How about sex? In your opinion, how important to doing that?
Dex terkekeh ringan. Sedikit banyak Dex tak menyangka Aghni akan melontarkan pertanyaan itu. "Sebelum gue jawab, gue boleh cerita sedikit?"
Aghni mengiakan. Aghni menggeser duduknya agak ke ujung sofa. Ini bukan percakapan umum. Tak seharusnya juga mereka membicarakan di ruang terbuka seperti ini. Apalagi Dex tampak bukan seperti golongan lelaki yang suka mengumbar aktivitas seksualnya pada sembarangan orang. Namun, kadung terlambat untuk menarik. Lagian, kalau bukan sekarang, kapan lagi?
Sekian detik berlalu, masih belum ada kalimat yang terucap dari bibir Dex. Pemuda berambut gondrong itu tampak sibuk mematikan ujung rokoknya ke asbak yang sudah disediakan. Setelahnya, Dex menyeruput sisa kopi di cangkirnya. Pandangan Dex menerawang. Jauh. Entah pada apa.
"Lo percaya nggak gue dan Abi baru melakukannya setelah kami tinggal bareng?"
Aghni mengerutkan kening. Abi memutuskan tinggal bersama Dex hanya berselang lima bulan sebelum Jihane pindah ke apartemen Aghni. Kalau kejadian hari itu dihitung sampai dengan hari ini, lebih kurang sekitar dua tahun yang lalu. Saat ini hubungan Dex dan Abi sendiri sudah berjalan di tahun kelima. Itu artinya ... setelah tiga tahun jadian? Aghni membulatkan mata tak percaya.
Dex lagi-lagi tersenyum, seakan bisa mendengar langsung isi kepala Aghni. "Nggak nyangka karena Abi kelihatannya udah expert banget, ya?"
"Lebih dari itu, Dex. Dia bahkan sempat ngatain gue payah."
"Lo berdua, mah, kalau nggak ribut, bukan kalian namanya." Dex geleng-geleng kepala. "Kapan, ya, persisnya gue sadar gue nggak sama kayak anak-anak cowok pada umumnya?" Dex tentu saja bertanya pada dirinya sendiri. Tidak seperti sebelumnya, binar jenaka sudah sepenuhnya menghilang dari mata pemuda itu. Berganti dengan seraut wajah serius. "SMP. Iya, deh, SMP seingat gue."
Aghni diam menyimak. Aghni hanya memandangi Dex. Sesekali netra Aghni jatuh ke ponselnya yang diletakkan di atas meja. Sekadar berjaga-jaga kalau-kalau taksi online pesanan mereka sudah tiba di depan.
"Gue pernah, Ni, nyoba sama cewek. Tapi, feel-nya nggak sama. Apa, ya ..., kayak ada yang mengikat gue. Gue nggak sepenuhnya jadi diri gue sendiri. Terus ketika akhirnya gue sadar gue interest-nya bukan sama lawan jenis, ya, udah, gitu doang. Gue cuma bisa diam."
"Why?"
"Gue dibesarkan di keluarga yang bisa dibilang kolot. Apalagi bokap masih punya garis keturunan bangsawan kerajaan, kan. Jadi, masih banyak prinsip-prinsip yang kaku, yang nggak boleh gue dan adek gue langgar. Dampaknya, ya, nama baik keluarga."
Aghni mengerucutkan bibir. Menurutnya, masih ada yang belum lengkap dari cerita Dex. "Nyokap lo bule, kan, Dex? Abi pernah cerita. Dan, nama lo aja Dexter. Kalau nggak ada Widjaja di belakangnya, gue, sih, yakinnya lo sepenuhnya kaukasoid."
Dex tertawa kecil. "Lo bukan orang pertama yang bilang gitu, Ni. And, yes, nyokap Eropa-Jepang. Lo pastinya bingung gimana bokap gue bisa nikah sama nyokap, kan?" terka Dex sambil melirik ke wajah Aghni. "Percaya nggak percaya, nyokap gue jauh lebih Jawa dibanding bokap. Nggak ada, tuh, ceritanya gue diajarin 'mami', yang ada 'ibu'. Hehehe."
"Serius?" Aghni menahan tawa. Aghni memang belum pernah berjumpa ibunya Dex, tetapi melihat Dex saja Aghni sudah bisa membayangkan bagaimana sosok wanita yang melahirkan pemuda di hadapannya ini.
"Ini belum bagian paling absurdnya, Ni." Dex menegakkan posisi duduknya. Kali ini Dex sepenuhnya menatap Aghni. Dex tak tahu saja Aghni lagi-lagi terkesima dengan versi Dex yang belum pernah dilihatnya sebelum ini. Dex yang begitu bersemangat, matanya yang begitu hidup. "Ibu seneng banget sewaktu adek-adeknya bokap panggil beliau 'bude'. Kayak sebuah achievement besarlah buat dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
#2 When You Love the Same Person
FanfictionWhen you love the same person, would you stay there? [24/05] #665 fiksi out of 135k stories [15/04] #11 romancestory out of 2,4k stories [10/02] #1 aghninyhaque out of 147 stories