Lima menit setelah pesan dari Aghni masuk ke ponselnya, Julian memutuskan untuk turun ke lobi. Sebenarnya masih ada cukup waktu menunggu Aghni di kamar, Aghni juga berjanji akan mengabari setibanya di hotel tempat Julian menginap, tetapi Julian tak ingin memberi kesan yang buruk.
Mbah Kung bilang mereka adalah teman kecil. Begitu pula yang dikatakan Akung, kakek Julian yang merupakan sahabat dari kakek Aghni.
Namun, baik Julian maupun Aghni sama-sama tak mengingatnya. Yang Julian tahu, dia dan keluarganya sudah cukup lama meninggalkan Semarang. Saat itu kalau tidak salah usianya enam atau tujuh tahun. Pekerjaan sang ayah mau tak mau membuat Julian kecil berpindah-pindah tempat tinggal tak hanya sekali. Di usia kelima belas Julian menolak ikut orangtuanya menetap di Singapura dan memilih tinggal bersama Akung di Jakarta.
Berbeda dengan Aghni yang baru keluar dari Semarang selepas lulus SMA, begitu yang Aghni ceritakan padanya, Julian benar-benar buta dengan kota ini. Julian kemari juga karena urusan pekerjaan. Kunjungannya ke rumah sakit benar-benar di luar rencana. Akung tetiba mengabari kondisi terkini sahabat lamanya dan meminta Julian mewakilinya. Julian yang memang pada dasarnya sangat menyayangi sang kakek, tentu tak memiliki alasan untuk menolak.
Beruntungnya, bertemu dengan keluarga Mbah Kung memudahkan Julian yang memang penasaran dengan kuliner khas Semarang. Aghni, cucu Mbah Kung, perempuan muda seusia dengannya, begitu ramah menyambut Julian. Aghni tak keberatan mengantar dan menemani Julian mencari mie kopyok malam-malam. Pun, sebelum berpisah, ketika Julian meminta rekomendasi di mana warung tahu gimbal terenak, Aghni dengan santainya menawarkan diri untuk menjemput Julian dan bersama mencicipi makanan berlumur saus kacang itu.
Julian beranjak dari sofa ketika melihat Chevrolet Trax merapat dan berhenti di depan lobi. Julian bergegas menghampiri sebelum Aghni meneleponnya. Julian berdiri di sisi pintu pengemudi, yang disambut Aghni dengan menurunkan kaca mobilnya.
"Pagi, Ni," sapa Julian. "Gue yang bawa?" tawar pemuda itu.
"Memang lo tahu jalannya?"
Julian menggeleng.
"Ya, udah, naik. Ribet kalau harus jelasin." Aghni mengedikkan dagu ke jok kosong di sebelahnya. Namun, Julian bergeming. Julian menatap Aghni dengan sorot tak setuju. "Yaelah, Juls, disopirin cewek nggak ngebuat lo kehilangan sisi gentleman lo, kok," seloroh Aghni.
Julian melepas tawa. Saat Aghni memintanya untuk buru-buru masuk ke mobil, sebelum Aghni berubah pikiran dan meninggalkannya di pelataran lobi, Julian lekas berlari kecil mengitari bagian depan mobil. "Thank you, Ni. Sori, ya, jadi ngerepotin lo sepagian gini."
"Not a problem, Juls. Gue free, kok, pagi ini. Yang penting juga Ibu dan Mbah Kung kasih izin," terang Aghni sembari memutar kemudi dan membiarkan ban mobil yang dikendarainya menggilas jalan raya kota Semarang.
"Sip, sip." Julian mengangguk-angguk. "Jadi kita mau ke mana, Ni?"
"Kita ke tahu gimbal Pak Polo aja kali, ya. Agak jauh, sih, tempatnya. Sekitaran pintu masuk Tol Gamaysari. Tadinya gue mau ajak lo ke Pak Edy, tapi gue baru ingat tahu gimbal Pak Edy bukanya sore, jam empat gitu. Entar, deh, kalau sore free gue ajak lo ke sana juga."
"Wah, mantap!" Julian mengacungkan dua jempolnya ke arah Aghni. "Pokoknya gue ngikut yang punya Semarang, deh."
"Hahahaha." Keduanya sama-sama tertawa lepas.
***
Aghni dan Julian bisa dibilang pengunjung pertama. Lontong Tahu Gimbal Pak Polo – Blora baru saja buka ketika mobil milik Ibu berhenti dengan sempurna di depan warung.
KAMU SEDANG MEMBACA
#2 When You Love the Same Person
FanfictionWhen you love the same person, would you stay there? [24/05] #665 fiksi out of 135k stories [15/04] #11 romancestory out of 2,4k stories [10/02] #1 aghninyhaque out of 147 stories