Page Sebelas

1.9K 232 17
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

Nyawa yang melayang harus terganti dengan nyawa yang hilang, darah yang menetes harus dibayar dengan darah yang mengalir, air mata yang meleleh harus ditebus dengan air mata yang mengucur. Karena dendam harus dibayar dengan dendam dan terus akan berjalan seperti itu.

Rasa sakit membuatnya kuat, kehilangan membutakan hati nuraninya, menderita adalah bagian dari hidupnya.

Tidak ada yang tau bagaimana dia menjalani setiap detik dalam hidupnya, tidak ada yang tau bagaimana rasa sakit menikamnya setiap helaian nafasnya. Tidak ada yang peduli bagaimana kejamnya dunia mengajarinya untuk bertahan. Takdir berengsek yang tercetak dalam hidup sialannya, melukis setiap rasa sakit yang tak mampu ia hindari, menjadikannya seorang monster mengerikan yang tak pernah terbayang akan melekat pada nadinya.

Hinata, Hyuga Hinata gadis lugu, naif yang tak mengerti bagaimana dunia ini bekerja. Bagaimana mengerikannya hidup di dunia penuh akan mala petaka. Ia hanya gadis rumahan yang mampu menempuh pendidikan hingga sarjana dan lulus dengan nilai yang bagus. Ia hanya gadis piatu yang tidak pernah merasakan indahnya memiliki keluarga yang lengkap. Bukankah ia sudah terlalu menyedihkan? Bukankah hidupnya sudah terlalu memuakan? Tapi kenapa Tuhan seolah tidak pernah merasa puas membuat hidupnya menderita.

Kenapa ia harus menerima takdir yang memuakan ini? Kenapa rasa sakit yang ia cecap tak kunjung usai?

Hinata ingat betul bagaimana rasa sakit membuatnya berjalan hingga dititik ini, ia ingat betul bagaimana rasa kesepian mencekiknya setiap detik. Ia ingat bagaimana rasa sakit itu berubah menjadi dendam. Dan ia juga ingat bagaimana ia bisa menjadi seperti sekarang.

Hinata menatap kalung cantik itu dengan wajah sedihnya. Ini adalah hadiah terakhir yang diberikan sang Ayah untuk kelulusannya. Ia meremas kalung itu ditelapak tangannya, hatinya terluka, perasaannya hancur. Ia tidak tau harus melakukan apa, sekarang ia benar-benar tidak memiliki siapapun, satu-satunya orang yang ia punya kini pergi jauh.

Hinata menatap langit-langit kamar miliknya, ia kembali mengenang memorinya bersama sang Ayah dan rasa sedih itu seakan menghimpit dadanya kian menjadi. Tangan mungil itu mengepal dengan kuat, rasa marah merambat dengan hebat kehatinya. Ini tidak adil, semua yang terjadi terasa begitu mengganjal.

Siapa yang membunuh sang Ayah

Kenapa ia membunuh Ayahnya, apa salah yang Ayahnya perbuat hingga orang itu tega menghabisi nyawa sang Ayah.

Hinata menghembuskan napasnya panjang, segala macam kemungkinan berseliweran diotaknya membuat kepalanya pening seketika. Ia tidak menemukan alasan kuat kenapa orang itu membunuh Ayahnya, dan ia tidak menemukan tanda yang akurat atas kematian sang Ayah.

Rendezvous [[End]] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang