"Hai, Ni."
Langit masih gelap ketika Aghni keluar kamar dan menemukan Dex duduk-duduk santai di teras resort mereka. Pandangan Dex menerawang jauh ke pantai tak berujung. Sesekali Dex mengisap rokok di tangannya. Asap tipis mengepul di depan wajah pemuda itu.
"Pagi, Dex. Tukang molor belum bangun?" Aghni merapatkan sweternya ketika angin berembus sedikit lebih kencang.
Dex tertawa kecil. "Biasalah." Dex melirik Aghni sejenak. Aghni yang masih berdiri di ambang pintu alih-alih mengambil posisi kosong di sebelahnya. "Jihane?"
"Lagi siap-siap."
Dex menganggukkan kepala.
Kemudian, hening.
Debur ombak di kejauhan sayup-sayup menyapa telinga. Sejak dulu Dex memang begitu, tak suka banyak bicara. Awalnya, Aghni merasa aneh. Setelah beberapa kali bergabung bersama Abi dan Dex, Aghni jadi paham, setiap makhluk diciptakan berpasangan dan tak harus selalu sama. Satu dan lainnya memiliki sifat dan kebiasaan yang berlawanan. Sederhana, untuk saling melengkapi.
"Dex, gue boleh tanya sesuatu?" Aghni menyelipkan helaian rambut yang menutupi matanya ke balik telinga. Sejujurnya, sekalipun penasaran, Aghni tidak merencanakan. Kebetulan saja dia dan Dex sedang berdua saat ini. "Why did you agree to be here?" tanya Aghni setelah Dex memberi anggukan.
Pertanyaan Aghni mengundang terbitnya lesung pipi di wajah Dex. "Abi yang minta lo buat nanya?"
Aghni mengedikkan bahu. "Nope. Inisiatif gue sendiri." Aghni melangkah dan memilih untuk duduk di seberang Dex, di pagar setinggi pinggang orang dewasa. Mereka tidak saling berhadapan. Dex hanya dapat mengamati sisi kanan tubuh Aghni selagi Aghni bersandar pada tiang beton dan melempar tatap ke garis pantai. "I only knew Jihane made you change your mind. Gue pengin tahu alasannya, kalau boleh."
Dex kembali mengisap dalam-dalam lintingan tembakau yang terjepit di jemari tangannya. Sedikit banyak Dex paham maksud di balik pertanyaan Aghni. Bagaimanapun Jihane adalah kekasih Aghni. Kalau Dex jadi Aghni pun, Dex akan meluruskan jika memang ada kesempatan.
"Kali pertama lo kenalin Jihane ke gue, Jihane mengingatkan gue ke adek gue. Keramahannya, kecerdasannya." Dex lagi-lagi menyunggingkan senyuman. Terbayang wajah sang adik di benak pemuda itu. "I really like her—no, as your girlfriend, of course," Dex buru-buru meralat sebelum Aghni salah paham. "Samalah kayak, I really like you, as Abi's bestfriend."
Aghni diam. Tak tahu harus merespons bagaimana.
Selama ini, kalau Aghni tidak keliru, sepanjang lima tahun hubungan Abi dan Dex, Aghni tak pernah terlibat percakapan mendalam dengan Dex. Kalaupun keduanya harus terjebak dalam situasi yang mengharuskan mereka berinteraksi, obrolan mereka pasti tak jauh-jauh dari pekerjaan. Aghni dengan Teatrika-nya dan Dex dengan perusahaannya yang bergerak di bidang Information Technology.
"Gue nggak tahu Abi pernah cerita ini apa nggak, tapi di pertemuan pertama kita—lo dan gue—gue sempat cemas. Gue takut lo nggak bisa menerima gue. Walaupun seharusnya gue nggak perlu khawatir, ya. Ketika Abi berniat mengenalkan kita, lo sedikit banyak udah tahu gimana background gue," lanjut Dex.
Aghni mengangguk. Membenarkan pemikiran Dex. "I love Abi so much, Dex. Ketika gue menerima dia, itu artinya satu paket, gue juga harus menerima orang yang Abi sayang." Aghni tersenyum simpul di ujung kalimatnya.
Dex mengembangkan senyum hangat yang sama. Itulah alasan mengapa Dex menyukai Aghni. Sama seperti mengapa Dex menyukai Jihane. Itu juga mengapa Dex mengakui secara terang-terangan pada Abi mengenai Jihane yang menurutnya adalah orang yang tepat buat Aghni. Kemurnian hati keduanya. Bagi Dex, hanya orang yang memiliki kebaikan hati yang sama yang pantas mendampingi satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
#2 When You Love the Same Person
FanfictionWhen you love the same person, would you stay there? [24/05] #665 fiksi out of 135k stories [15/04] #11 romancestory out of 2,4k stories [10/02] #1 aghninyhaque out of 147 stories