21 | teatrikal

3.4K 346 213
                                    

Cukup lama Julian terpaku di tempatnya duduk. Sesekali Julian mengintip ke ponsel yang tergeletak di sisi sikunya yang dia tumpu ke permukaan meja. Tangan pemuda itu saling meremas. Julian juga tak mengerti mengapa dia bisa sampai segelisah ini. Pertemuan ini bukanlah pertemuan apa-apa, hanya perjumpaan dua kawan lama. Tidak ada maksud apa pun di baliknya.

Tak lama, perempuan yang Julian nantikan tampak berdiri di ambang pintu masuk. Perempuan itu celingukan sesaat, yang refleks membuat Julian mengangkat tangan dan melambai ke arahnya. Senyum tipis khas perempuan itu praktis saja mengembang seiring langkahnya mendekati meja yang Julian pilih.

"Sori, sori. Gue telat banget, ya?"

"It's okay, Ni. Aman, kok."

Julian menyelia sosok Aghni dengan cepat. Aghni yang hari ini mengenakan blus merah jambu. Tampak ayu dan manis sekali. Sekarang Julian jadi mengerti mengapa dia secemas tadi. Perempuan di depannya ini bukanlah perempuan biasa. Lihat saja, tak peduli sekian purnama telah berlalu, ketika bisa kembali bersua dengan Aghni, Aghni masih saja mampu membuat Julian merasakan debar yang sama. Bahkan, mungkin semakin menggila.

"Gue yang salah ngajakinnya dadakan," kata Julian lagi.

"Gue anaknya suka yang dadakan, kok, Juls," balas Aghni dengan senyum di bibirnya. "Eh, gue pesan dulu kali, ya?"

Selagi Aghni sibuk dengan buku menu, Julian tak sedikit pun melepas tatap dari sosok di seberangnya.

Julian benar-benar tak habis pikir, mengapa dia bisa menyia-nyiakan banyak kesempatan? Bukan bermaksud melakukan pembelaan diri, waktu itu Julian kira perasaannya pada Aghni hanyalah euforia sesaat. Aghni perempuan baik yang sangat mencintai keluarga. Julian menyukai itu. Hanya saja, Julian tak mau buru-buru menyimpulkan. Seiring berjalannya waktu ternyata semuanya tidak berubah. Masih berada di tempat yang sama.

"Lo tadi ngapain di Menara Astra?" tanya Aghni tanpa mendongakkan wajahnya. Tangan perempuan itu terus membolak-balik buku menu di hadapannya.

"Ketemu klien."

"Seharusnya tadi kita di Menara Astra aja, ya, Juls? Tapi, gue lagi pengin Sushi Tei, sih." Aghni nyengir lebar.

"Santai, Ni. Menara Astra ke sini juga kayak selemparan kolor doang, kan? Hehehe."

Aghni ikut terkekeh. Usai memesan salmon mentai canape, salmon skin, dan tak ketinggalan segelas ocha, Aghni memfokuskan perhatian pada lawan bicaranya. Pemuda yang menurut informasi dari kakeknya adalah kawan kecilnya. Meskipun, sampai detik ini, Aghni belum juga berhasil mengingatnya.

"So, how are you, Juls?"

"I'm good. You?"

"Same with you."

"Glad to hear that." Julian tersenyum simpul. "Kita kali terakhir ketemu setengah tahun yang lalu, ya, Ni? Yang nggak sengaja, di Lombok."

Kening Aghni mengerut. "Lima bulan kali, ya, lebih tepatnya."

"Lima bulan, ya?" Julian coba mengingat-ingat. Bibir pemuda berkemeja hitam itu mengerucut sebelum kembali mengembangkan senyuman. "Lumayan lama, ya. Jadi, gimana, kesibukan lo apa sekarang?"

"Masih sama kayak kemarin-kemarin. Sibuk ngurus kafe."

"Kirain sibuk jatuh cinta."

Aghni terbelalak mendengarnya. Dengan segera perempuan itu menguasai diri. Bukannya Aghni tak mau mengakui keberadaan Jihane di hidupnya. Hanya saja, Aghni rasa lebih baik menyimpannya sejak awal. Satu jawaban akan menggiring pada jawaban-jawaban lainnya. Aghni belum siap hubungan ini terendus oleh siapa pun. Terutama seseorang yang punya akses ke keluarganya. Julian yang merupakan cucu dari sahabat Mbah Kung-nya.

#2 When You Love the Same PersonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang