22 | badai

2.4K 304 206
                                    

"Oh, halo, Mbak Jihane."

Reno yang sejak tadi membelakangi meja bar memutuskan berbalik kala mendengar ada pelanggan yang datang.

Barista satu itu tak bisa menutupi seraut wajah terkejut sekaligus bahagianya mendapati sosok yang baru saja masuk adalah manusia spec bidadari yang selama ini hanya mampu dikaguminya dari jauh.

Hari ini Jihane tampak mencolok dengan pilihan warna lipstiknya yang lebih gelap dari biasanya. Wine. Alih-alih seperti ibu tiri menyeramkan, Jihane layaknya minuman beralkohol yang terbuat dari fermentasi anggur itu. Memabukkan dengan caranya sendiri. Mendatangkan rasa candu pada siapa pun yang melihatnya. Semua pengunjung Teatrika praktis menolehkan kepala hanya untuk memandangi Jihane barang satu-dua detik.

"Halo, Reno. Mbak Aghni ada?"

"Ada, Mbak," sahut Reno dengan bibir melengkung naik yang sekaligus memamerkan gigi gingsulnya. "Mbak Jihane mau dibuatin affogato kayak biasa?"

"Boleh. Tolong bawain ke atas, ya. Aku mau nemuin Aghni."

"Eh, itu," Reno lekas mencegah sebelum Jihane sempat menjauh, "Bos Aghni lagi ada tamu. Mbak Jihane mau tetap ke atas atau tunggu di sini dulu?"

Kening perempuan cantik dengan rambut digelung ke atas itu tampak mengerut. Jihane menimbang-nimbang. Tak mau mengganggu Aghni, mana tahu Aghni sedang menerima tamu penting, Jihane memutuskan menunggu di sofa terdekat dari pintu. Jihane memang tidak mengabari Aghni. Tadinya juga Jihane berencana kembali ke Almira's usai meeting dengan salah satu vendornya. Namun, di perjalanan tetiba saja Jihane ingin mengajak Aghni makan siang bersama.

Selagi menyesap varian kopi favoritnya, Jihane memeriksa agendanya melalui iPad-nya. Almira's punya project besar dua pekan lagi. Kliennya kali ini bukan klien biasa.

Jika sebelum-sebelumnya Jihane dan Almira's harus berurusan dengan para pengusaha—thanks to Eric Adiwarna dan keluarganya yang telah membukakan jalan bagi Jihane, kali ini anak salah seorang pejabat daerah ibukota yang memercayakan hari terpentingnya pada Almira's Wedding Planner. Jihane ingin semua berjalan sempurna. Jihane yakin jika yang satu ini kembali berhasil Almira's akan semakin gemilang.

"Mbak Jihane, brownies-nya." Riris menyela bersama sepotong fudgy brownies yang diletakkan di meja Jihane. "Kata Reno biar nunggunya nggak boring-boring amat," terang Riris sebagai jawaban untuk air muka bingung Jihane.

Jihane terkekeh. "Thank you, Ris. Ren, thanks, ya."

Di seberang sana Reno mengacungkan jempolnya. "Anytime, Mbak Ji."

Sejak kali pertama menginjakkan kaki di Teatrika, Jihane menyukai atmosfer yang ada di sini. Aghni dan Abi membangun Teatrika bukan hanya sebagai tempat untuk bekerja, tetapi juga selayaknya rumah. Mereka semua yang ada tidak hanya disatukan karena kebutuhan materi, tapi juga sesuatu lain yang lebih besar. Rasa memiliki, kehangatan, kesetiaan. Semua itu terpancar dengan jelas, yang kemudian mengantarkan kenyamanan pada siapa pun yang datang.

Betah. Ingin terus kembali.

"Gue lihat dulu, ya, hasil desain lo gimana. Sekalian itung-itungan estimasi budget-nya. Gue juga perlu lapor ke partner gue soalnya."

Suara itu! Jihane terlalu menghafalnya. Jihane mendongak. Namun, apa yang sepasang netranya dapati membuat Jihane nyaris tak berkedip. Tangan perempuan itu sukses menggantung di udara. Jihane urung menyuap potongan kecil penganan manis bertekstur padat itu ke mulutnya. Bibir Jihane mengatup rapat dan membentuk garis lurus selagi mata elangnya menyorot pada satu titik.

Aghni yang belum menyadari keberadaan Jihane asyik saja berbincang dengan tamunya. Mereka terus melangkah sembari membahas sesuatu yang tampak serius. Pemuda di sebelahnya mengangguk-angguk mengerti. Yang paling mengganggu, tatapannya begitu berbeda. Belum lagi, pemuda itu seperti tak mau berhenti tersenyum. Jihane tentu saja memahami dengan baik arti di balik pandangan itu.

#2 When You Love the Same PersonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang