia-manusia yang bermain kartu, di temani dengan beberapa botol alkohol juga wanita seksi mengelilingi. Mereka bahkan tak ragu untuk bercinta di sudut ruang, diatas meja billiard, atau pun di sofa.
Mata Elisa terpejam tiap kali pandangannya tak sengaja jatuh pada perbuatan menjijikan yang orang-orang itu lakukan tanpa tahu malu. Hatinya meringis pedih.
Tangannya terus di tarik dengan paksa oleh Tiffany—ibu tirinya, menuju ke sebuah ruangan yang di jaga oleh dua pria berpakaian hitam.
"Aku tidak mau, ibu!" Elisa mencoba menahan langkahnya sehingga membuat Tiffany berhenti. Wanita itu melotot mendengar penolakan Elisa, ia jadi dongkol mendengar rengekan manja dari gadis sembilan-belas-tahun ini.
Di rematnya dengan kuat bahu Elisa, seolah ingin meremukkan tulang gadis itu, dan di guncang-guncangnya dengan gusar tubuh Elisa. "Ayahmu mati meninggalkan hutang! Kau pikir hidup selama lima tahun denganku itu gratis? Kau harus membayar kerugian yang ayahmu sebabkan!" Wanita itu mengomel tak tahu malu, beruntung hanya beberapa orang yang menyorot sekejap ke arah mereka. Karena tempat yang begitu riuh, sehingga suaranya teredam.
Dan lagi pula, disini tempatnya bersenang-senang. Semua orang punya kesibukan masing-masing.
"Aku bekerja untuk menghasilkan uang, agar bisa membayar hutang-hutang ayah!" Pekik Elisa yang terdengar frustasi, sekeras apa pun ia coba melepaskan rematan tangan Tiff di lengannya, itu tetap tak berhasil.
Mata Tiff makin nyalang memandangnya, wanita itu memukul kasar wajah Elisa yang sontak membuat sang gadis terdiam memegangi pipinya.
"Kau pikir gajimu itu cukup untuk membayar semua hutang ayahmu dan biaya hidupmu yang kutanggung selama ini? Kau banting tulang dua puluh empat jam selama setahun pun tetap takkan lunas!" Suara Tiff meninggi, ia menjambak surai Elisa, hingga ringisan dan rontaan kecil dari gadis itu menguar.
Kemudian Tiffany menariknya lagi, ke arah tempat tujuan awalnya. Tiff sudah membuat janji temu dengan pemilik kasino, jadi kedua pengawal itu langsung membukakan pintu dan mempersilahkan mereka masuk.
Sang pemilik kasino duduk di kursi kebesarannya sambil menerima telepon, ia melirik sekilas pada kedatangan dua perempuan cantik di ruangannya. Dua perempuan itu menunggu sampai akhirnya sang pemilik kasino usai dengan obrolan bisnisnya.
Pria yang memiliki kumis dan jambang tipis itu berdeham singkat, ia menenggak sampanye nya sebelum akhirnya tersenyum menyapa kedatangan kedua tamu cantiknya.
Mata Elisa mengerjap beberapa kali ketika ia rasa tatapan pria di hadapannya ini mulai memindai dirinya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Elisa ingin pergi dari sini sekarang juga, ia terus bergerak gelisah ingin melepas genggaman tangan Tiffany, tapi wanita ini terlalu kasar menahan lengannya sehingga rasa yang di timbulkan cukup menyakitkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
IRIDESCENT [Taelice Oneshot]
FanfictionDon't trust too much. Don't love too much. Don't hope too much. Because that "too much" can hurt you so much. update according to mood Inspired from anywhere.