Page Dua puluh satu

2K 202 11
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

Tubuh sintal miliknya kaku bagaikan patung, keringat dingin perlahan keluar melalui pori-pori kulitnya yang mulus. Iris mata seindah rembulan itu melebar dengan sendirinya, seiring suara berat nan merduh itu mengalun di indra pendengarannya.

Hinata menelan saliva miliknya yang berubah menjadi kental dengan susah payah. Jantungnya terdengar berisik didalam sana. Hanya karena suara milik pria itu namun sudah membuat Hinata gila dibuatnya.

Ya, lama tidak bertemu.

Dengan kesadaran yang mulai mendobrak untuk bangun, Hinata menurunkan pistol yang ia genggam dan memasukannya pada saku celana miliknya. Kaki jenjang itu ia arahkan untuk berjalan menghampiri pria itu, pria yang tanpa ia sadari menjadi bagian penting di hidupnya. Pria yang coba untuk ia hilangkan dipikirannya namun dengan sialannya tak pernah bisa pergi. Pria yang tanpa sadar menjadi bayangan indahnya, menjadi harapan yang sempat memasuki pikirannya, menjadi tempat bersandar walau hanya sekejap.

Pria yang ia cintai.

"Kau bisa membalasku nanti, tapi saat ini urusanku bukan denganmu."

Hinata mencoba untuk menatap iris tajam itu tanpa adanya getaran, ia ingin menunjukan jika ia baik-baik saja. Jika ia kuat bahkan di saat badai menerjangnya.

Namun bukan sebuah serangan fisik atau lisan yang ia dapatkan, justru dekapan hangat yang lama tak ia rasakan.

Erat, hangat, dan menenangkan.

Ia lupa jika pelukan terasa begitu menghangatkan hatinya yang beku, ia lupa jika sentuhan kecil dapat mendebarkan hatinya yang mati.

"Kau tidak perluh melakukannya, akan ku bawa bajingan itu untukmu."

Tak ada yang tau rasa sakitnya, tak ada yang peduli akan dendam yang ia miliki, tak ada yang berdiri untuk membawanya keluar. Dan lihatlah, pria itu mengerti akan rasa sakit yang ia rasakan, pria itu melihat dendam yang ia bawa, pria itu berdiri untuk menuntunnya pulang. Bahkan pria itu mendekapnya dan menghangatkan hatinya yang membeku.

Hinata menangis, tangis yang ia tahan sejak ia mengetahui fakta jika pria bajingan itu mempermainkan hidupnya. Ia hancur, ia sudah berakhir namun pria itu datang, menyatuhkan kembali kepingan hatinya, menarik hidupnya yang berakhir.

"Tidak apa, kau hebat, kau sangat luar biasa." Tangan kekar itu merambat hingga ke surai indigo milik wanitanya, mengelus dengan lembut surai indah itu, melantunkan kata penenang di saat air mata mengalir dari iris indah milik wanita yang ia cintai.

"Tidak apa-apa kau sudah sejauh ini, sekarang giliranku untuk mengakhirnya."

Ya, wanitanya menderita hanya karena kelakuan bajingan seorang Uchiha, wanitanya tersakiti hanya karena dendam yang tersimpan rapi di hati pria bersurai silver itu. Dan sekarang ia tidak akan membiarkan wanita yang ia cintai semakin tersiksa akan dendam yang tidak ada ujungnya.

Rendezvous [[End]] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang